𝐂𝐡𝐚𝐩𝐭𝐞𝐫 12 : 𝐖𝐨𝐧𝐝

32 4 1
                                    

(luka)The pain we feel is only us who understands, but don't keep it to yourself

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

(luka)
The pain we feel is only us who understands, but don't keep it to yourself

***

Zenita : Maaf, saya nggak bisa kasih sharelock-nya, tapi kalau mau ketemu di luar, saya bisa. Habis zuhur gmn?

Entah sejak kapan Raiden bisa emosi hanya karena pesan orang lain, sebab beberapa detik setelah indranya melihat text balasan itu, ada rasa yang menganjal di kerongkongannya.

To Zenita : oh, ok

Laki-laki itu memilih menutup layar ponselnya dan memasukannya ke laci. Tas yang ia taruh di bawah lantai kelas MKU-nya ia ambil. Memilih memasang earphones wireless ke telinganya lalu memperhatikan modul yang ia buka, sebab dalam waktu beberapa menit kelas akan segera dimulai dan ia yakin 99% akan diadakan quiz dadakan.

"Yo, wassap, assalamualaikum!"

Suara Aydan. Umpatan dalam hati Raiden ucapkan begitu saja. Hah, berapa banyak dosa yang sudah ia buat gara-gara tingkah seorang Aydan bahkan di dalam diam seperti ini? Jawaban pastinya ialah : tak terhitung.

Raiden menoleh ke belakang, tepat saat itu juga, ia melihat Sesa memukul Aydan sebab tingkah menganggunya barusan. "Lo jangan ngomong to much pagi-pagi, deh. Cukup si Air Raksa itu yang bikin gue naik pitam, lo nggak usah. Itu pun kalo lo tetep mau liat Gunung Sumbing berdiri."

"Memangnya teh kamu bisa bikin Gunung Sumbing nggak berdiri?"

Aydan memilih duduk di samping Raiden. "Burung lo aja bisa dibuat jongkok kalo Sesa mau, masa Gunung Sumbing aja ga bisa."

Lagi-lagi Sesa memukul kepala Aydan dengan lumayan keras. Beberapa mahasiswa yang lain hanya numpang tertawa, tetapi beberapa sekon setelahnya memilih tak peduli.

"Ya, kan gue mengatakan fakta, Ses. Lo kan jago bikin sesuatu berubah bentuk."

"Diem deh lo, polusi siang-siang."

"Anjr, lo kira gue pabrik?"

"Sesa, saya teh tadi serius nanya, kamu bisa buat Gunung Sumbing nggak berdiri?"

Sesa mengalihkan pandangannya ke Ibnu yang duduk di samping kanan bangku Raiden. "Lo juga Pitik Sunda mah diem, deh. Gue masih sabar, ya, ngadepin cara kerja otak lo pagi-pagi begini."

"Dengeriiin, tu, Nu!"

"Halah, kamu teh--"

"Diem. Kelas mau dimulai." Raiden akhirnya mengambil suara, sebab ia sudah lumayan muak mendengar ocehan mereka bertiga. Yah, selain gara-gara pasangan partner-nya yang beberapa menit lalu mengirim pesan. Eh, sebentar, kenapa juga ia harus jengkel hanya karena balasan menyebalkan itu, sih? Ck. Ada yang salah dengan cara kerja otaknya.

Silent In The Rain Where stories live. Discover now