7 - Demam

20 6 0
                                    

Happy reading ....🤗

Keesokan paginya, setelah kejadian Claruna yang menceburkan Tavisha ke dalam kolam renang gadis itu langsung demam, ia pun memilih untuk tidak masuk sekolah hari ini. Mungkin juga karena akhir-akhir ini Tavisha selalu pulang malam, pola makan dan tidurnya pun sudah berantakan. Membuat tubuhnya yang gampang sekali melemah. Dia juga sudah menghubungi Sasa untuk mengizinkan absennya dan sahabatnya bilang akan menjenguknya sore nanti setelah pulang sekolah.

Setelah makan dan minum obat, Tavisha kembali menarik selimutnya untuk lanjut tidur mengistirahatkan tubuhnya yang lelah. Namun, baru beberapa detik ia menutup mata, suara pintu yang tiba-tiba terbuka membuat gadis tersebut kembali membuka matanya dan menoleh melihat siapa yang masuk ke kamarnya.

Gadis itu langsung terduduk dari tidurnya ketika melihat ternyata Papanya yang membuka pintu dan sedang berjalan menghampirinya.

"Bagaimana keadaan kamu?" tanya Kusuma dengan jarak satu meter dari tempat tidur gadis itu.

Tavisha tersentak kaget dengan pertanyaan yang baru saja Papanya katakan, ia merasa ini hanya mimpi karena mustahil untuk Kusuma peduli padanya semenjak kejadian waktu itu. Tetapi, gadis itu merasa bahagia karena dengan pertanyaan tadi berarti Kusuma khawatir dengan keadaannya.

Gadis itu mengembangkan senyumnya. "Papah nanyain keadaan aku? papah udah peduli lagi sama aku?" tanya balik gadis itu tanpa menghilangkan senyuman di wajahnya.

Kusuma menatap gadis itu datar. "Gak usah kepedean kamu! Saya nanyain itu cuma mau memastikan kamu enggak sakit parah yang nantinya harus ke rumah sakit. Saya gak mau repot-repot buang uang saya buat kamu!" jawab Kusuma membuat senyuman di wajah gadis itu menghilang seketika.

Benar dugaanya, tidak mungkin Kusuma akan peduli dengan keadaannya bahkan jika ia meninggal sekalipun. Dadanya sesak, sebisa mungkin ia menahan air matanya supaya tidak keluar. Segitu bencinya Kusuma kepada Tavisha? Apa tidak ada sedikit saja rasa sayang untuknya?

Gadis itu memaksakan senyumnya dan berkata, "Papah tenang aja. Aku enggak sakit parah cuma demam biasa, besok juga sembuh dan enggak akan pake uang papah buat ke rumah sakit."

"Itu bagus! Jangan sering sakit-sakitan, saya gak mau stok obat di rumah saya habis karena kamu," ucap Kusuma kemudian melenggang pergi meninggalkan Tavisha.

Sakit.

Itu yang sedang dirasakan gadis itu sekarang, bahkan untuk obat saja Kusuma tidak rela jika itu untuk Tavisha. Sakit ditubuhnya tidak sesakit hatinya karena ucapan Kusuma barusan. Air matanya yang dari tadi ia tahan akhirnya keluar juga, ia merasa untuk apa dirinya hidup jika hanya rasa sakit yang dirasakannya.

"Mamah," lirih gadis itu pelan.

***

Tidak terasa hari sudah sore, gadis itu ketiduran saat sedang menangis tadi pagi. Ia memaksakan dirinya untuk bangun walaupun dengan kepala yang masih sangat berat. Tavisha berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci muka sekalian mengganti pakaiannya. Beberapa menit kemudian, dia pun keluar dengan memakai baju tidur bermotif doraemon.

Sepuluh menit setelah itu, Tavisha kedatangan Atlas, Giandra dan juga Sasa. Mereka sedang asyik mengobrol di balkon kamarnya, rasa pusingnya pun perlahan sudah tidak ada. Tiba-tiba perutnya yang menjadi sakit. Gadis itu terus memegangi perutnya, menahan sakit. Atlas yang melihat itu segera bertanya kenapa? Tavisha menjawab ini hari pertamanya ia datang bulan, dan telah biasa akan sakit seperti ini.

Atlas segera menghampiri Tavisha dan duduk di sampingnya. Tanpa diduga gadis itu langsung menyenderkan kepalanya dibahu laki-laki tersebut. Nyaman, itu yang dirasakannya sekarang. Mereka berdua terhanyut dalam perasaannya masing-masing sambil memandang matahari yang sebentar lagi akan digantikan oleh bulan.

"At ...." panggil Tavisha pelan.

"Hmm,"

"Lo, mau tolongin gue, gak?"

"Apa?"

Sontak gadis itu menegakkan tubuhnya dan langsung menatap Atlas. "Perut gue, 'kan lagi sakit. Lo mau, ya, nolongin gue beliin pembalut. Gue baru inget kalau stok pembalut gue udah abis." Tavisha merengek agar Atlas bersedia menuruti permintaannya.

"Oh, iya? Lo beliin yang ada sayapnya, ya." Lanjut Tavisha mengingatkan Atlas.

Laki-laki itu memandangi Tavisha dengan wajah bingungnya saat gadis itu menyebut 'pembalut' dan 'sayapnya'. Apa mungkin pembalut itu mempunyai sayap seperti burung?

Tanpa berkata apa pun, Atlas segera menarik tangan Giandra yang sedang asyik mengobrol dengan Sasa.

Tavisha melebarkan senyumnya melihat kepergian Atlas, ternyata laki-laki pemaksa itu bisa juga menuruti permintaannya.

"Mereka mau kemana? Tav," tanya Sasa.

"Mini market,"

***

Giandra berjalan di belakang Atlas, mereka sudah tiba di mini market dekat rumah Tavisha. Atlas segera mencari tempat di mana biasanya ada pembalut. Dan tidak lama kemudian laki-laki itu menemukannya. Jangan tanya mengapa bisa secepat itu, karena sebelum berangkat Atlas sudah mencari tahu lewat internet.

Sial!

Atlas tidak tahu bagaimana ia bisa membedakan mana yang ada sayapnya dan tidak ada. Tanpa harus bingung lagi, ia segera mengambil keranjang yang dari tadi dipegang Giandra kemudian memasukan semua merk pembalut yang ada di sana.

"Lo, ngapain beli pembalut sebanyak itu?" Giandra bertanya kepada sahabatnya yang masih terus memasukan barang-barang itu ke dalam keranjang.

"Tavisha, nyuruh gue beli pembalut yang ada sayapnya tapi gue gak tau merk nya apa. Yaudah daripada salah beli terus dia ngambek, mending gue beli semua aja, 'kan?" jawab Atlas kemudian berjalan menuju kasir.

Setelah selesai membayar semua barang yang dibelinya Atlas segera kembali ke rumah Tavisha.

Tavisha dan Sasa yang sedang menonton drakor, tiba-tiba memalingkan pandangannya saat Atlas meletakkan dua kantong kresek berukuran sedang di hadapan mereka. Dengan cepat gadis itu segera membukanya.

"Kok, pembalutnya banyak banget?" tanya Tavisha saat melihat dua kresek itu yang isinya berbagai macam merk pembalut.

"Gue gak tau pembalut yang ada sayapnya itu kayak apa. Jadi beli semua aja. Lagian, emang pembalut punya sayap ya, kayak burung?" tanya Atlas polos.

Tavisha dan Sasa menepuk jidatnya karena kelakuan Atlas yang menyamakan pembalut dengan burung.

"Eitss ... Lo udah bikin kita malu cuma gara-gara pembalut doang, kita sampe diketawain sama Mbak-mbak kasirnya tadi," sahut Giandra yang langsung membuat dua perempuan itu tertawa.

"Puas ya, lo berdua ngeliat kita menderita," gerutu Giandra.

"Eh ... tapi makasih ya! Walaupun ini kebanyakan gue bakal bagi dua sama Sasa. Buat stok, iya enggak, Sa?" tanya Tavisha yang langsung mendapat kedua jempol dari gadis itu.

Tanpa mereka sadari di balik pintu ada seseorang yang sedari tadi memperhatikkan interaksi mereka sambil mengepalkan tangannya menahan amarah.

"Tunggu tanggal mainnya, Tavisha!" ucap orang itu tersenyum sinis.

Jangan lupa vote and coment guys:*
Thank you and see you next part...

❤️❤️❤️❤️❤️

I am Hurt [TELAH TERBIT]Where stories live. Discover now