Chapter 5

379 142 229
                                    


"Happy Reading"

"Aku tak bersalah. Namun, mengapa mereka menyalahkanku?"
- Thalia Laraquenza

I Want Love

Thalia mengikuti Soom untuk berjalan ke arah motornya, lalu naik dan setelahnya pergi meninggalkan sekolah menuju restoran tempat Thalia bekerja.

Sepanjang perjalanan, tak ada yang berhenti berbicara. Mereka tengah asik mengenang kenangan bersama ketika masih di Thailand dengan bahasa sana pula. Mengingat Soom belum terlalu mengerti bahasa Indonesia.
Kini tak terasa, perjalanan sudah sampai.

"Khun, thangan thi ni?" tanya Soom seraya menatap Thalia tidak percaya. Sejak kapan Thalia diperbolehkan untuk bekerja? Sungguh kenyataan yang begitu WOW bagi Soom.
Thalia mengangguk sebagai jawaban, lagi dan lagi Soom menatap Thalia takjub.
Diusianya yang kini belum genap 15 tahun itu sudah bisa bekerja? Bahkan dirinya saja dilarang keras oleh keluarga.

"Lo mau makan juga di sini?" tanya Thalia sembari menaikan sebelah alisnya, pertanda menginginkan jawaban.

"Gak deh, mau pulang," jawab Soom yang membuat Thalia manggut-manggut.

"Good luck yah!" Soom menyemangati Thalia seraya mengacak-acak rambut gadis itu, Thalia pun membalasnya dengan senyuman manis tak lupa pula untuk mengacungkan jempolnya.

"Thanks," Soom mengangguk, lalu setelahnya beralih pada motor dan pergi meninggalkan Thalia yang mulai masuk dan memulai pekerjaan.

Sedangkan di waktu yang sama, namun di tempat yang berbeda Thaletta sedari tadi keluar masuk kamar mandi untuk mengeluarkan isi perutnya.
Entah sudah keberapa kalinya ia bolak balik seperti ini, namun yang pasti ia sudah lemas dengan kepala yang pusing setengah mati.

Tak terasa waktu berputar begitu cepat, Thalia pamit untuk pulang pada bosnya.
Kebetulan ia mempunyai bos yang baik hati karena telah mengizinkan masuk setelah pulang sekolah dan pulang padahal belum waktunya.

Hati kembali cemas, takutnya orang tua Thalia sudah berada di rumah seperti beberapa hari silam.

Sesampainya di gang depan kompleksnya, Thalia langsung membayar pada supir taksi lalu keluar dari dalamnya.
Berjalan dengan langkah yang cukup lebar, sedari tadi berdoa agar orang tuanya belum sampai di rumah.

Kini, kaki Thalia sudah sampai tepat berada di ambang pintu yang masih tertutup rapat. Walaupun begitu, Thalia tak mau terbohongi seperti beberapa hari yang lalu.
Di bukanya pintu dengan pelan, ketika terbuka yang duluan masuk adalah kepalanya lalu celingak-celinguk sudah seperti maling yang bersiap dengan aksinya.
Ternyata aman, Thalia masuk dengan berlari yang sebelumnya sudah menutup pintu kembali.
Berlari menuju lantai atas dan segera membersihkan badan lalu setelahnya menyiapkan makan malam.

Semuanya sudah siap, tinggal menunggu kedatangan Ayah serta Bundanya.

Hari ini ada yang berbeda dari kepulangan Thalia. Yaps, mobil Thaletta sedari tadi telah terparkir manis di garasi yang artinya Thaletta telah berada di rumah sedari tadi.

Thalia berjalan dengan santai, menaiki anak tangga yang menjulang ke atas, sesampainya di kamar sang kakak diketuk secara perlahan. Namun, sayangnya tak ada jawaban. Dilakukannya sekali lagi dan akhirnya pintu terbuka dengan Thaletta yang pucat pasi juga mata yang sembab ditambah dengan rambut yang acak-acakan membuat Thalia syok dibuatnya.

"Ya ampun, kak. Kakak kenapa?" tanya Thalia dengan panik, lalu memegang kening Thaletta dengan menggunakan punggung tangannya, berniat ingin mengukur suhu badan.

Namun, Thaletta langsung menepisnya dengan kasar membuat Thalia tercengang dibuatnya.
Bertahun-tahun Thalia hidup bersama Thaletta baru pertama kali ini Thaletta berbuat seperti itu.

"Alay banget sih, lo!" ujar Thaletta dengan nada dingin membuat kerutan didahi Thalia mengkerut secara perlahan.

Ada apa dengan, kakak?

"Anu, kak. Itu, makannya udah masak," ucap Thalia dan langsung dibalas Thaletta dengan memutar bola matanya.

"Yaudah, tinggal makan 'kan? Gitu aja kok, susah!" bentak Thaletta yang mampu membuat Thalia terperanjat. Ditambah dengan Thaletta yang membanting pintu dengan keras seketika membuat tubuh mungil Thalia bergetar.

Kembali turun, berniat pergi ke ruang keluarga. Namun, baru saja beberapa langkah di depan sana Thalia sudah melihat kedua orang tuanya berjalan menghampirinya.

Dengan senyuman mengembang Thalia menyambutnya, namun dibalas dengan pelototan mata.

Aryan serta Arneysia masuk ke kamar putri kesayangan dan terkejut ketika mendapati sang anak dengan mata yang sembab. Ditambah Thalia baru saja keluar dari kamar tersebut, pasti ialah penyebabnya. Pikir Arneysia.

"THALIAA!" teriak Arneysia, mendengar namanya yang dipanggil begitu nyaring. Membuat Thalia langsung berlari ke sumber suara.

"Iya, ada apa. Bun?" tanya Thalia dengan kerutan di dahi. Tumben Bundanya memanggilnya, apa jangan-jangan mereka akan makan malam di luar?

"Kamu apakan anak saya, hah!" bentak Arneysia lagi-lagi membuat Thalia terperanjat kaget.

"Aku gak ngapa-ngapain kak Thaletta, Bun," jawab Thalia dengan kelopak mata yang sudah penuh dengan air bening yang siap meluncur kapan saja.
Ternyata dugaannya barusan salah, dan khayalannya pun tak kan pernah menjadi kenyataan.

"Jangan bohong, kamu baru aja keluar dari kamar anak saya!" lagi-lagi bukannya ucapan lembut nan halus diberikan malah ucapan pedas yang dilontarkan.

Air mata yang sedari tadi ditahannya kini berjatuhan ke lantai, membasahi permukaan wajah mulus miliknya. Sungguh malang kehidupan Thalia ini, namun apalah daya beginilah takdir yang telah digariskan oleh sang maha kuasa untuknya.

"Thalia, tadi ngajak kak Thaletta untuk makan, Bun," jawab Thalia dengan deraian air mata.

Plakk!

Satu tamparan keras berhasil meluncur di wajah putih Thalia, menutup mata seraya menerima pukulan berikutnya.

Kini Aryan datang dengan kayu tebal miliknya yang selalu digunakan untuk memukul Thalia.

Plak!!

Tamparan kedua, juga disertai kayu yang mendarat di paha mulus miliknya.
Kini Thalia tak berdaya, ingin berteriak minta bantuan. Namun, percuma tidak akan ada yang menolongnya.

Pukulan menggunakan kayu tebal berikutnya sudah melayang, namun Thalia benar-benar berteriak.

"Ampun, Ayah. Thalia gak kuat, kenapa kalian begitu jahat sama Thalia? Apa salah Thalia? Agar Thalia bisa merubahnya, Thalia mohon jangan pukul Thalia lagi. THALIA GAK KUAT!" ucap Thalia dibarengi air mata yang sedari tadi turun begitu derasnya yang diikuti dengan teriakan membuat Aryan serta Aneysia sempat terdiam kaku.
Namun detik berikutnya Aryan kembali menjambak rambut Thalia dan menyeretnya menuju kamar gadis itu dan langsung menguncinya di sana.

Kini, tubuh Thalia dipenuhi dengan bekas kebiru-biruan akibat pukulan dengan kayu tebal yang dilayangkan oleh Aryan juga terdapat rona merah di bagian wajahnya. Bukan karena blushing, melainkan karena tamparan bertubi-tubi yang dilayangkan kedua orang tuanya

Thalia terkapar lemas tak berdaya di kamar, dengan air mata yang tak henti-hentinya keluar dari tempatnya.
Hanya ada satu kata yang dapat mewakilkan. Yaitu, Sakit.

"Maafin kakak, Dek," ucap Thaletta yang sebenarnya menyaksikan aksi barusan namun tak berani mencegah dikarenakan Ayahnya yang tengah murkah.

Jika ada penghargaan dengan kategori kakak tidak berguna, mungkin ia akan menjadi juaranya.



Tbc ...


Translate bahasa Thailand :
Khun, thangan thi ni? : kamu bekerja di sini?

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 07, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

I Want loveWhere stories live. Discover now