16. Flashback

Mulai dari awal
                                    

Hari itu sudah malam, tepat pukul 11.00 di sebuah taman di belakang rumah sakit. Syukurlah Chenle berhasil sampai tepat waktu sebelum penjahat itu menyakiti kekasihnya.

"Karena wanita itu, saya kehilangan mangsa yang sudah saya incar sejak berpuluh-puluh tahun lamanya. Atas dasar apa dia menolongnya, hah?!! Mau juga menjadi incaran saya?" gertak si penjahat sembari menggidikan dagu kearah gadis tersebut sebelum menyeringai.

"JANGAN BERANI MENYENTUHNYA!!" Chenle mundur beberapa langkah.

"Oh begitu kah? Apa kamu pikir dengan berteriak kamu bisa menghentikan saya?! Jika saya tak boleh menyentuhnya, maka saya bisa menyentuh kamu!"

Gadis pucat di belakang Chenle seketika menggelengkan kepalanya dengan cepat.

Penjahat itu lalu bergerak mengambil senjata di dalam saku celananya. Dia berpakaian layaknya seorang psycopat, pakaiannya serba hitam, tidak ada bagian tubuh yang terlihat selain matanya. Orang itu bahkan mengenakan sarung tangan dan kaus kaki seperti seorang penjahat yang sudah mempersiapkan taktik kejahatannya secara terperinci.

"Pergilah dan menjauh sekarang!" bisik Chenle pelan sekali, ia menyuruh kekasihnya untuk segera pergi dari sana.

"Aku nggak mau ninggalin kamu!" balas gadis itu gemetaran.

Sementara lepas dari pengawasan keduanya, penjahat itu semakin mendekati mereka.

"PERGILAH SUNGHA!!!"

Crekkk

"AKH!!"

Chenle membeliak! Tubuhnya menjadi kaku dalam sekejap. Ia dengar ada suara orang dari balik semak belukar pepohonan taman. Lantas penjahat itu langsung melarikan diri setelah menutup kepala dengan kupluk dari jaket hitam yang ia kenakan.

.
.
Off

"Lo ketusuk?!!" tanya Renjun terperangah.

"B-bukan!" jawab Chenle dengan bibir gemetar.

"Jadi?! Gadis itu?" Mata Renjun membulat sempurna.

Chenle menganggukan kepalanya. Jika saja keadaan tidak mengharuskannya untuk menceritakan peristiwa itu, maka seuntai kalimat pun tidak akan mau dia katakan. Rasanya sesak, Chenle merasa hal ini akan menjadi kelemahannya sampai kapanpun. Membayangkan bagaimana gadis itu tertusuk di depan matanya sendiri, perasaannya benar-benar hancur tidak tertata.

Kekasihnya, Seo Sung Ha. Gadis yang kala itu menarik lengannya dengan begitu cepat, lalu memeluknya dari depan tanpa ia duga sebelumnya.

Karena tindakannya itulah, Seo Sungha tertusuk pisau yang masih terlihat baru dan sangat tajam. Darah mengalir deras saat ia berusaha menutupi luka sobekan itu dengan tangannya.

Napas Chenle masih tersekat, sepenuh wajahnya benar-benar memerah. Air matanya turun sederas mungkin saat pisau itu ia tarik sehingga Seo Sung Ha mengerang kesakitan. Dalam hitungan detik gadis itu langsung terjatuh dalam rengkuhannya.

Sangat terpukul rasanya kalau mengingat bagaimana wajah Seo Sungha yang masih bisa tersenyum walau Chenle sendiri tidak lagi bisa menahan tangis. 

Chenle ingat betul setiap kalimat demi kalimat terakhir Seo Sung Ha yang menjadi pemutus percakapan antara mereka untuk selamanya.

"Jangan salahkan dirimu, selama ini kamu selalu melindungiku, Chenle. Sekarang, tolong biarkan aku membalasnya meskipun kamu tidak menyukai ini. Kepergianku ini adalah takdir ... aku mohon kamu ja-ngan menyalah-kan dirimu ya," lirih Seo Sungha saat Chenle sadari napasnya sudah tak lagi teratur.

Ghost ChenleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang