𝐂𝐡𝐚𝐩𝐭𝐞𝐫 4: 𝐝𝐮𝐧

84 20 166
                                    

(ringkih)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

(ringkih)

fragile is when we feel sad but no one cares, then we also don't care about that feeling and don't try to fix it

***

"Masih sakit perutnya, Nak? Sudah minum obat?"

Suara dari seberang membuat Zenita sedikit tersenyum tipis. Ya, akhirnya ada bertanya keadaannya, meskipun tak mungkin perempuan itu menjelaskan yang sebenarnya terjadi, tetapi ditanya pun sedikit membuat rasa nyaman di dalam sana. Terlepas dari keinginan Zenita yang sebenarnya ingin ditanya oleh orang di sebelahnya yang tak lain adalah Raksa. Pria itu tengah asyik memainkan game kesayangannya.

"Sudah, Yah."

"Raksa sama kamu, Nak?"

Zenita menyentuh lengan kanan milik pacarnya itu pelan. "Heem. Kenapa, Yah?"

"Coba ayah mau bicara sebentar ke Raksa, boleh?"

"Oke, sebentar." Zenita mengguncang lengan laki-laki itu sekali lagi. Si empu menoleh, dengan alis terangkat seakan bertanya kenapa.

"Ayah mau ngomong." Zenita mengatakan itu tanpa suara. Raksa pun mengangguk dan langsung menutup ponselnya.

"Halo, Om?"

Lalu sambungan telepon setelahnya hanya ditujukan pada Raksa. Entahlah, ayahnya membahas apa. Zenita melihat sekeliling, lumayan banyak mahasiswa yang berlalu-lalang walaupun jam sudah menunjukkan pukul 1 siang lebih. Hari Kamis bagi Zenita sudah seperti hari Senin, sebab ada lebih dari 6 SKS dalam sehari dan itu cukup membuat otaknya memanas seharian.

Belasan menit kemudian Raksa mengembalikan ponselnya. "Lo kalo ngadu jangan macem-macem sama bokap-nyokap lo dong, Ze. Sengaja begitu? Bikin gue kelihatan negatif aja di depan mereka."

"Hah? Ngadu apa? Aku nggak pernah--"

"Ayah lo tu tadi bilang jangan ngajak lo main terus. Padahal gue sepenuhnya nggak salah, toh lo mau, 'kan? Jadi malah cuma gue yang dianggap salah sama bokap lo."

"Ngapain aku ngadu begitu? Aku juga jarang telepon orang rumah, Sa. Mungkin aja mereka tahu soalnya nilaiku--"

"Alasan terus. Jujur sekali bisa nggak si, Ze? Lo sakit diem. Lo lagi kepikiran apa juga diem terus. Ngerti nggak, sih gue mau ngertiin lo, tapi lo-nya diem terus. Perasaan mantan-mantan gue yang lain nggak kayak lo heran gue."

Zenita tak masalah dengan kalimat awal yang pacarnya utarakan. Namun, setelah mendengar kalimat terakhir yang baru saja Raksa ucapkan ... membuat sesuatu di dalam sana terasa diremas tanpa ampun. Ia takut kalimat itu akan mempengaruhi hubungannya, jangan. Jangan sampai Raksa merasa tak suka padanya hingga memutuskannya. Jangan, Zenita tak akan sanggup.

Silent In The Rain Where stories live. Discover now