23 | new

10.4K 1.7K 214
                                    

Banyakin komen aja. Saya sedang tidak percaya diri. Komen ke karyanya (misalkan komen di setiap adegan dalam ff ini), jangan komen ke sayanya (menyemangati, memuji).

 Komen ke karyanya (misalkan komen di setiap adegan dalam ff ini), jangan komen ke sayanya (menyemangati, memuji)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"LUKANYA tidak terlalu parah, masih bisa tertutup oleh make up." jelas Sehun setelah memeriksa luka di wajah Jisung, "Jika kalian bertengkar lagi, kalian akan tahu akibatnya."

"Aku tidak ingin menanggung akibatnya karena dia yang tiba-tiba saja memukulku!" Jisung menunjuk Jeno yang langsung membuang muka.

"Mengapa kau menyerangnya?" tanya Sehun pada Jeno dengan pandangan murka.

"Yah. Aku hanya ingin saja." Jeno mengedikkan bahu sambil menatap ke arah lain.

"Kalau begitu, aku juga akan memukulmu hanya karena aku ingin." jawab Sehun.

"Silakan. Bukankah itu yang selalu Anda lakukan?"

Sehun bangkit berdiri. Jeno juga. Haechan segera memisahkan mereka.

"Ingat. Aku tidak akan memukulmu di wajah hanya karena kau artisku! Aku tidak akan bisa membiayai keluargaku jika wajah-wajah sumber uang kalian hancur." geram Sehun sebelum pergi.

"Aku tidak tahan lagi hidup di dunia penuh drama ini." geram Jeno yang akhirnya memutuskan untuk pergi juga.

"Jeno-ya! Mau ke mana kau?!" jerit Haechan.

"Kau pasti tahu. Kau tak perlu bertanya." jawab Jeno. Ya, Haechan merupakan sahabatnya walaupun sekarang sudah tidak sedekat dulu.

"Kau terlalu sering pergi keluar."

"Yang penting aku tidak keluar dari Boulevard, Haechan-ah."

"Jeno, aku tahu ini berat. Kalian yang bertengkar tak mungkin tidur dalam kamar yang sama malam ini. Kau bisa bertukar kamar dulu dengan Haechan." kata Jaemin. Ia berpikir bahwa tindakannya dapat membuat Renjun senang karena dapat sekamar dengan Jeno, tetapi justru Jenolah yang menatapnya dengan pandangan tak senang.

"Apa?" tanya pria itu.

"Maksudku... Itu sepertinya lebih baik daripada kau harus selalu keluar..." cicit Jaemin. Ia berusaha menahan Jeno agar tidak keluar dari dorm lagi karena sebentar lagi ia yang akan keluar. Jaemin tidak ingin dipandang aneh jika nanti dirinya menghilang dari dorm bersama Jeno.

"Baik. Aku akan tinggal di dorm malam ini." putus Jeno, "Tetapi, aku ingin bertukar kamar dengan Chenle."

Jaemin hanya mampu menunduk ketika Renjun memelototinya. Jeno yang melihat itu segera berkata, "Ada apa? Apakah ada yang salah dengan pilihanku? Apakah aku tidak bisa menentukan pilihanku sendiri? Ayolah. Jangan atur aku di saat aku berada dalam mood yang tidak baik."

🕊️

Mereka berakhir canggung di dalam ruangan yang sama. Kedua laki-laki itu dengan saling membelakangi. Jaemin terus memikirkan apa yang harus ia lakukan untuk memecahkan kecanggungan dan Jeno tampak tidak begitu peduli.

"Jeno-ya."

"Hm."

Jaemin meneguk salivanya sebelum memulai pembicaraan, "Jika aku boleh tahu, mengapa kau jarang berada di dorm?"

"Aku tidak suka memaksakan diriku sendiri."

"Maksudmu?"

"Mengapa kau ingin tahu?"

"Maaf."

"Mengapa kau meminta maaf?"

Jaemin tidak menjawab, "Ke mana biasanya kau pergi?"

"Aku bertemu seseorang."

"Oh."

"Tidurlah."

"Iya." Jaemin menarik selimutnya, "Selamat tidur, Jeno."

"Selamat tidur."

🕊️

Paginya untung saja jadwal Jaemin kosong, begitu pun dengan Felix sehingga laki-laki manis asal Australia itu bisa menemani Jaemin pergi mencari apartemen. Felix menemani hingga Jaemin selesai melakukan transaksi. Jaemin membeli apartemen yang tidak begitu jauh dari dorm Boulevard karena mungkin ia hanya akan menjadikan apartemen itu sebagai tempat untuk tidur.

 Jaemin membeli apartemen yang tidak begitu jauh dari dorm Boulevard karena mungkin ia hanya akan menjadikan apartemen itu sebagai tempat untuk tidur

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Apartemen yang cantik dan bersih." Felix tersenyum ketika melihat penampakan apartemen baru temannya.

"Sepertimu." jawab Jaemin.

"Bukannya sepertimu?" Dan mereka terkekeh bersama.

"Aku akan menatanya lagi nanti. Ini terlalu kosong."

"Tentu saja." Felix tersenyum, "Kau membeli 22 meter untuk dirimu sendiri. Apakah itu tidak terlalu besar?"

"Yah. Aku hanya ingin saja." Jaemin tidak tahu mengapa ia mengikuti perkataan yang keluar dari mulut Jeno kemarin, "Kau bisa tinggal di sini juga jika sedang bosan."

"Benarkah?"

Jaemin mengangguk sambil tersenyum.

"Baiklah. Aku akan mencoba untuk sering mampir, tetapi sayangnya jadwalku sekarang sedang padat."

"Tidak apa-apa."

"Jaemin-ah, sepertinya aku harus kembali karena Black Days harus melakukan Vlive sebentar lagi." kata Felix setelah melihat jam di ponselnya.

"Iya. Kuantar kau sampai keluar."

Dan setelah Felix pergi, Jaemin kembali ke dalam apartemennya, merebahkan tubuh di atas kasur dengan pandangan menerawang ke langit-langit. Apakah hidup seperti ini yang ia harapkan?

🕊️

Sekali-kali minta komen kayak author-author normal pada umumnya ah.

🦄

nayanika | nominWhere stories live. Discover now