Part 25 | Coma

173 58 10
                                    

Gua nggak papa kok. I'm fine. It's okey for me.

~ Dania Putri Salsabilla ~

______________________________________

"Mama?" ujar Dania pada akhirnya. Tampak gadis tersebut berkali-kali mengerjapkan matanya. Tersirat sebuah kerinduan untuk sang ibunda dari netranya. Ia mencoba untuk bangun dan duduk dari posisinya sekarang. Namun gadis berparas anindya itu malah berseru, "Aduh mah! Kepalaku!"

Desti yang melihat putrinya kesakitan itu segera membantunya untuk duduk. "Pelan-pelan aja nak." Ujar beliau dengan penuh perhatian.

Wanita setengah baya itu mengambil segelas air putih yang terletak di atas nakas, lalu memberikannya pada Dania. "Minum dulu nak," ujar Desti. Dania pun segera menerima segelas air itu dan meneguknya hingga habis.

Desti yang melihat hal tersebut hanya dapat tersenyum lega. Ia senang karena putri tunggalnya itu sudah sadar. "Kepala kamu masih pusing?" tanya nya dengan penuh perhatian.

Dania menggeleng, tanda ia menjawab tidak. Gadis itu mengedarkan kepalanya ke seluruh arah ruangan kamar rumah sakit tersebut. Hingga tiba-tiba, pandangannya berhenti di suatu titik. "Mah, siapa yang tidur di belakang serambu itu?" ujar Dania bertanya.

"Dimas nak." jawab Desti berterus terang, membuat Dania menatapnya dengan raut muka kebingungan. "Dimas nggak papa kan mah?" tanya gadis tersebut. Tangannya beralih menggoyangkan tubuh ibundanya.

"Dimas-"

"Dimas kenapa mah? Dia udah sadar kan? Udah sembuh kan?" ujar Dania lagi dengan siratan wajah yang menunjukkan keresahan. Namun pertanyaannya, tak kunjung mendapatkan jawaban dari ibundanya. Hingga ia bertekad melepas selang infus yang menempel di pergelangan tangannya, lalu berjalan ke arah serambu tersebut.

"Nak jangan! Kamu belum-" ujar Desti. Tampaknya, ucapan wanita itu tak digubris oleh Dania.

"Dimas?" gumam gadis tersebut. Pertahanannya runtuh. Ia tak kuasa melihat tubuh sang kekasih yang dipenuhi dengan alat penunjang kehidupan. Lengkap dengan bunyi elektrokardiograf yang belum menunjukkan tanda-tanda kapan lelaki itu akan segera sadar dari tidurnya.

Debby yang melihat hal tersebut segera menghampiri Dania. Ia membantu gadis itu berdiri agar sejajar dengannya. "Bun, Dimas nggak papa kan? Dia cuman tidur karena capek kan?" tanya Dania histeris. Tak lupa dengan seluruh air mata yang keluar dari pelupuk matanya. Menetes membanjiri pipinya.

Debby tersenyum. Wanita itu membawa Dania untuk duduk di kursi yang ada di kamar tersebut. Kemudian beliau berkata, "Dimas gapapa kok. Dia cuman istirahat sebentar. Kamu jangan khawatir nya." Ucapan Debby yang sebenarnya bermaksud menenangkan Dania itu, malah membuat gadis berambut pirang itu menangis histeris.

Seluruh rasa bersalah mengumpul di dalam benaknya. Hal tersebut membuatnya histeris, hingga, "Ini semua salah Dania.... Hiks... Hiks..."

"Coba aja kalau waktu itu, Dania nggak nyuruh Dimas berhentiin mobilnya. Pasti Dimas seka-" ujar Dania. Namun ucapannya terhenti karena Debby berkata, "Sst. Ini udah takdir sayang." Tangan wanita paruh baya itu beralih mengusap pelan pundak Dania, seolah menenangkannya. Ia sangat sedih melihat gadis yang sudah ia cap sebagai calon menantunya itu menangis karena putranya. Ia melihat tatapan ketulusan yang terpancar dari netra Dania saat menangis.

THE PHILOMATH'S ✔️ Where stories live. Discover now