𝐂𝐡𝐚𝐩𝐭𝐞𝐫 12 : 𝐖𝐨𝐧𝐝

Start from the beginning
                                    

***

Tontonan televisi kali ini terasa lebih membosankan dari biasanya. Kehidupan anak kos ya kalau di dalam kosan sendirian pasti begini. Bingung mau melakukan apa, sebab rasa-rasanya semua kegiatan tak semenyenangkan yang dibayangkan dulu. Andai saja izin kuliahnya hari ini ditemani oleh Raksa. Mungkin beberapa jam lalu gadis yang baru saja mandi itu sudah tertawa sambil membahas topik ini dan itu.

Dengan iseng, Zenita mengirim pesan ke pacarnya.

To Raksaaa : Sa, kamu dah sampe kampus? lg apa?

Berharap mendapat balasan cepat dan benar. Raksa langsung membaca pesannya, status online berubah menjadi typing.

Raksaaa : lg di luar, blm ke kamps, knp? ur u oke now?

To Raksaaa : telp boleh gaa?

Raksaaa : hm ok blh, tp ga usah vidcall y lagi banyak orang soalnya, malu

"Halo kenapa, Ze tumben minta telepon?"

"Hm? Gak kenapa-kenapa pengen aja."

"Sakitnya masih sekarang?"

"Udah engga, Sa. Kamu udah berangkat kuliah?"

"Kan tadi dah bilang belum. Baru mampir ... warung bentar. Beli sarapan. Lo gimana sekarang, Ze? Apanya yang sakit sampe nggak ngampus?"

"Cuma sakit perut biasa. Kamu hari ini kelasnya jam berapa aja? Rencananya aku mau minta anter apotik kalo kamunya selesai kelas, Sa. Gimana?"

"Hah? Apa, Ze? Bentar, suara jalan berisik banget, bentar ... lo bilang apa tadi?"

Zenita menahan napas sebentar. Entah dasar apa ia kecewa saat itu, ah harusnya dia tak perlu meminta hal semerepotkan itu. Iya, benar. Harusnya seperti itu.

"Engga jadi, Sa. Ya, udah aku tutup teleponnya. Bye."

***

Raiden sudah mengirim pesan kepada Zenita mengenai rencana yang ia pikirkan untuk project mereka. Laki-laki itu memilih tidak usah bertemu langsung saja sekalian. Untuk apa,' kan? Lebih baik ia segera pulang dan berbaring istirahat. Karena nanti malam, ia harus bertugas di cafe tempat Aydan bekerja. Ya, gajinya mengisi live music di sana memang tidak seberapa, tetapi lumayan untuk mengisi kantong.

Namun, hal normal dalam artian sesuai dengan apa yang Raiden pikirkan lumayan jarang terjadi semenjak dia berteman dengan Aydan, Sesa, dan juga Ibnu. Pasti ada saja alasan mereka menganggu waktu Raiden. Sekarang misalnya, jam 13.20 tadi ia mendapat pesan dari Sesa untuk mampir membeli salep sialan seperti beberapa hari yang lalu dan sebotol jus untuk Ibnu yang katanya sedang ingin hidup sehat. Halah, pret. Raiden berusaha tidak berubah menjadi reog atau semacamnya di tengah antrian. Ya, sekarang jam sudah menunjukkan pukul 13.56, tetapi ia belum juga dapat giliran di panggil oleh mbak-mbak apotek.

Lagi pula, kenapa banyak sekali orang yang pergi ke apotek siang bolong begini? Apa mereka sakit-sakitan apa memang betulan sakit?

Dan di tengah suasana membosankan menunggu antrean, sesosok perempuan membuka pintu masuk apotek dan entah karena bodoh atau apa, bisa-bisanya perempuan itu memutuskan tetap masuk, walaupun antriannya sepanjang ini.

Dia lagi ....

Sedikit mencium wangi parfum dari kejauhan. Raiden merasa tak asing dengan baunya.

Ah, benar juga. Wangi yang lembut, terasa manis, hmm kalau tidak salah wangi itu rasa marshmellow, sama dengan parfum milik ... adik kesayangannya. Sebentar, ini kenapa hidung milik Raiden jadi terus mengendus seperti ini? Juga kenapa ia malah teringat sosok itu? Laki-laki itu membuang napas lalu memilih mengacuhkan perempuan itu. Lagipula untuk apa juga kan dia melihatnya terus-menerus? Lebih baik fokus pada antrean yang sudah berkurang di depannya. Ya, benar! Seharusnya memang seperti itu.

Raiden melihat sekeliling sedikit jengkel, lalu memilih membenarkan posisi tas, laki-laki itu mendengar lagu berganti. Iya, betul apotek di daerah Gang Nangka ini memang memfasilitasi sebuah speaker yang sering digunakan untuk menyalakan musik-musik di hari biasa.

🎶𝘐'𝘮 𝘭𝘰𝘰𝘬𝘪𝘯𝘨 𝘧𝘰𝘳 𝘴𝘰𝘮𝘦 𝘢𝘯𝘴𝘸𝘦𝘳𝘴
🎶𝘕𝘰𝘸, 𝘨𝘶𝘦𝘴𝘴 𝘸𝘩𝘢𝘵 𝘸𝘦'𝘳𝘦 𝘨𝘰𝘯𝘯𝘢 𝘥𝘰
🎶𝘏𝘪, 𝘩𝘦𝘢𝘳 𝘮𝘦

"Eh, Mbak? Pusing apa gimana? Duduk dulu aja kalo pusing, Mbak."

"Apa mau minum?"

"Lah, pucet itu mukamu, Mbak."

🎶𝘊𝘰𝘮𝘦 𝘤𝘭𝘰𝘴𝘦𝘳, 𝘐'𝘭𝘭 𝘬𝘦𝘦𝘱 𝘺𝘰𝘶 𝘸𝘢𝘳𝘮 𝘢𝘯𝘥
🎶𝘛𝘦𝘭𝘭 𝘮𝘦 𝘸𝘩𝘢𝘵 𝘪𝘴 𝘰𝘯 𝘺𝘰𝘶𝘳 𝘮𝘪𝘯𝘥?

Raiden tak memperdulikan beberapa perkataan laki-laki dan ibu-ibu yang mengantri di belakangnya. Yah, untuk apa juga, 'kan dia peduli? Toh, dia juga tidak --

🎶𝘕𝘰𝘸 𝘐 𝘬𝘯𝘰𝘸 𝘐 𝘤𝘢𝘯'𝘵 𝘥𝘦𝘯𝘺
🎶𝘕𝘰𝘸 𝘐 𝘬𝘯𝘰𝘸 𝘐 𝘤𝘢𝘯'𝘵 𝘧𝘰𝘳𝘨𝘦𝘵

"Eh, tolong, mas yang bawa tas! Angkatin mbaknya! Pingsan iniii! Saya nggak kuat buat gendong."

🎶𝘈𝘯𝘥 𝘦𝘷𝘦𝘳𝘺 𝘵𝘪𝘮𝘦 𝘐 𝘭𝘰𝘰𝘬 𝘢𝘵 𝘺𝘰𝘶

Raiden menoleh setelah merasa terpanggil dan tadaaa! Ternyata yang pingsan adalah perempuan itu lagi. Semesta kembali membuat mereka berada di situasi semacam ini.

🎶𝘐𝘵 𝘫𝘶𝘴𝘵 𝘧𝘪𝘵𝘴 𝘴𝘰 𝘱𝘦𝘳𝘧𝘦𝘤𝘵𝘭𝘺
🎶𝘕𝘰𝘸 𝘐 𝘬𝘯𝘰𝘸 𝘐 𝘤𝘢𝘯'𝘵 𝘥𝘦𝘯𝘺

Anj, ngapain lo pingsan segala, sih??

"Misi, Pak. Biar saya yang bawa dia."

***

note : yang font beda itu ceritanya lagu yaa hwhw, anw

To be continued!

Silent In The Rain Where stories live. Discover now