Chapter 5: Jas Lab

48 3 1
                                    

Suasana kelas XI-MIPA 3 terlihat sangat hening, karna Guru yang sedang mengajar dikelasnya sedang marah dengan salah satu murid di kelas. Siapa lagi kalo bukan Galvin, murid yang selalu membuat pusing guru-guru karna kelakuannya. Dia terciduk sedang merokok di sofa rooftop sekolah.

“Mau jadi apa kamu Galvin, ibu sudah pusing menghadapi sikap kamu!” Bu Rani yang mulai mengeluarkan suara menggelegarnya.

“Saya kira ibu gak masuk.” Sahutnya dengan santai, ketiga teman Galvin terkekeh mendengar jawaban santai teman nya yang terkena sidang.

“kamu kesekolah untuk belajar, menuntut ilmu, ada atau tidak ada nya guru kamu harus ada tetap didalam kelas. Ngerti Galvin?” Tegas Bu Rani.

“Ngerti!” Galvin dengan cueknya.

“Yaudah sekarang ibu mau kamu keluar dari kelas ini, berdiri di lapangan lalu hormat ke tiang bendera sampai jam istirahat selesai!” Pernyataan Bu Rani yang kejam

“tadi saya suruh belajar, sekarang suruh keluar lagi. Yang bener yang mana?” Sahut Galvin

“SAYA BILANG KELUAR!” Teriak Bu Rani sambil menunjuk ke arah pintu.

“Tapi saya maunya belajar, diluar hareudang bu.” elak Galvin.

“HAREUDANG HAREUDANG HAREUDANG… PANAS PANAS PANASS…” Nyanyian Ansel membuat semua temannya serta Bu Rani menoleh ke arahnya.

“HOBAHHHH!” Teriak Fajrial ikut heboh yang semakin membuat suasana hati Bu Rani semakin panas.

“ANSEL, FAJRIAL KALIAN MAU SAYA KELUARKAN JUGA DARI DALAM KELAS?” Teriak Bu Rani.

Ansel hanya menunjukan jari telunjuk dan tengahnya keatas bersamaan, “Bercanda bu, saya mau belajar biar pinter.”

“Saya juga bu, dahlah saya diem aja.” Ucap Fajrial.

Bu Rani langsung mengalihkan pandangannya kembali ke arah Galvin, “Sekarang kamu lakukan hukuman yang saya suruh, sebelum saya bertambah marah dan menambah hukuman buat kamu!”

Galvin berlalu begitu saja keluar kelas, tanpa pamit terlebih dahulu.

“Dasar anak gak tahu sopan santun!”

Galvin melangkahkan kakinya menuju halaman sekolah dan mulai melaksanakan hukuman nya, berdiri ditengah lapangan hormat menghadap tiang bendera, dengan kondisi matahari yang sedang begitu terik.

Berbeda dengan suasana kelas XI-MIPA I, mereka tampak sedang free class karena Guru yang seharusnya mengajar dikelasnya tidak masuk.

“Soal tadi, gue minta maaf. Gak seharusnya gue bilang begitu.” ucap Aksel yang duduk disamping Aretha.

Aretha menoleh kepadanya, “Gapapa, harusnya gue yang makasih, karena lo udah mau nolong gue tadi.”

“Kalo boleh tau, sejak kapan lo deket sama Galvin?” Tanya Aksel yang
mulai penasaran dengan hubungannya bersama Galvin.

“Deket? Gue cuma gak sengaja ketemu dia di jalan, tadi lagi nunggu taxi di depan komplek depan tapi gak ada yang lewat satu pun, kalo gue naik angkot pasti bakalan telat apalagi harus nyambung lagi, terus tiba-tiba dia berhenti ngajakin gue bareng. Gak ada pilihan lain, daripada gue dihukum.” Jelas Aretha.

“Kenapa gak telpon gue?” tanya Aksel.

“Lo kan nganterin mama lo, lagian gue gak mau ngerepotin lo mulu sel.” Aretha memberi pengertian.

“Gue gak pernah ngerasa direpotin lo kok ta.” Ucap Aksel dengan tulus.

Aretha tersenyum meledek sambil menepuk pundaknya, “Iya tahu, pangeran.”

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 14, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ARETHAWhere stories live. Discover now