duapuluhlima: cerita tentang kak jaemin.

1.7K 330 78
                                    

“namira!”

aduh, sialan!

aku buru-buru menghela nafas, berbalik takut-takut. kemudian menyengir saat bertatap muka dengan si surai biru muda, ia menghela nafas. tersenyum samar.

“saya ada salah?”

eh?

“hah? nggak kok kak!”

“terus kalau saya nggak salah paham, kamu ngehindar ya?”

karena memang seharusnya begitu, kan? tidak ada hak juga aku tetap berada di jangkauan kak jaemin. seharusnya orbitku sudah rusak, kehilangan arah dan alasan untuk terus mengelilingi kak jaemin.

aku menunduk, menatap ujung sepatu. “nggak kok...?”

“itu pertanyaan?” kak jaemin terkekeh menyadari intonasiku dimainkan layaknya bertanya. “lalu saya jawab iya, nami. kamu kenapa hey?”

“nggak apa-apa kok!”

waktu kulihat wajahnya, ia tersenyum lebar. bak disiram larutan penyejuk, tiba-tiba saja wajahnya seperti itu. seteduh itu. memiringkan sedikit kepala, “ngobrol yuk?” katanya kemudian.

dunia pasti sedang iseng.



























kami menghabis sepucuk percakapan dengan segelas es teh manis buatanku, duduk di teras rumah nenek ditemani cakrawala gerimis. namun manis, biru sedikit pucat dilapis.

tahu nggak? kak jaemin bercerita banyak mengenai kehidupannya. dan masih sampai sekarang. tadi dia bilang, ada banyak yang kehidupan bekalkan untuknya, bahkan saat pertama kali mengambil tangis.

seperti misalnya, kehidupan mengajarkan perbedaan.

maka sampai sekarang kak jaemin menjunjung tinggi toleransi. aku sampai bengong waktu dia bilang almarhum papanya masih muslim waktu menikahi si bunda yang adalah seorang hamba kristus.

dibatasi tasbih serta salib, mereka menjalin kasih berlandaskan perbedaan. tak mengurangi setitik sayang meski makian selalu melayang. dipukul mundur oleh barisan keluarga bunda, tak menghentikan papa yang hendak meminang.

kata kak jaemin, hal itu ada baik buruknya. misalnya seperti si bungsu ini, si biru yang sempat kehilangan jati dirinya. mau ikut yang mana?

sudah kenyang dulu di bangku sekolah dasar ia ditanya demikian. oleh orang tua murid yang akhirnya malah menghasut, masuk islam aja dapet thr. atau mungkin kristus selalu nunggu kamu kok.

tahu kok. jaemin tahu setiap tuhan itu adil, maha pemurah, maha memaklumi. jaemin tahu. namun melihat si abang menjalin kasih sampai menikah di atas sajadah, jaemin ingin ada yang menemani bunda jika di masa tua ia ingin pergi ke gereja.

“bunda sempet nolak, tapi saya bilang, bukan buat bunda tapi demi yesus.” kata kak jaemin waktu itu, wajahnya ditimpah terik yang sudah sedikit redup. “tapi bener, saya datang untuk kristus walau awalnya niat untuk bunda aja. lama-lama candu, nami. saya rindu berada di gereja sembari menyanyikan penggalan lagu menyembah. menyerahkan diri pada si maha tahu.”

aku masih sempat-sempatnya malu ditatap lekat oleh si biru. karena dunia harus tahu, jika kak jaemin sudah menatap, hal itu mendatang candu. dalam sekali, aku takut jatuh.

aku nggak tau kenapa waktu itu kak jaemin tiba-tiba bercerita mengenai keluarganya dan agamanya kepada seseorang yang bahkan tidak bisa dibilang dekat. aku bingung.

“saya tahu kenapa kamu menghindar,”

oh.. sial.

aku kelabakan, menoleh sembari membuka mata lebar. sementara si tampan di sebelah sudah menutup netra, tersenyum iseng sekali, merebahkan diri di lantai keramik karena sekarang kita sedang duduk di lantai pula. “iya iya, nggak saya ucap apa, supaya kamu nggak malu.”

diam-diam kuhembuskan nafas, menatap lembayung senja yang kelewat menakjubkan. memeluk lutut, membiarkan kak jaemin hanyut dalam tutupan matanya.

“nami, saya lelah.”

“kenapa kak?”

kaget, kak jaemin yang biasanya tertawa kala itu malah meraut sedih. hatiku tiba-tiba saja berdenyut nyeri, demi tuhan. kak jaemin terlihat menyimpan pilu yang teramat sekarang, dengan air wajah seperti itu, bahkan tanpa memperlihatkan netra redupnya.

“sama semuanya, nggak tau mau bilang kenapanya. cuma.. apa ya? serba salah. saya bingung.”

aku mengangguk diam-diam. saya juga merasa demikian, serba salah katanya. andaikata bisa kubeberkan mengenai perasaan, mungkin dunia sudah kalang kabut ingin memecatku menjadi manusia.

badanku menegang, melotot reflek saat kak jaemin tiba-tiba saja berbicara dengan suara kecil dan teramat rendah.

“jangan kemana-mana ya nami, saya selalu butuh kamu.”

nggak tahu, mau pingsan aja aku.








•••

ini klarifikasi bukan, ya?

semoga kalian selalu senang!

nabastala, jaemin.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang