A&S | Rencana Berbahaya

Start from the beginning
                                    

Pemuda itu bergeser menuju meja yang Kumara tempati. Mengamati Kumara yang sedang mulai membuka-buka bukunya. Alnilam kemudian bertingkah seperti sedang berpikir. "Aku minta maaf sudah membolos kelasmu berkali-kali."

Wajah datar Kumara mendongak. "Apa itu sebuah rayuan?"

Alnilam menatap Kumara dengan kesal. Kenapa laki-laki itu selalu saja dapat menebak pikirannya. "Baik, aku ke sini untuk mencari tahu."

"Buku-buku ada di rak, Pangeran. Kalau kau mau cari tahu sesuatu." Kumara menunjuk rak-rak buku itu dengan telunjuk.

"Tidak—yang ini sepertinya ada di dalam kepala besarmu itu, Guru Kuma. Aku tidak ingin membuang-buang waktu membuka lembar demi lembar ratusan buku di perpustakaan ini."

Kumara tampaknya enggan memedulikan perkataan Alnilam. Pria bercambang tipis itu membuka lagi buku-buku yang ia pinjam dengan tenang, seolah tak ada yang mengganggu. "Kalau begitu kau harus berjanji untuk tidak pernah membolos dan mendengkur di kelasku lagi."

Syarat yang sulit. Alnilam berdecak. Harusnya ia tahu kalau itu adalah satu-satunya hal yang Kumara inginkan, entah mengapa. Bagaimana tidak? Kumara selalu mengejar-ngejarnya tiap kali membolos. Itu sama sekali tak cocok dengan rupa wajahnya yang hambar. Kadang Alnilam curiga, tapi ia selalu mencoba untuk tidak peduli.

Sekarang, bagaimana ia bisa mengikuti pelajaran oleh guru yang tidak punya ekspresi seperti Kumara? Menjemukan!

"Aku turuti perkataanmu," katanya, masa bodoh.

"Apa yang akan kau lakukan jika melanggarnya?"

Tolonglah jangan pertanyaan yang itu! "Kau boleh menyuruhku menghafalkan isi sebuah buku." Alnilam begitu pasrah ketika menjawabnya. Hanya itu satu-satunya yang ia bisa, daripada harus berpidato di depan kelas.

"Jika ada yang salah—"

"Tolong hentikan, Kuma! Apa kau rela negeri ini hancur jika aku yang jadi rajanya?"

"Sayangnya, ini bukan negeriku, Pangeran. Aku bisa kembali ke Kintanu kapan pun aku mau." Senyum tipis Kumara tampak menyudut.

"Jika ada yang salah aku akan membantumu mengembalikan buku-buku yang kau pinjam setiap hari!"

Itu 'kan yang kau mau?!

"Bagus. Jadi, apa yang ingin kau tanyakan?"

Alnilam rasanya ingin menenggelamkan Kumara saat ini juga. Namun, ia memilih menghela napas dan duduk di sebelah Kumara. "Rusita Mina. Aku ingin kau menjelaskannya." Telunjuknya mengetuk-ngetuk meja.

"Rusita Mina adalah mawar biru yang hanya hidup di Rimba Raya Timur, tepat di pusat hutan. Kira-kira tiga hari perjalanan dari sini menggunakan kuda. Tempat itu adalah tempat terdingin yang pernah ada. Kau bisa jadi patung es kalau pergi ke sana. Sayangnya belum pernah ada manusia yang bisa pergi ke sana. Hutan itu terlalu mengerikan."

Alnilam terheran. Padahal tabib tadi malam itu kedengaran seperti mengada-ada. "Bunga itu benar-benar ada?"

"Tentu saja. Tertulis di buku Argasura, kitab yang pasti kau tahu–oh, tidak. Itu salahmu karena selalu tidur di kelasku."

Percakapan membeku sementara waktu. Dengan Alnilam yang kelihatan termenung setengah pusing memikirkan. Gamang meraba dadanya, begitu menggelitik hingga Alnilam merasa putus asa sebelum berusaha.

Sedang di sampingnya, Kumara diam-diam mencuri pandang ke arah Alnilam. Merasakan sesuatu tak enak menjalar di sekelilingnya, Kumara lantas menutup buku. "Kenapa kau bertanya tentang itu, Pangeran?"

... manusia tanpa keahlian istimewa. Alnilam mengerutkan dahi mengingat perkataan tabib itu.

"Kau bilang belum ada manusia yang pernah ke sana, lantas kenapa kau membenarkan adanya Rusita Mina?"

ALNILAM & SIRSINAWhere stories live. Discover now