Me:
Hari ini 'kan, libur, Pak.


Pesan terkirim dan langsung terbaca. Menunggu atasannya mengetikkan sesuatu, Zulaikha menyenderkan kepala di bahu sang suami--yang duduk di sebelahnya. Pagi ini setelah selesai sarapan, mereka berdua memutuskan menonton film untuk mengisi hari weekend-nya di ruang keluarga.

"Pesan dari siapa?" tanya Andreas, sambil melahap keripik kentang rasa rumput laut. Rasa gurih asinnya memenuhi lidah, dengan aroma bumbunya yang lezat.

"Atasanku. Mana ada hari libur gini masih disuruh menemui klien untuk meeting," adu Zulaikha, agak kesal.

"Melanggar aturan kerja. Kamu bisa menolaknya."

"Ini, dia balas lagi." Zulaikha membuka pesan dan membacanya bersama Andreas.

Si Bos:
Kliennya meminta hari ini bertemu, Kha. Karena video hotelnya mau diluncurkan segera untuk iklan. Dia juga memintamu yang menghandle pengambilan foto dan videonya.

"Michel Thompson," gumam Andreas, membaca nama klien Zulaikha.

"Kamu mengenalnya?” tanya  Zulaikha. Ia memandang wajah Andreas.

"Dia anak dari Papaku, Zul."

Zulaikha terlonjak kaget. Ia langsung duduk tegak menghadap lelaki itu. "Pemilik hotel ini?"

"Hotel Papa, tapi dia yang memegang."

"Terus gimana ini, Andreas?" Zulaikha menggigit bibir bawahnya, bingung sendiri.

"Terima saja. Aku ingin melihat niat dia mendekatimu. Aku yakin, itu hanya alasannya saja. Mungkin dia sudah mendengar kabar aku menikah denganmu."

"Kenapa kamu seyakin itu?" Zulaikha penasaran.

"Dia selalu memiliki niat bersaing padaku dalam urusan bisnis. Selalu iri dari keberhasilan yang aku punya. Yang terakhir restoran. Dia meniru konsep restoran yang kudirikan di Jakarta Barat, beserta jenis-jenis makanannya. Tapi, tetap saja punyaku yang lebih diminati pengunjung. Perbedaan ada di cita rasa masakannya. Mau orang menduplikat konsep restoran dan jenis makanannya, tapi kalau cita rasanya berbeda tetap tidak akan mempengaruhi. Dan bagiku itu tidak masalah. Toh, orang lain yang akan menilai bagaimananya dan akan bertahan di mana."

"Kenapa kamu tahu? Kalian dekat? Sering komunikasi?" Zulaikha semakin penasaran. Sambil memainkan ponsel dalam genggamannya, ia menatap Andreas serius.

"Restorannya berdekatan dengan restoranku."

"Untuk persaingan lain? Ada?"

"Penginapan. Dia pernah menjelekkan nama baik resortku dengan cara licik, agar tidak banyak pengunjung yang datang. Tapi, aku masih memiliki power bersama orang-orangku. Jadi, masih bisa dikendalikan."

"Kalian bersaudara padahal."

"Aku tidak pernah menganggapnya saudara, Zul. Memangnya aku diakui anak oleh Papa?"

Zulaikha merutuki dirinya sendiri karena salah bicara. Ia langsung memeluk Andreas dari samping--mengalungkan kedua tangan di leher lelaki itu. "Maaf, Andreas."

FORCED BRIDE [ENDING]Where stories live. Discover now