Part 3 - Masih Galau

78 26 4
                                    

Enjoy reading!

Kyra melirik sekilas ponselnya setelah mendengar bunyi notifikasi dari aplikasi messenger andalannya. Gadis itu menghentikan sejenak kegiatannya mengeringkan rambut yang masih setengah basah itu saat mendapati nama Arya tertera di deretan notif pesannya.

 Gadis itu menghentikan sejenak kegiatannya mengeringkan rambut yang masih setengah basah itu saat mendapati nama Arya tertera di deretan notif pesannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kyra tertawa kecil membaca balasan balasan dari atasan sekaligus sahabatnya itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kyra tertawa kecil membaca balasan balasan dari atasan sekaligus sahabatnya itu. Kyra memang tak pernah merubah nama kontak Arya di ponselnya. Karena bagaimanapun juga, Arya adalah atasannya sejak satu tahun yang lalu.

Dulunya, saat ia baru bergabung dengan perusahaan pelayaran itu, Arya masih sebagai seorang staff. Arya lah yang bertanggung jawab untuk membimbingnya sebagai seorang junior staff. Sampai setahun kemudian lelaki itu naik jabatan menjadi supervisor yang mensupervisi dirinya.

Kyra awalnya sempat segan. Hubungannya dengan Arya pernah merenggang diawal-awal lelaki itu naik jabatan. Maklum saja, Arya benar-benar sibuk kala itu. Ia harus melakukan penyesuaian dengan job desk barunya.

Hingga suatu hari lelaki itu sadar, jika Kyra menjauhinya. Arya tentu saja marah pada Kyra, yang membuat gadis itu menyesal dan berjanji untuk tidak membawa jabatan dalam persahabatan mereka.

Semenjak hari itu, hubungan mereka kian membaik. Sampai saat ini pun, tak ada yang berubah, kecuali perasaan 'lebih' Arya pada Kyra yang masih saja belum teraba oleh gadis itu. Selainnya, mereka masih sahabat untuk satu sama lain.

Tersadar dari lamunannya, Kyra cepat-cepat menyelesaikan kegiatannya yang tertunda. Mengeringkan rambut.

Sepuluh menit kemudian, gadis itu telah merebahkan dirinya di atas single bed khas anak kost.

Kyra menghela nafas lega. Akhirnya, ia bisa istirahat setelah seharian ini tenaga dan pikirannya seperti terkuras habis. Bekerja sebagai Customer Service Representative di salah satu perusahaan pelayaran terbesar di Indonesia membuatnya harus bekerja ekstra maksimal. Salah sedikit saja, perusahaannya bisa rugi hingga ratusan dolar untuk satu customer. Tentu saja Kyra tak mau itu terjadi. Dirinya adalah sosok yang terkenal sangat perfeksionis dan ambisius. Ia tak menginginkan cela dalam segala sesuatu yang dikerjakannya.

Selain itu, ia sangat termotivasi oleh sahabatnya yang sudah menjadi supervisor di shipping line tersebut diusianya yang bahkan terbilang sangat muda. Dua puluh tujuh tahun, dengan lima tahun pengalaman kerja di tempat yang sama. Bukankah itu cukup membuktikan bahwa Arya adalah sosok yang sangat berkomitmen dengan pekerjaannya? Terlepas dari sikapnya yang suka 'haha hihi' saat bersama dengan Kyra.

Wajah Kyra sedikit tertekuk saat tiba-tiba bayangan Arya muncul di benaknya.

Ia teringat kejadian akhir pekan lalu, saat ia menangis di pelukan Arya hanya karna ia takut lelaki itu nanti akan mengabaikannya. Seketika gadis itu merutuki sikapnya yang terkesan egois dan sangat memonopoli Arya untuk dirinya.

Entahlah, saat itu ia tiba-tiba merasa takut ditinggalkan oleh Arya yang sudah menemaninya dari bulan-bulan pertama ia mengadu nasib ke Ibukota ini.

Kyra tak memungkiri jika ia merasa sangat nyaman saat bersama lelaki itu. Arya bahkan selalu ada untuk dirinya. Arya selalu memberikan apa yang Kyra butuhkan, tanpa gadis itu minta sekalipun. Sayangnya, Kyra tak pernah menganggap semua itu lebih dari sekedar pertemanan. Kyra tak pernah berharap lebih pada Arya. Karena dirinya sudah berikrar untuk tidak terlibat dengan dunia percintaan yang sungguh tak berguna itu.

Hatinya sudah terlanjur terluka. Terlukai oleh hancurnya komitmen karna kegoisan dan cinta.

Satu kata yang terpatri di benaknya,

'cinta itu bullshit!'

Kyra selalu sendiri sejak awal. Dan tak pernah ada masalah sebelumnya. Ini adalah kali pertama ia merasa takut akan kehilangan seseorang dalam hidupnya.

Padahal sebelumnya, orang-orang datang dan pergi tanpa ia merasa peduli sedikitpun.

"Sebenarnya aku ini kenapa sih?" Lirih Kyra pada diri sendiri. Pikirannya pun mulai berkelana ke masa masa tersulitnya.

Ia menyadari jika dirinya kini menjadi lemah. Dulu, ia bahkan tak menangis ketika akhirnya orang tuanya pergi dan memilih hidup di jalan pilihan mereka sendiri.

Air matanya sudah terkuras habis, saat permohonannya sebagai seorang anak tak pernah didengar oleh kedua orang tuanya. Mereka tega menghancurkan komitmen yang telah dibangun dan dijaga sekian lama hanya dengan alasan ada cinta yang baru.

Komitmen yang dibangun atas dasar cinta, bisa rusak karna ada cinta yang lain. Cinta macam apa itu? Huh! Sungguh tak masuk akal.

Karenanya, Kyra memutuskan untuk tak peduli dengan cinta-cinta apalah itu. Dirinya tak pernah peduli dengan lelaki lelaki yang berusaha mendekatinya dengan alasan cinta.

Selama dua puluh lima tahun hidupnya, hanya ada satu lelaki yang dekat dengannya, hanya Arya.

"Apa aku terlanjur nyaman sama Arya?" Tanyanya bermonolog.

"Ngga, aku ngga boleh gini. Kyra itu udah biasa sendiri!" Gadis itu menggelengkan kepalanya kuat kuat ke arah berlawanan, dan berakhir dengan merebahkan tubuhnya.

"Tapi aku ngga mau mati sendiri." Ujarnya lemah. Tangannya memeluk boneka Brown pemberian Arya. Air mata yang menetes sama sekali tak ia seka. Kali ini, Kyra membiarkan sisi lemahnya menguasai dirinya. Sisi lemah yang tak pernah terlihat siapa pun, kecuali Arya.

"Aku juga ingin punya bayi. Bagaimana ini?"

Suaranya tercekat, menunjukkan betapa banyak emosi yang bertumpuk, memporak porandakan suasana hatinya. Membawa Kyra pada sebuah dilema antara mengabaikan luka dari masa lalu, atau hidup dengan segala luka yang membentengi dirinya.

"Arya..."

Kyra terdiam, tak menyangka dengan dirinya yang merengek menyebut nama itu. Dari sekian banyak nama, mengapa Arya?

Ditengah kebingungannya itu, tiba tiba muncul sebuah gagasan gila di kepala cantiknya.

"Arya, gue mau bayi."

****

Don't hesitate to leave me a comment / suggestion ya. I'll appreciate if you can give any.

Thank youuu 💙

HealerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang