Bagian 20 - Ini mimpi?

643 56 21
                                    

Jika  aku bukan  lagi  menjadi  sandaran  terbaikmu, tolong  bilang  padaku, karena tiba-tiba berubah  sikap  bukanlah cara  yang  tepat.

- Surat  untuk  Yusuf-
🌻🌻

Suara riuh penonton sudah memenuhi aula ini.  Mereka secara bergantian memberikan sorak sorak semangat kepada masing-masing SMA yang didukungnya.

Aku merasa sangat gugup karena beberapa menit lagi final olimpiade ini akan dimulai.  Kemarin sore pak Dadan memberi kabar bahwa tim lawan kami yang akan bertanding pada final olimpiade ini adalah SMA Harapan kita.  Jujur setelah mendapat kabar itu tingkat kepercayaan diriku menurun.  Sekolah itu adalah sekolah swasta terbaik di kota ini. 

"Ra udah siap?" Tanya Ilham kepadaku. Aku jawab dengan anggukan mantap. 

Setelah kejadian dimana Ilham membelaku kemarin, aku jadi berubah fikiran mengenainya.  Aku fikir Ilham membenciku karena kejadian dimana aku menolaknya,  tetapi  ternyata tidak. Dia bahkan dengan sangat berani membelaku di depan Raisya kemarin.  Seharusnya  dari  awal  aku  memang  sadar bahwa  Ilham  bukanlah  orang  yang  pendendam.

"Selamat  datang  hadirin  sekalian, selamat  menyaksikan final  olimpiade  matematika  yang  akan  mempertemukan  antara SMA  Negeri 3 dengan  SMA  Harapan  Kita..."

Suara  pembawa acara sudah  mulai  terdengar. Dan  kini  giliran sekolah  kami  yang  dipanggil  untuk  menaiki  podium  pertandingan.

"beri  tepuk  tangan yang  meriah  untuk  SMA  Negeri 3..."

Bismillahirahmanirahim. Aku  memantapkan  langkahku  untuk  menaiki  pangung  dan  berjalan ke  arah  podium  kami.

"Beri  tepuk  tangan  yang  tidak  kalah  meriah  untuk SMA  Harapan  Kita..."

Dari  atas  sini aku  dapat  melihat  banyaknya  penonton yang  hadir pada  hari  ini, baik  untuk mendukung sekolah  kami  maupun  sekolah  Harapan  Kita. Dari  sini  juga  aku  dapat  melihat  bangku  VIV  yang  disana  ada Umi  dengan  senyum  lebarnya  memberi  semangat  kepadaku. Disampingnya  ada  Nadir  yang  terlihat  sangat  bersemangat  memberi tepuk  tangan  hingga  sesekali  ia  berdiri  dari  tempat  duduknya.

Tapi  tunggu. Kenapa  kursi  di  samping  Nadir  kosong? Dimana  Mas  Yusuf?

Tadi  kami  ber 4 berangkat  bersama  dan  Mas  Yusuf  masing  mengantarku  hingga  belakang  panggung  tetapi kenapa  sekarang  tidak  ada ?

Positif thingking Nadira, mungkin  ia  sedang  ke  toilet.

Aku  mencoba mengambil  nafas  dalam-dalam dan  menghembuskan secara  perlahan. Mencoba  untuk  menenangkan diriku  sendiri  dan  mencoba  kembali menyimak  pembawa  acara  yang  sedang  membacakan  peraturan  olimpiade.

- - -

"65 orang," Jawab  Ilham  dengan  lantang.

Ini  adalah  pertanyaan  terakhir  sebagai  penentu kemenangan  kami, jika  juri  memutuskan  bahwa  jawaban  kami  benar  maka  kami  akan  memenangkan olimpiade  ini.

Semua  hadirin  tegang  menunggu  jawaban  juri  yang  seakan-akan sengaja  di  perlambat untuk  menambah  ketegangan.

"Betul," jawab salah  satu  Juri.

Alhamdulillah.

Surat untuk YusufWhere stories live. Discover now