Belasungkawa

24 2 0
                                    

Hari ini adalah hari kematian suaminya.

Sebuah kematian mendadak yang tidak diawali dengan sakit berkepanjangan ataupun kecelakaan.
Kematian yang datang meyelinap dalam sunyinya dini hari lalu membawa pergi belahan jiwanya tanpa permisi.

Berbagai emosi yang membawa kekalutan dan kepedihan membuatnya pingsan berkali-kali. Seakan ia ikut merasakan sekarat.

Sepulang dari pemakaman suaminya yang terasa seperti mimpi buruk tiada akhir, Risya mengurung diri dalam kamar dan enggan menemui pelayat. Ia melarang siapapun mendekat.

Kecuali Indira.
Seorang sahabat yang telah menemaninya dalam suka maupun duka. Seorang sahabatnya yang paling lama dan paling dekat. Ia merasa Indira yang paling memahami kepedihannya.

Indira menemaninya seharian, mereka berdekapan dan menangis bersama-sama. Namun menjelang malam dan Indira harus berpamitan pulang, Risya kembali menemukan dirinya sendirian dalam kesadaran bahwa suaminya telah pergi meninggalkannya. Ia kembali merasa hampa.

Dalam kesendirian yang berkalung duka, Risya termangu dalam pilu. Ia merasa kamarnya jadi terlalu luas hanya karena menyimpan banyak kenangan suaminya. Perlahan ia beranjak menuju lemari pakaian tempat baju dan kemeja suaminya tertata rapi. Wangi yang begitu ia kenal dan sudah mulai ia rindukan menderaskan kembali airmata yang seharian ini terus menggenangi kelopak matanya.

Sambil tersedu-sedu ia mendekapkan erat baju baju itu ke tubuhnya, seolah berharap lengan suaminya-lah yang tengah memeluknya.

Pada pukul setengah delapan malam Risya dikejutkan oleh suara berdering dari handphone suaminya. Handphone yang seharian ini nyaris tak berhenti menerima pesan berisi ucapan belasungkawa yang enggan ia buka. Namun suara dering yang terasa memekakan dalam keheningan kamarnya, memaksanya untuk memeriksa sumber suara itu.
Dengan berat hati Risya meletakan baju-baju itu ke tempatnya kembali dan meraih handphone suaminya.

Seharusnya handphone itu diatur dalam mode getar, dan dering yang mengejutkan itu ternyata sebuah reminder yang muncul diikuti sebaris kalimat pada layarnya yang berkedip
"a romantic delightful dinner awaits"
Risya meng-klik reminder itu lalu sebuah alamat restoran di salah satu hotel bintang lima di pusat kota diikuti navigasi berupa peta lokasi muncul memenuhi layar handphone suaminya.

Risya tak kuasa menahan tangisnya kala menyadari suaminya telah merencakan sebuah kejutan istimewa berupa makan malam romantis di sebuah restoran mewah malam ini. Namun ternyata suaminya tak pernah sempat memberitahunya hingga ajal menjemputnya dini hari tadi.

Ia hampir kesulitan menahan deraian airmata yang terus menerus mengaliri pipinya. Dadanya sesak oleh kesedihan dan rasa kehilangan yang dalam. Dirinya merasa tidak akan siap ditinggalkan selama-lamanya. Risya menutup kembali layar yang berupa peta lokasi itu. Ketika peta lokasi berhasil ditutup dan navigasi handphone kembali ke menu home screen secara otomatis ia diarahkan pada menu kotak masuk.

Satu persatu dibacanya pesan belasungkawa dari teman dan rekan kerja suaminya. Dari berbagai grup chat komunitasnya. Dan dari orang-orang yang ia kenal maupun yang tidak ia kenal. Semua berisi pesan penyemangat untuknya dan doa-doa baik untuk almarhum suaminya.

Susah payah Risya menghentikan sedu sedan dan derai air mata pilunya, sampai saat ia terpana pada satu pesan terbawah yang diterima kemarin malam menjelang dini hari. Pesan yang tak sempat terbaca itu diterima tepat ketika suaminya mengerang dan tak sadarkan diri karena serangan jantung pada pukul dua dini hari.

Pesan itu berupa pengingat mengenai kencan mereka besok malam yang berlokasi di restoran mewah salah satu hotel bintang lima di kawasan pusat kota. Persis seperti lokasi yang ia baca di reminder yang baru saja berdering. Ternyata kencan itu di atur untuk besok malam, hari di mana suaminya seharusnya bertugas keluar kota.

Risya mendekapkan tangan ke mulut, udara seperti lenyap dari paru-parunya.

Mendadak, scarf yang dengan indah mengalungi lehernya terasa mencekik.

Scarf berwarna navy dengan motif laut dan ombak yang merupakan warna favoritnya adalah pemberian Indira tadi siang. Indira sendiri yang mengalungkan scarf itu di lehernya sebagai tanda kasih sayang dan belasungkawa setelah mereka berpelukan dalam tangis yang berderai.

Indira, satu-satunya orang yang sanggup ia temui setelah jenazah suaminya dikuburkan.
Indira, orang pertama yang ia hubungi waktu ia kalut menemukan suaminya tak sadarkan diri di kamar mandi.
Indira, yang terus berada di sisinya sejak ia sampai di rumah sakit dan membawa pulang jenazah suaminya dalam keadaan linglung dan limbung.
Indira, yang memeluknya erat dan menangis bersamanya.
Indira, seorang sahabatnya yang lebih karib ketimbang saudara sendiri adalah orang yang mengirimkan pesan mesra kepada suaminya berupa pengingat kencan di sebuah hotel bintang lima.

Dialah wanita yang hendak berkencan dengan suaminya besok malam.

Risya tergelak, tiba-tiba ada dorongan dalam kepalanya yang membuatnya ingin tertawa keras-keras. Ia merasa terkecoh. Ia sudah dikhianati sekaligus dibodohi. Lalu ia menyadari, dalam satu hari ia telah menguburkan dua jenazah.
Jenazah suaminya dan dirinya sendiri. (FIN)

flash fictionWhere stories live. Discover now