S1. - 23. Sepenuh Harapan

Mulai dari awal
                                    

Mendengar jalan ceritanya membuatku banyak beristigfar, garis takdir itu rahasia, bahkan di usianya yang masih muda tidak menutup kemungkinan untuk sakit, jika Allah telah berkehendak.

“Mas.. kalau semisalnya kita yang ada di posisi itu bagaimana?” Entah pertanyaan darimana itu keluar dengan sendirinya dari mulutku.

“Maksudnya?” Tanya Mas Reyhan bingung.

“Iya.. aku diposisi Bu Liza dan mas di posisi Ustaz Baihaqi, apa yang terjadi? Apakah kamu akan meninggalkanku?” Karena aku sangat takut jika harus kehilangan Mas Reyhan, apa lagi aku tahu kondisi tubuhku tidak normal seperti wanita kebanyakan.

“Itu tidak akan mungkin, sayang.”

“Aku membayangkannya saja udah enggak kuat Mas..” jujurku sambil memeluk lengan mas Reyhan.

Tadi aku sempat melihat Bu Liza yang masih terlihat sangat pucat namun yang makin membuatku kagum senyumannya yang tak pernah pudar walauku tau itu suatu yang sangat sulit untuk dihadapi.

“Ya sudah jangan dibayangkan, kita sekarang hanya tinggal berdoa meminta yang terbaik bagi Mbak Liza, yah, udah jangan sedih lagi!”

“Bu Liza itu lebih dari guru untuk aku Mas, dia sudah kuanggap seperti ibuku sendiri. Bahkan aku manggilnya dengan sebutan bunda loh Mas..”

“Oh ya? Berarti dekat ya?”

“Iya.. Sangaat dekat!”

“Sedekat ini?” Mas Reyhan merangkul erat tubuhku yang membuatku tiada jarak dengannya.

“Mas.. ini di rumah sakit” keluhku.

“Lagian istri saya sedih terus jadi saya bingung harus apa, kita pulang yuk?” rayunya membujukku.

“Janji kamu tidak akan meninggalkanku lagi?” Aku mengulang permintaanku, dan di jawab kembali oleh Mas Reyhan,

“Iya ibu negara apa pun untuk ratuku, bidadariku, sayangku cintaku..” dia pun mencubit hidungku yang masih terlapisi kain.

“Ih.. geli aku dengarnya, lebay banget kamu!” aku memaksa untuk dilepaskan dari rangkulannya

“Lebay tapi suka kan?” Godanya.

“Hahaha..” aku hanya tertawa akan kelakuan yang ingin membuatku kembali tersenyum, yang terpenting sekarang mas Reyhan masih berada disisiku dan itu sudah lebih dari cukup untukku.

Langit mulai menghitam dan Malam pun tiba, waktu yang begitu hari siap menyambut kehadirannya, suara spiker mulai terdengar di sisi pesantren untuk teman-temanku.

“Panggilan kepada seluruh santriwati dari kelas 12 ditunggu kehadirannya di aula sekarang juga.. sekali lagi Panggilan kepada seluruh santriwati dari kelas 12 ditunggu kehadirannya di aula sekarang juga.. “

Aku mencari keberadaan Zahra, untuk meminta izin berbicara selesai acara selesai

“Memang ada apa Ay?”

“Eh. Anu.. aku.. mau pamit..”

“APA?! Kok.. mendadak?!” Seluruh temanku terkejut, bagaimana tidak. Tapi aku juga tidak ada pilihan lain untuk merahasiakan semua ini.

Garis Takdir Adinda (END) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang