15 | i knew you were trouble

11.8K 1.9K 211
                                    

"POKOKNYA kalian hanya harus turun dari mobil dan makan bersama dengan tenang seolah tidak tahu bahwa kamera sedang mengintai kalian." Sehun memberikan petunjuk sebelum kedua laki-laki itu turun dari mobil.

"Baiklah." jawab Jaejun singkat.

"Apa jawabanmu?!"

Jaemin tersentak karena Sehun mengajaknya berbicara dengan nada yang sedikit keras. Ia menganggukkan kepalanya lemah, "Baiklah."

Mereka berdua turun dari mobil dan Jaejun mulai mengajak Jaemin berbicara, "Apakah kau keberatan melakukan ini? Sebenarnya aku juga, tetapi setelah mengetahui bahwa rekanku adalah kau, keberatanku jadi sedikit hilang."

"Aku juga." Jaemin tersenyum, "Bagaimana dengan kekasih aslimu? Apakah ia akan marah padaku?"

"Tidak. Ia bisa berpikir dewasa dan aku telah mengajaknya berbicara juga." Jaejun mengangkat sebelah bahunya, kemudian membuka pintu restoran dan mempersilahkan Jaemin untuk masuk terlebih dahulu.

"Terima kasih." Jaemin tersenyum tulus dan itu tertangkap oleh kamera salah satu media Korea Selatan yang telah bekerja sama dengan agensi mereka.

"Kau ingin makan apa? Biar kutraktir." Jaejun menarik kursi untuk Jaemin dan mempersilakan laki-laki manis itu duduk, "Sepertinya kau tidak sedang dalam mood yang baik."

Jaemin lagi-lagi tersenyum dan berterima kasih, tetapi kali ini senyumannya tampak seperti orang yang tertekan.

"Jika kau keberatan, bagaimana jika kita berhenti di sini?" Jaejun mengelus kepala laki-laki yang sudah ia anggap sebagai adik sendiri.

"Itu keputusan yang sangat berisiko." kata Jaemin lemah, "Mari kita berusaha, hyung!"

"Jangan menangis ya?" Jaejun mendekatkan wajahnya pada Jaemin yang mengangguk sambil tersenyum lemah dan itu kembali tertangkap oleh kamera.

Ah, Jaemin hanya tiba-tiba saja berpikir tentang Jeno. Andaikan Jeno yang sekarang duduk di hadapannya. Tentu saja bukan berarti Jaemin membenci Jaejun, tetapi jika Jaejun adalah Jeno, rasanya pasti akan berbeda sekali.

Jaemin ingin Jeno sekarang juga.

🕊️

Chenle menatap Jaemin heran. Rekan sekamarnya itu terisak di atas kasurnya. Chenle ingin bertanya hanya karena dirinya merasa penasaran, bukan peduli, maka itu ia mengurungkannya. Jaemin juga tidak mungkin mengatakan pada Chenle bahwa dirinya ingin bertemu dengan Jeno sekarang.

Jaemin merasa bersalah. Ia telah mengkhianati Jeno. Kalimat yang diucapkan Jeno setelah penampilan terakhir mereka di tahun itu masih terngiang di kepala Jaemin dan ia semakin menangis karenanya.

"Aku menyukaimu dengan tidak sederhana. Aku melakukannya secara berlebih hingga kurasa aku harus mengungkapkannya padamu. Kau mau atau tak mau, itu urusanmu. Aku hanya berharap agar kau tahu. Jika kau mau, itu merupakan bonus bagiku. Jadi, apa jawabanmu?"

Ingin rasanya Jaemin menerima, tetapi ia memikirkan risiko yang akan diterimanya. Mungkin Jaemin akan menjawab Jeno dengan berita kencannya di awal tahun?

"Berisik. Aku ingin tidur, bukan ingin mendengarkan tangisan hantu di malam hari." Chenle naik ke tempat tidurnya, lalu membungkus tubuhnya dengan selimut.

Jaemin tidak menjawab. Ia mengambil boneka Stitch dan Ryannya, lalu menempatkan kedua benda itu di pelukannya. Jaemin sudah lelah dipaksa-paksa.

🕊️

Senyuman terpatri di bibir ranum itu ketika pagi telah tiba. Akhirnya laki-laki manis itu bisa bertemu kembali dengan ibunya. Jaemin sedang membereskan barang-barang ketika pintu kamarnya terbuka dan Jisung muncul dari baliknya. Hal itu membuat Jaemin tersentak. Ia merasa takut jika harus berada di satu ruangan yang di dalamnya hanya ada dirinya dan Jisung.

nayanika | nominWhere stories live. Discover now