S2 - 36. Siapa Tau Jodoh.

803 99 4
                                    

Setibanya di acara pernikahan Reyhan dan Dinda terpisah karena memang peraturan di sana dipisahkan antara tamu laki-laki dan perempuan.

Perlahan Dinda melangkah kakinya menuju ruang khusus tamu wanita, tubuhnya terutama ujung ujung jarinya sudah mulai terasa dingin, dia benar-benar gugup belum lagi karena hawa dingin kota kembang ini ditambah ruang ini diberi AC menambah kedinginan suhu tubuhnya.

Dia melihat ke sekitar memperhatikan dekorasi yang hampir sama dengan dekorasi sewaktu dia menikah dengan Reyhan, bedanya hanya dalam segi warna, ketika pernikahannya terdominasi pink putih, maka ini berwarna biru putih, persis warna kesukaan Salma sahabatnya.

Dari kejauhan tampak tulisan nama mempelai pengantin, Dinda mulai melangkah maju, namun ada yang menepuk bahunya sampai membuatnya terkejut

“Hei!” Suara nyaring yang tak asing ditelinga Dinda, siapa lagi kalau bukan Silla sahabat nya yang menghiasi keseharian mereka dulu dengan cara mereka sendiri.

“Astagfirullah Al-Azim, Silla?! Aku kira siapa ... Kok kamu bisa di sini?” Tanya Dinda penuh dengan keheranan.

“Haha.. hei Dindun kepala kamu kenapa? Kamu sendiri, ngapain di sini?”

“Aku..?”

“Sudahlah ayo masuk, Salma udah nunggu kamu dari tadi, kamu malah diam aja di sini” ajak Silla, Dinda masih bingung dengan pernyataan sahabatnya itu.

“Salma? Maksud kamu ini_”

“Astagfirullah Al-Azim,, Adinda Nurul Alyaa.. apa kamu secepat itu lupa sama sahabat kamu sendiri? Ini kan pernikahan Salma Dindun.. ih makin gemesin aja sih kamu..” ucap Silla sambil mencubit kedua pipi dinda yang membuat Dinda meringis dibalik cadarnya.

“Sakit Silla..”

“Haha.. lagian kayanya makin tembeb aja kamu Din.. haha.. sudah ayo masuk akadnya sebentar lagi!”

“Iya-iya..” Dinda pun mengikuti Silla sambil mengelus-elus pipinya, memang Silla tidak pernah berubah sifatnya yang jahil itulah yang menjadi khasnya, yang akan Dinda rindukan.

Dinda sangat senang mendapati Salma yang sedang duduk berdampingan dengan uminya juga di sebelah kirinya terdapat Nisa dan Zahra, kenapa bukan calon ibu mertuanya? Dinda teringat perkataan Reyhan yang menjelaskan kalau kedua orang Salman telah tiada itulah yang menyebabkan Salman harus terbiasa hidup mandiri. Dan di belakangnya Salma, dikelilingi gadis-gadis seusia juga dengannya mungkin mereka teman Salma dari SMA nya, pikir Dinda.

“Salma.. selamat ya sayang. Barakallahulakuma wabaroka ‘alaikuma wajama’a bainakuma filkhoir” ujar Dinda sambil memeluk erat sahabat SMP nya itu.

“MasyaAllah Alyaa.. kamu hadir aku kira kamu gak jadi hadir..” lirihnya terlihat wajah kecewa Salma diujung ucapan.

“Maaf ya tadi ada sedikit masalah, tapi Alhamdulillah aku bisa hadirkan menepati janjiku..” Sungguh janji kecil mereka benar-benar tercapai, dulu mereka berjanji akan hadir di pernikahan masing-masing.

“Sama siapa kesininya?” tanya Salma.

“Sama suamiku, katanya suamiku saksi nikah sahabatnya, mana aku tau kalau sahabatnya ternyata suami kamu.” Ucap Dinda diakhiri lirihan tawa.

“Oh ya.. kok kamu gak pernah bilang?”

“Sudahlah ceritanya panjang, nanti aku lanjut cerita sesudah akad selesai, sedikit lagi acaranya mau mulaikan, kamu jangan gugup ya.. semangat! Oh ya kamu dapat salam dari Rara, katanya maaf tidak dapat hadir karena dia sedang di Lombok.” Dinda menggenggam tangan Salma untuk menyemangatinya.

“Iya tidak papa, dia juga sudah bilang kok langsung sama aku, sekali makasih ya Al.. maaf mengganggu bulan madu kamu.. haha..” ucapan Salma membuat dirinya tersipu malu.

Garis Takdir Adinda (END) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang