30 | me & my sadness

9.9K 1.6K 47
                                    

JENO baru saja tiba di dorm. Ia tertegun ketika tidak mendapati Jaemin di kamarnya. Chenle tampaknya sudah tidur sehingga tidak dapat ditanya. Sungguh membingungkan. Ini pertama kalinya Jeno merasa menyesal karena tidak tidur di dorm.

"Mengapa ia selalu membuatku khawatir? Dan mengapa ia meminta maaf hanya untuk menangis? Memang menangis itu salah? Ia selalu merasa dirinya melakukan kesalahan. Na Jaemin bodoh." Jeno menggerutu. Ia bahkan bertindak gegabah dengan membuat akun Instagram pada detik itu juga. Eric memberi tahunya bahwa Jaemin menangis di live Instagramnya dan Jeno merasa harus bertindak karena tidak akan ada yang bersedia menolong Jaemin selain dirinya. Ia sudah tahu itu. Jika ada sekali pun, mereka pasti hanya bersedia, tetapi tidak mampu mewujudkan bantuan untuk Jaemin entah karena jarak, kesibukan, atau hal-hal lainnya.

Jaemin tidak mengangkat telepon dan itu cukup menambah kekesalan serta kekhawatiran Jeno. Ia tidak habis pikir mengapa manusia selembut Na Jaemin harus mendapatkan hal-hal yang tidak pantas.

"Dan si bodoh itu selalu saja memikirkan orang lain tanpa pernah memikirkan dirinya sendiri."

🕊️

Jaemin tersentak ketika ponselnya berdering. Sang ibu menelepon dan ia tidak tahu apakah harus mengangkatnya atau tidak. Ia baru saja menangis dan suaranya pasti terdengar aneh. Itu bisa membuat sang ibu khawatir. Akhirnya, Jaemin memilih untuk mengabaikan panggilan dari Taeyong dan sebagai gantinya ia memutuskan untuk mengirim pesan pada ibunya itu.

Maaf, eomma. Karena hari sudah malam maka Nana tidak boleh berisik. Sebagai gantinya, bagaimana jika kita saling mengirim pesan? Bagaimana kabar eomma dan Yoona ahjumma?

Setelah mengirimkan pesan itu, Jaemin mengunci ponselnya dan merebahkan dirinya ke atas kasur yang empuk. Jaemin rindu Taeyong. Ingin rasanya kembali ke pelukan laki-laki cantik itu.

Ponsel Jaemin kembali berdering. Kali ini dari Lee Jeno. Jaemin tidak memiliki keinginan untuk menjawab atau pun menolak sehingga yang ia lakukan hanyalah mengabaikan panggilan itu.

Wajah manis yang sedikit basah karena sisa air mata itu tenggelam setengahnya ke balik bantal yang empuk. Ia terus memikirkan kata-kata Jeno bahwa laki-laki itu tidak akan mempedulikannya lagi, tetapi yang terjadi justru sebaliknya.

Jemari-jemari panjang Jaemin memutar lagu I Started a Joke dari ponselnya, tetapi ia merasa ada sesuatu yang salah jika ia memutar lagu itu. Perasaannya akan semakin tidak karuan jika mendengarkan lagu sedih sehingga ia mengganti lagunya menjadi Me and My Guitar, lagu yang pernah Jeno rekomendasikan untuknya.

Ya, Jeno yang itu. Jeno yang masih saja mempedulikannya dan membuat ia merasa bahwa dirinya telah mengambil lelaki orang lain.

🕊️

Taeyong menghela nafas. Rentetan kalimat yang tersaji di depan matanya belum tentu sebuah kebenaran. Taeyong ingin mengetahui kebenaran tentang Jaemin dengan mendengar suara anaknya itu, tetapi Jaemin malah mengirimkan pesan teks yang membuat Taeyong kurang puas.

"Nak, apa yang terjadi padamu sebenarnya?" Taeyong resah. Tiba-tiba ia berpikir untuk menelepon Jeno. Ya, benar. Ia harus menelepon Jeno.

🕊️

Jeno terbangun karena dering ponselnya sendiri. Ia menggerutu. Baru saja ia memutuskan tidur di dorm, seseorang sudah mengganggu tidurnya.

"Memang seharusnya aku tidur di tempat Yukhei saja." gerutu Jeno sambil bertumpu dengan satu tangannya untuk melihat nama si penelepon. Ekspresinya berubah ketika mendapati bahwa Taeyonglah yang meneleponnya, "Ada apa, ibunya Jaemin?"

"Jeno, aku ingin bertanya tentang Jaemin. Apakah anak itu sudah makan? Apakah anak itu sedang tidur sekarang? Banyak sekali pertanyaanku tentangnya."

"Maaf, ahjumma. Bukannya aku tidak ingin memberi tahu, tetapi aku sendiri juga tidak tahu." Jeno berjalan ke balkon agar tidak mengganggu cecunguk yang tidur sekamar dengannya. Ya, walaupun Jeno kesal terhadap Jisung, ia juga masih memiliki belas kasihan, "Jaemin tidak ada di dorm. Kupikir dia menginap di tempat kawannya? Entah kawannya yang mana."

"Benarkah?" Taeyong terdengar resah.

"Ya. Aku berani mengatakan itu karena beberapa saat yang lalu ia melakukan siaran langsung di tempat yang kurasa aman." Jeno menyisir rambutnya ke belakang, "Apakah Anda ingin aku mencarikannya untuk Anda?"

"Tidak perlu, Jeno. Ini sudah malam. Kau butuh istirahat. Terima kasih. Maaf mengganggu. Aku hanya terlalu mengkhawatirkan Jaemin dan tidak tahu harus bertanya ke siapa lagi karena aku tidak memiliki kontak anggota Boulevard yang lainnya."

"Sama-sama, ahjumma. Jangan khawatir. Aku akan memastikan Jaemin baik-baik saja."

Setelah telepon itu terputus, rasa prihatin langsung menyerang Jeno. Taeyong tidak tahu bahwa anggota Boulevard yang lain sangat geram padanya.

Tetapi, bukankah Jeno harus diprihatinkan? Ia sendiri hanya tahu bahwa anggota Boulevard yang lain sering menyindir dan membentak Jaemin. Ia tidak tahu perlakuan mereka terhadap Jaemin yang lebih dari itu.

🦄

nayanika | nominWhere stories live. Discover now