"Maaf, Kak, saya punya nama," ucap Zeena lembut.

"Bodo amat, bukan urusan gue."

"Ya sudah, Kak, saya mau ke kamar mandi," pamit Zeena. Namun, tangannya yang tidak memegangi kruk dicekal oleh Siska.

"Gue belum selesai ngomong sama lo!" tukas Siska.

Zeena mengurungkan niatnya untuk pergi. Dia menunggu kakak kelasnya itu untuk selesai berbicara dengannya. Perempuan itu memundurkan langkahnya saat Siska mendekat satu langkah, begitu pun seterusnya.

"Ke … kenapa, Kak?" tanya Zeena dengan takut-takut.

Siska mendekat dan mencengkeram kuat dagu Zeena sebelum perempuan itu menghindar. "Kenapa sih lo belum kapok juga deketin Rafa?!" sentaknya.

Zeena terkejut. Ia berusaha melepaskan cengkeraman itu, tetapi gagal karena kekuatan Siska jauh lebih besar daripada dirinya.

"Kenapa sih lo selalu aja diperhatiin Rafa! Katanya lo cewek alim, tapi kok mau dipegang-pegang sama cowok, hah?!" sembur Siska lagi. Kali ini ia terlihat sangat emosi.

"Emang Kakak … siapanya Kak Rafa, sih? Pacar aja … bukan. Istri juga … bukan," jawab Zeena, berusaha berani.

Siska semakin emosi karena ucapan Zeena. Pikirnya, mengapa perempuan itu menjadi lebih berani sekarang?

"Lo sekarang berani sama gue, hah?!"

"Aku nggak perlu takut selain pada Allah dan orang tua. Terlebih lagi aku tidak punya salah," balas Zeena.

Siska menghempas kasar cengkeramannya sampai Zeena sedikit terdorong ke samping. Ia hendak menampar Zeena, tetapi sebuah suara menginterupsinya.

"Kakak kelas kok nggak bisa dijadiin contoh. Ckckck, memalukan!" tegur orang itu.

Siska menoleh dan semakin emosi saat melihat orang itu adalah Acha. Dia berdecih dan tersenyum mengejek pada orang itu. "Mau jadi pahlawan kesiangan lo?" ejeknya.

Siska melirik kedua temannya yang berada di sisi kanan kirinya. Merasa paham apa yang harus dilakukan, mereka segera mendekati Acha dan memegangi lengan perempuan itu.

"Lepas!" suruh Acha seraya memberontak. Namun, rasanya sia-sia karena dua orang itu lebih besar darinya baik dari tubuh maupun tenaga.

"Mending lo diem deh, ganggu orang aja bisanya!" tukas Siska. Ia kembali mendekati Zeena lalu menampar kuat-kuat pipi perempuan itu.

Zeena meringis. Dipegang pipinya yang terasa berdenyut itu. Ia menahan air matanya agar tidak terjatuh. Ia tidak boleh selemah itu atau dirinya akan tertindas.

"Kok lo main tangan sih, hah?!" teriak Acha yang ikut emosi.

"Gue nggak akan puas nyakitin dia selama dia belum ngejauh dari Rafa!" bantah Siska.

Siska kembali menatap Zeena yang masih meringis kemudian dia mengambil kruk perempuan itu dan mendorongnya kuat.

"Awh!" ringis Zeena. Dia yang belum siap pun terjatuh di lantai.

Siska membungkukkan tubuhnya. "Kalau besok gue ngeliat lo sama Rafa lagi, gue bakal bikin lo lebih menderita dari ini!" ancamnya. Dia hendak menampar kembali pipi sebelah Zeena, tetapi lagi-lagi ada suara yang membuatnya harus menjeda aksinya sejenak.

"Lo sentuh dia sekali lagi, jangan harap tangan lo masih normal nanti!" ucap orang itu dengan nada datar dan dinginnya.

Siska mendongak. Tubuhnya gemetaran setengah mati. Suara itu sangat dikenalinya. Suara dari Rafa, laki-laki yang sangat ia puja.

Perfect Brother || HiatusWhere stories live. Discover now