"Nih orang-orang pada kemana sepi amat" Gue berjalan ke arah dispenser yang ada di dalam ruangan, mengisi air di gelas buat minum, bukan buat nyiram Radit meskipun gue kesel.

"Lo sih pake headset segede gaban gitu, pada meeting project WMS tuh"

Gue kembali ke meja "Gila project baru lagi, banyak banget. Siapa yang handle?"

"Nggak ngerti juga, yang jelas masih rundingan masalah User Requirement sama Design Database nya. Pacar lo juga ikut"

"Iya sih, sepi gini enaknya ngapain ya"

"Ghibah cuy"

Gue menabok lengan Radit "Hidup lo ya... kurang-kurangin. Suka banget makan daging sodara sendiri, heran gue"

Radit terkekeh sambil kesakitan memegang lengannya "Tapi cuy, lo lagi marahan ya sama Alvin, doi dari tadi kayak nggak fokus kerja dong, ngeliatin meja kita mulu"

"Ngeliatin lo kali, hayo lo ada kasus apalagi sama Alvin"

"Kok jadi gue sih nyet, lo yang pacarnya. Lagian doi ngeliatnya kayak gusar, gundah gulana gitu, seperti ada yang mengganggu pikirannya dan minta untuk segera dikeluarkan"

Gue ketawa, si Rakun ini bisa bisanya sok puitis. "Bahasa lo ketinggian, babi"

Lagian gue nggak mungkin ceritain soal Alvin kali ini ke Radit. Bisa-bisa gue makin dibully karena omongan doi kapan hari sekarang terbukti. Lelaki yang gampang banget ninggalin ceweknya buat cewek lain, kemungkinan bakal melakukan hal yang sama besar banget.

Orang-orang yang meeting baru saja kembali ke ruangan saat jam istirahat kurang 10 menit. Alvin juga kembali ke mejanya. Hari ini doi casual sekali dengan atasan merah marun, Mata kita bertemu dan doi melemparkan senyum yang paling bisa bikin gue luluh. Bahkan dalam keadaan gue kesel sekalipun senyuman doi rasanya bagai obat, dan sialnya gue sudah kecanduan.

Setelah meletakkan laptop dan buku note, Alvin berdiri. Radit menendang kaki gue dibawah meja demi melihat Alvin yang jalan kearah meja kami berdua. Bener bener manusia gak ada akhlak ini si Radit.

"Kalian makan siang apa? Makan diluar yuk" Alvin tersenyum manis di depan meja gue sama Radit

"Gue udah pesen OB sih tadi, April nih katanya lagi badmood. Sana ajak jalan-jalan, Bro"

Babi emang, kapan juga gue bilang sama manusia ini kalo lagi badmood.

Alvin mengalihkan fokusnya ke gue "Beneran kamu badmood? Kenapa?"

"Siapa juga yang lagi badmood. Lagian kamu bisa-bisanya percaya banget sama Rakun satu ini. Sehari aja hidupnya nggak lengkap kalo nggak ngeselin"

"Udah sana berangkat. Ngomel mulu mak lampir. Laper bilang aja nggak usah gengsi"

Gue melempar pensil ke arah Radit "Bisa diem gak sih"

Alvin tertawa "yaudah yuk, makan deket-deket sini aja"

Gue nggak punya pilihan selain mengikuti langkah kaki Alvin yang keluar ruangan berjalan menuju tangga. Gue juga masih nggak tau harus memulai pembahasan dari mana soal foto yang dikasih Desca tadi pagi. Yang jelas gue harus bertanya kebenaran foto itu. Tapi sialnya gue juga nggak punya keberanian.

"Kamu lagi pingin makan apa, sayang?" Mobil melaju di jalanan kota yang nggak begitu padat kendaraan. Tangan kanan gue ada di dalam genggaman tangan kirinya Alvin, sementara tangan kanannya memegang kemudi. Doi mencium tangan gue berkali kali. Dasar lelaki, padahal tangan ini juga yang kemarin dia gunakan buat merangkul pundak Farah. Sial gue mau muntah

"MCD enak. Lagi pingin yang cepet aja" Gue menarik tangan kiri dari genggaman Alvin dan menyibukkan diri menyalakan ponsel yang sedari tadi masih gue matikan.

"HPmu mati ya dari tadi, Aku chat berkali-kali loh. Di ruangan juga kelihatan sibuk banget. Lagi deadline, sayang?"

Deadline gue adalah bertanya dan mendapat penjelasan foto lo sama Farah kemarin

"Nggak kok, lagi banyak task aja hari ini" Sumpah gue nggak suka percakapan basi-basi kayak gini sementara di otak gue sudah banyak sekali kata-kata yang ingin dimuntahkan. Lagian santai banget manusia ini kayak nggak lagi bikin kesalahan.

Eh, yang salah siapa ya disini? Atau gue aja yang masuk ke dalam permainan yang salah?

Semua ini sebenarnya sederhana. Sederhana sekali malah. Gue tinggal membuka pembicaraan "Alvin, kemarin malam kemana?" atau "aku tadi ketemu Desca di pantry" atau kalau mau to the point langsung aja kasih lihat dia foto dari Desca yang udah gue copy ke ponsel. Beres. Lalu gue akan mendengarkan penjelasan dari doi. Sederhana. Tapi yang bikin gue sebegininya bingung harus ngapain tuh apa ya?

Apakah lebih baik kalau gue pura-pura nggak tau aja sampe akhir?

Love IssueWhere stories live. Discover now