ᴮᵃᵍⁱᵃⁿ ˢᵃᵗᵘ

90 27 22
                                    

Aku menghembuskan napas kasar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku menghembuskan napas kasar. Hari ini benar-benar hari yang buruk. Aku bangun pukul sepuluh pagi dan jadwal pemotretanku setengah jam lagi. Karena aku tidak ingin terlambat, aku langsung buru-buru pergi bahkan tanpa mencuci mukaku. Sialnya, saat aku tiba di sana artis sialan yang akan menjadi modelku itu malah membatalkan jadwalnya.

Ya ya ya, jika aku curhat kepada orang lain, maka mereka akan bilang "Maklumlah, dia kan artis yang sangat terkenal. Pasti dia merasa sangat lelah. Makanya dia membatalkan jadwal pemotretan." Mereka sangat menyebalkan. Memang benar, dunia hanya akan membela orang-orang yang berwajah tampan atau cantik saja. Tidak peduli mereka salah, orang yang rupanya lebih baik pasti akan lebih banyak pendukungnya.

Jangan bilang aku tidak punya hati mengatakan hal seperti itu. Aku tahu, dia model yang terkenal dan punya banyak jadwal. Pasti dia merasa lelah. Tapi, apa alasan itu bisa membuatnya lepas tanggung jawab begitu saja? Tentu saja tidak! Dia pikir hanya dia yang lelah? Kalian tahu, aku setiap hari memotret dan mengedit foto semalaman penuh hingga aku tidak tidur. Apa dia pikir hanya dia sendiri yang lelah? Dasar artis sialan!

Oh, omong-omong perkenalkan, aku Cahaya Febuari. Biasanya aku dipanggil dengan sebutan "Feb". Aku adalah seorang fotografer profesional. Ya, meskipun begitu aku tidak terlalu terkenal karena aku baru menggeluti bidang ini sekitar setahun lalu. Project terbesarku adalah pemotretan untuk satu perusahaan baju bersama seorang artis yang baru saja membatalkan jadwalnya itu. Aku tinggal di sebuah kos-kosan murah yang besarnya hanya sekitar 3 × 3 meter.

Ah, aku pikir sudah berceritanya. Sekarang, kembali ke dunia nyata yang sangat menyebalkan ini. Aku sedang berjalan dengan penuh emosi melewati jembatan penyebrangan jalan. Tiba-tiba, sebuah tangan yang tampak sangat kotor memegang jaket hitam kulit yang aku kenakan.

Dengan tatapan lirih, seorang pria tua mengadahkan tangannya kepadaku. "Nak, beri aku sedikit uang," katanya dengan suara bergetar.

Aku berdecak sebal. Kenapa masih ada orang seperti ini di dunia? "Apa-apaan sih, bapak ini? Lihatlah! Jaketku kotor. Apa bapak tahu, duduk di jembatan penyebrangan sambil meminta-minta itu menganggu kenyamanan orang-orang? Apa seharusnya aku melaporkanmu pada polisi, hah?" omelku dengan nada tinggi lalu tanpa mempedulikan orang-orang sekitar yang pemperhatikanku dengan ekspresi beragam, aku berjalan meninggalkan pria tua itu.

Apa? Kali ini kalian juga akan menyalahkanku karena berprilaku kasar kepada seorang pengemis? Kalau benar begitu, maka hati kalian sudah ditutupi oleh rasa kasihan sehingga cara pikir kalian sama sekali tidak rasional. Apa kalian tahu, tidak boleh ada pengemis di wilayah ini, itu adalah aturan pemerintah yang sudah ditetapkan dua tahun lalu. Bukan hanya itu saja, mengganggu kenyamanan umum adalah sebuah tindakan kriminal. Dengan berpakaian lusuh seperti itu dan menyentuh jaketku, dia benar-benar menganggu kenyamananku. Jadi, dia harus bersyukur aku tidak melapornya pada polisi. Sampai sini, apa kalian bisa menerima tindakanku? Hah, tentu saja tidak.

"Kamu yang bawa kamera, berhenti!" suara berat yang terdengar tegas khas suara pria dari belakang memberhentikan langkahku.

Dengan malas, aku berbalik ke belakang dan melihat seorang pria tinggi, dengan kulit putih bersih, serta hidung mancung, tubuh proposial, pakaian mahal. Langit Agustus. Semua orang di negeri ini tentu saja kenal dengannya. Dia adalah seorang pubic figure serba bisa. Dia bisa bernanyi, menari, memainakn peran, modeling, dia bisa segalanya. Dan yang paling penting, dia adalah artis sialan yang berani-beraninya membatalkan jadwal pemotretanku.

𝔸𝕝𝕝 𝕀 ℂ𝕒𝕟 𝕊𝕖𝕖 𝕀𝕥'𝕤 𝕐𝕠𝕦Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang