Bag 1 (END)

87 12 5
                                    

Sepulang sekolah kamu menemukan mayat di dekat pohon sakura atau taman bunga.
-------------------------------

"YURA!!!! Ayo bangun, kamu pikir sekarang sudah jam berapa?!" teriak kakak perempuanku dari depan pintu kamar.

Aku menutup telingaku dengan bantal, namun suara lengkingan kakak masih saja terdengar kuat di telinga.

Kakak membuka tirai jendela satu persatu dan kemudian membuka lebar satu jendela untuk memberi kesempatan udara luar masuk kedalam kamar.

"Kakak... tidak perlu teriak. Bisa tidak membangunkan aku dengan cara yang normal." Aku berguling kearah tembok, menghindari cahaya matahari yang menerobos masuk kedalam kamar yang sebelumnya tertahan oleh tirai kamar.

"Ooh... jadi kamu mau dibangunkan dengan cara normal? Baiklah." ucap kakak yang sudah aku bisa bayangkan pose yang dia buat ketika mengatakan kalimat itu, yaitu dengan menekuk tangan kiri ke pinggangnya dan meletakkan jari telunjuk tangan kanannya ke dagunya. Pose abadi miliknya jika dia sedang iseng.

"Bangun Yura sayang ... apa kamu tidak tahu kalau sekarang sudah jam tujuh lewat lima?" Kakak berbisik di telingaku.

Otakku memproses ucapan kakak agak lama.

"Apa?!! Kenapa kakak baru bilang sekarang!! Aku ada ulangan di jam pertama!" Aku bangun dan berlari ke kamar mandi.
.
.

Namaku Yura, tinggal di Jepang dan saat ini sedang sekolah di tingkat akhir. Secara fisik aku biasa saja, tinggiku sesuai rata-rata perempuan disini, seratus enam puluh lima centimeter, dengan tubuh ramping, rambut ikal berwarna hitam pekat dengan panjang di bawah bahu.

Sedangkan yang membangunkanku tadi adalah kakak perempuanku, bernama Aya, kami saudara kandung dengan beda usia lima tahun, dan seperti yang terlihat kami bagaikan air dan minyak yang tidak akan pernah bisa berbaur walau diletakkan di satu wadah sekalipun.

Setelah siap semuanya, aku berlari kebawah dan melihat orang rumah sudah berkumpul untuk sarapan di meja makan. Bau roti bakar, telur dan daging goreng buatan ibu mengisi ruang makan, membuat perutku meraung untuk minta diisi.

"Pagi ibu." Ciumku di pipi kanannya.

"Pagi ayah." Ciumku di pipi kirinya.

"Selamat tinggal kakak." Aku menjulurkan lidahku, menunjukkan betapa aku membencinya.

"Dasar adik tidak tahu terima kasih, lain kali aku tidak mau bangunin lagi ya!" omel kakak melihat sikapku yang masih seperti anak kecil.

"Lagian semalam jam delapan sudah tidur tapi ini jam tujuh belum bangun juga, memangnya kamu bayi apa? Yang butuh tidur dua belas jam?" Kakak lanjut mengomel.

"Jangan bertengkar di meja makan." Interupsi ayah yang sedang membaca koran, merasa tidak senang kami telah mengganggu pagi tenangnya.

Aku abaikan ucapan kakak dan mengambil roti bakar yang sudah tersaji di meja makan, membungkusnya dan bergegas keluar dari ruang makan.

"Itte kimasu." Teriakku sambil berlari ke pintu depan.

"Yura... kamu tidak sarapan dulu?" Panggil ibu dari ruang makan.

"Sudah dibawa buuu ...." balasku.

Aku keluar lalu mengambil sepeda dan mengayuhnya keluar kompleks menuju sekolah. Melewati pemandangan yang sangat mempesona dan tidak pernah bosan untuk dilihat ratusan kali.

Dua Sisi di Musim SemiWhere stories live. Discover now