kedelapanbelas: sudah selesai.

1.2K 329 46
                                    

sudah selesai pembelajaran di sekolahnya, sekarang ini benar-benar libur. aku merebahkan diri, ah ngapain dong, gabut.

lalu keinget, kalau aku keluar, bakal ketemu kak jaemin nggak ya?

kak mark

mau keluar |
tapi takut ketemu kak jaemin |
08.30

| takut ketemu atau takut
keceplosan rindu?
08.30

yaaaaaa |
nggak tahu deh |
08.30

| HAHAHAHA
| mau kujemput?
08.30

pengangguran ya?! |
bercanda |
ayo deh |

08.30

| iya sih sebenernya, gak
ada tugas :D
| kemana? bosen aku cafe
terus, bangkrut dengerin
ceritamu
08.30

keeee mana ya |
taman kota yuk |
08.30

| kukira kamu nggak suka
ramai
| ayo aja aku sih?
08.30

memang enggak |
tapi gak tahu gak mau
kemana |
08.30

| ke sekolah yuk!
| WKWKWK
08.30

gak dikunci emang kak? |
08.30

| kalau dikunci tinggal manjat,
kangen sekolahku euy
| pake celana ya, aku disana
10 menit lagi
08.31


yang namanya mark ini, randomnya bener-bener ada di tingkat paling atas. kalau nabastala masih punya satu tingkat di atasnya, randomnya kak mark ada di atasnya lagi. lihat, dia malah ngajak berkelana di sekolahku sekaligus sekolahnya dulu.

dan sebenarnya aku gak ada niat untuk mandi. cuma bawa tas berisi dompet, sisir, hand sanitizer dan powerbank. lalu keluar.

duduk di teras, dan ngechat kak mark buat bawa kipas portable yang kita beli hasil patungan kemarin. karena yatuhan, hari ini lebih panas dari hari-hari yang lalu. ada kali lima menit aku duduk disini, aku chat si pemuda blasteran itu agar segera menjemput, tak perlu empat menit lagi.

aku habiskan waktu untuk menunggu kak mark dengan cara melamun. aktivitas kesukaanku akhir-akhir ini adalah melamun, kalau tidak ya menatap sibuk.

aku suka bagaimana frasa jatuh cinta mengeluarkan suara, atau bagaimana rajutan aksara patah hati mengembara. di kepala. kepalaku memapah semua bumbu perasaan, tanpa lelah ia mengulang. tentang rasa yang sebenarnya sudah bisa kukatakan usang.

kak mark
aku tinggal belok, sabar (1)

ok, bagus. karena aku tak bisa melihat kak jaemin dengan biru mudanya disini sembari diam dan berlama-lama. lekaslah datang, kak mark. aku akan bersembunyi selama mungkin.

diam, aku perlahan bangkit, menghindari kak jaemin yang telah memakai helm juga bersiap menaiki vespanya.

andaikata semesta tak suka bercanda, pasti arah tujuan kak jaemin bukan menghadap ke rumahku. karena semesta, baru aku bangkit sedetik, ia sudah menatap menelisik. tersenyum ramah, lebar sekali, manis sekali. dan hatiku rindu sekali.

sial.

“ah, halo namira. belum sempat saya ucap kalau saya akan pulang ya?” katanya. tak apa, kak jaemin, lebih baik seperti itu.

“halo, kak jaemin.”

aku sebisa mungkin tersenyum, menahan perasaan sakit. kurapatkan barisan luka yang selalu merakit. pun bibirku terasa tercekit, terjepit.

“sudah lama,” katanya, duduk di atas motor vespa. “terakhir di rumahmu, kan? eh, habis itu kita menjejak di malioboro sebentar deh. perjalanan perpisahan ya itu?”

aku tertawa renyah, “iya, bisa dibilang. maaf saya langsung pulang.”

“nggak apa, semua tindakan punya alasan. dan kamu udah rapih begini, mau kemana?”

“taman kota, kak.”

ia mengangguk, bersamaan dengan mobil kak mark yang nampak. membuka kaca mobil, melihat kak jaemin dengan biru mudanya. aku menghela nafas malu, melihat ekspresi kak mark yang kelewat excited.

“yaampun nggak kepikiran, mau keluar sama kak mark ya?” si biru terkekeh, melirik kak mark yang keluar mobil tanpa disuruh. merengkuh si pemuda yang satunya.

aku lemas sekali. ingin buru-buru keluar dari sini. dari dunia, kalau perlu, semesta raya.

“mau kemana, jaem? udah lama balik ke bandung?” kak mark berbasa-basi, menyampaikan pertanyaan sekedar mengisi hari.

teriknya bandung kali ini, benar-benar bertentangan dengan langit abu-abu di hatiku.

“mau jemput lia, bang. baru hari ini.”

“oooh,” lihatlah si pemuda yang lebih tua itu, melirikku cemas-cemas. aku tersenyum, ah bahkan ekspresiku tak pandai berbohong perihal rasa. “hati-hati lu.”

kak jaemin mengangguk, melirikku lagi. melukis lengkung lagi, biru mudanya terbang dengan si bayu. tertiup angin mendayu-dayu. aku hanya bisa berdiri diam, tanpa ekspresi menarik untuk dipandang.

“hati-hati,” katanya, tak terlalu kencang. akupun hanya menerka lewat mulutnya barusan. lekas mengangguk. “saya duluan, bang, namira.”

namira dari kak jaemin, memang tiada duanya. dengan efek yang aneh diluar nalar. aku tersenyum lagi, semesta. lemas bukan main, ini benar -benar pertemuan tanpa rencana. dan lihat, sudah seperti bencana.

hatiku merana.

nabastala, jaemin.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang