Part 1 - Sahabat

91 27 6
                                    

Gadis yang duduk di pojok cafe itu tampak tak terusik dengan riuh suara muda mudi di sekelilingnya. Cafe itu memang tengah padat pengunjung, mengingat ini adalah akhir pekan. Banyak anak muda bergerombol mengitari meja meja cafe, saling melempar candaan dan berakhir dengan tawa cukup heboh yang mungkin saja mengganggu pengunjung lain.
Namun tidak dengan Kyra. Gadis itu masih asyik men-scroll layar ponsel pintarnya. Sesekali keningnya berkerut, lalu tertawa kecil setelahnya.

"Kebiasaan lo nggak ilang-ilang ya Ra, suka ketawa ketawa sendiri kek orang sakit gitu".

Kyra menghentikan aktivitasnya menggulir layar ponsel, dan menatap sewot ke arah lelaki yang baru saja mengatainya sakit itu.

"Daripada lo, suka muncul nggak pake salam. Kayak apa tuh? Setan?". Balasnya ketus.

Arya, lelaki itu tertawa renyah mendengar nada ketus Kyra. Baginya balasan kira itu belum ada apa-apanya. Gadis itu sering melontarkan balasan yang bahkan jauh lebih pedas dari sebelumnya.

"Barusan tadi gue udah nyapa padahal. Lo aja yang budek". Balasnya mencibir.

"Sialan lo!"

Arya lagi-lagi tertawa mendengar umpatan Kyra. Sementara gadis itu hanya memandang wajah puas sahabatnya yang tengah menertawainya.

Kyra tersenyum tipis. Entah kenapa ekspresi Arya ketika tertawa itu terlihat sangat lucu baginya. Kedua mata lelaki itu seperti menghilang, tertelan tawanya mungkin, menyisakan garis berhias bulu mata dengan kerutan di ujungnya.

"Gue tau gue ganteng, nggak usah dilihatin segitunya. Pake senyum senyum pula."

Sudah.

Kyra memutar bola matanya jengah.

Arya memang tampan, sangat tampan malah. Perawakan tinggi tegap dengan otot yang kencang -bentuk badan yang terlihat sangat terawat. Kulitnya putih -lebih putih dari Kyra, terlihat sangat pas terbalut T-shirt hitamnya. Mata sipit tanpa lipatan kelopak mata menunjukkan kesan 'ketimuran' lelaki itu.

Tapi ketampanan itu seolah luntur di mata Kyra karena semua kata yang keluar dari bibir Arya entah kenapa selalu menjengkelkannya. Mungkin ini yang dinamakan 'Tak ada manusia yang sempurna'.

"Nggak heran kenapa lo jomblo, lo ngeselin si!" Kyra berucap, jemarinya juga ikut bergerak mencubit lengan Arya.

"Aduh! Sakit Kyra! Duh sampe merah gini!" Protes Arya seraya mengusap lengannya yang terlihat sedikit memerah.

"Itu mah kulit lo aja yang terlalu putih, lebay lo."

Arya mencebikkan bibirnya, mendengar 'pujian' Kyra.

"Nasib gue punya temen bar bar." Ucapnya sembari mengangkat kedua bahunya.

"Lo ngapain si ngajak ketemuan disini? Mana telat lagi datengnya." Kyra memulai obrolan setelah Arya kembali dari kasir untuk membayar pesanannya.

"Gue kangen sama lo." Balas lelaki itu.

"Sialan lo, gue nanya serius juga!" Kyra yang kesal dengan jawaban sahabatnya itu menendang kecil kaki Arya di bawah meja, membuat lelaki itu lagi-lagi tertawa.

"Bar bar amat jadi cewe. Pantesan jomblo dari lahir."

Kyra memicingkan matanya, sudah biasa mendengar olokan itu.

"Gabut banget gue. Disaat gabut gitu ya cuman lo yang muncul di pikiran gue."

"Makanya cari cewe, biar nggak gabut." Kyra mencibir.

"Males. Kan ada lo."

Kyra terdiam. Matanya memandang datar kearah lelaki yang tengah sibuk mengaduk minumannya.

"Terus kenapa kalo ada gue?"

"Ya kalo ada lo kenapa harus cari yang lain." Jawaban itu sukses membuat Kyra tersedak milkshake taro nya.

"Heh lo kenapa si?! Makanya minum pelan-pelan. Nggak usah bar bar gitu!" Arya mengulurkan sehelai tissue dan menepuk pundak Kyra pelan.

'Sialan! Lo yang bikin gue keselek bego!' Batin Kyra menjerit.

Kyra tak habis pikir kenapa Arya begitu mudah mencetuskan kata-kata yang membuat jantungnya tiba-tiba mengamuk. Yang membuatnya kesal adalah lelaki itu terlihat sangat 'enteng' mengucapkannya.

"Udah deh Ya, mendingan lo diem, daripada gue makin kesel sama lo."

"Nggeh nyai!" Kyra melebarkan matanya mendengar Arya yang menggodanya dengan bahasa Jawa, sementara lelaki itu terbahak.

"Ampun. Ampun Kyra." Ucapnya setelah tawanya mereda.

"Ih Arya ngeselin ih. Gue balik aja lah!"

"Eh! Jangan dong honey!"

"Jijik lo!" Kyra memukul lengan Arya, membuat lelaki itu tertawa. Lagi.

"Makanya disini aja. Gue mau ajak lo jalan habis ini."

"Kemana?" Tanya Kyra antusias.

Arya tersenyum tipis melihat Kyra yang tampak antusias.

"Kemanapun yang lo mau deh, itung itung ucapan terima kasih karna lo mau nemenin gue." Jawabnya tulus.

"Wah, tumben lo baik." Kini giliran Kyra yang tertawa melihat ekspresi jengkel sahabatnya.

Rasakan. Pembalasan dude!

"Yaudah kalo nggak mau!" Sewot lelaki itu.

"Eh nggak gitu dong! Ucapan itu gabisa ditarik seenaknya aja kaya chat WA!" Kyra sedikit berteriak karena panik.

"Ya makanya, jangan ngeselin. Kyra pengennya kemana?"

Kyra diam. Lagi lagi Arya membuatnya deg-degan dengan menyebut namanya.

Ia merasa Arya sedikit aneh akhir-akhir ini. Lelaki itu beberapa kali mengganti kata 'lo' dengan namanya saat menanyakan sesuatu. Seperti,

'Kyra mau makan apa?'

'Kyra mau bareng nggak?'

'Kyra marah?'

Dan lain sebagainya.

Biasa memang.

Tapi tidak biasa bagi seorang Kyra yang sejak awal pertemanan terbiasa dengan kata 'lo' dari Arya. Gadis itu pun merasa tak paham kenapa jantungnya tiba-tiba berdetak lebih cepat tiap kali Arya menyebut namanya seperti itu.

Kyra adalah Kyra.

Gadis itu polos. Terlalu polos hingga Arya gemas dibuatnya. Sudah sekian lama dan gadis itu masih saja tak peka dengan perasaannya.
Tapi, dilain sisi Arya bersyukur karna gadis itu tak memahami perasaannya. Arya sangatlah mengenal Kyra. Ia tahu persis alasan mengapa Kyra bersikeras untuk tak mengenal cinta.

Hal itulah yang membuatnya bertahan dengan status 'sahabat Kyra'. Karena Arya tahu, butuh waktu lama untuk menyembuhkan luka Kyra.

****

HealerWhere stories live. Discover now