New York, 13 Juni 2018
Hidup sebagai seorang gadis berusia 25 tahun itu sangat menyenangkan selain punya usia legal untuk melakukan sesuatu yang dewasa seperti pergi ke tempat hiburan malam atau minum alkohol, juga menyetir kendaraan sendiri. Itu adalah sebagian hal kecil dari kesenangan yang kau dapat saat dewasa.
Namun bagi Nana menjadi dewasa itu menjadi tak menarik selain ia punya tanggung jawab yang lebih besar dengan tradisi keluarga Kim. Perjodohan dengan bisnis didalamnya.
Sedari kecil saja hidupnya sudah diatur dipersiapkan sedemikian rupa agar tumbuh menjadi gadis anggun yang mempesona untuk menambah nilai jualnya.
Semua anak di keluarga Kim adalah aset.
Upaya dan usahanya memang tidak sia-sia, Nana mendapatkan hal baik itu tumbuh dalam dirinya.
Berbekal gen orang tua yang berasal dari bibit unggul tak salah jika ia mudah tumbuh dengan baik dan membuat iri semua gadis-gadis seumuranya.
Nana jadi pening jika memikirkan itu, padahal ia sekarang tengah bersantai duduk di taman belakang rumahnya. Matanya memandang kearah langit. Sejenak mata mononya terpejam menikmati hembusan angin yang menenangkan.
"Na, ingat minggu depan kau harus menemuinya." ucap ibunya memperingatkan anak perempuan satu satunya itu dengan sedikit tegas.
Sekarang napasnya mendadak terdengar lelah. Nana malas ibunya bahkan telah mengatakan itu ratusan kali. Tentu saja ia muak. "Jika aku bilang tidak juga ibu tetap akan memaksaku untuk menemuinya."
"Turuti Ibu, ini demi nama baik keluarga. Jangan sampai Ibu menyeretmu." Nana memilih diam. Pergi tanpa memandang ibunya, Nana hafal jika berdebat dengan ibunya akan berakibat panjang.
Lama-lama ia muak tinggal bersama orangtua-nya sendiri, sungguh ibunya itu memang keras kepala. Nana muak dipaksa menuruti titahnya terlebih mengurus perusahaan. Ia ingin bebas bertualang dengan caranya sendiri, dengan apa yang ingin dikerjakan juga apa yang menjadi impiannya.
Hidupnya terlalu serius diikat bak boneka 24 tahun belakangan. Belum lagi paksaan untuk perjodohan― muak tentu ia sangat muak. Sampai ia memilih duduk di meja bar sedikit menenggak alkohol untuk menenangkan pikiran yang menekannya.
Ia benar-benar lelah.
"Na, kenapa tak bilang kau kesini."
Lelaki itu dengan santainya memeluk dan mengucup bibir Nana singkat. "Aku sedang ingin sendiri, Sunwo."
"Baiklah, tapi jangan sampai kau terlalu mabuk." ucapnya selagi mengusap pipi Nana lembut
"Em, nanti aku akan menghubungimu."
Sunwo kembali mengecup bibir Nana kembali. Sementara sang dara hanya tersenyum manis kearahnya hingga Sunwo menghilang dari pandangan.
Setelah puas menghabiskan waktu dan menenangkan pikiran-nya Nana kembali ke rumah. Ia mengira saat pulang akan disambut dengan sebuah pertanyaan tentang dirinya yang pergi menghilang hampir separuh hari. Sayang yang ditemui rumah dalam keadaan sepi, bahkan ia rindu saat Seojun dengan cerewet memarahinya.
Ya, sudah lah lebih baik ia tidur. Kepalanya juga terlalu pening terlalu banyak menenggak martini.
Entah sudah berapa lama Nana terlelap. Ia mulai mengerejapkan mata. "Hei, bangun pemalas." ucap Seojun. Duduk dipinggiran kasurnya sambil menguncang tubuh Nana dan menyibakkan selimut tebal berwarna putih itu.
"Pagi!" Suara Nana terdengar serak. Matanya masih menutup.
Nana mencoba menegakkan tubuhnya bersandar di headboard kasur. "Bisakah kau sedikit manis membangunkanku, Setidaknya menyapaku seperti. Selamat pagi." ucap Nana memberengt kesal.
Namun Seojun tidak bergeming memilih meninggalkan Nana yang masih dengan wajah bantalnya. "Cepat bangun aku tunggu dibawah. Ayah dan Ibu menunggumu."
Sebenarnya, keadaan di meja makan tak jauh berbeda dari alam bawah sadarnya. Sunyi hanya terdengar suara denting peralatan makan yang saling beradu. Jangan harap suasana hangat tercipta dengan pembicaraan ringan di meja makan, asal tau saja itu hal tidak sopan, berbicara saat mulut penuh mengunyah nana masih ingat kata-kata itu. Ia sempat mendapat hukuman karena hal itu. Bukan hanya dari ibunya, ayahnya juga demikian.
Nana meletakan sendok garpu ditangan-nya. Harinya kacau, ia juga muak dengan kebiasaan yang hanya menjadi formalitas semata, ia hendak pergi namun kakinya tercekat "Tunggu, Ibu ingin bicara soal permintaanmu tinggal sendiri."
Sungguh Nana tak percaya tanpa perlu berdebat menarik urat atau bersiasat licik, orangtuanya mengijinkan untuk tinggal seorang diri walaupun untuk itu pasti ada syarat yang harus ia penuhi. Tak masalah, selama bukan perusahaan dan perjodohan ia akan menyetujuinya. Lagi pula Nana berhak atas hidupnya sendiri.
Hari keberangkatanya tiba. Dipesawat Nana lebih banyak menghabiskan waktu untuk menonton, meski perjalanan yang ia lalui untuk sampai Seoul hanya membutuhkan waktu satu jam. Tenggorokan Nana terasa kering, baru saja tangannya terangkat di udara, ia terkejut dengan seorang pria yang mengetuk partisi di samping tempat duduknya. "Nona ... sepertinya pasportmu terjatuh."
Dia berbicara bahasa Korea huh, apa ini adalah modus baru untuk mendekati gadis batin Nana
"Maaf, sepertinya anda salah orang." ucap Nana dalam bahasa Jepang
"Periksa pasport mu sekarang, atau kau tidak akan bisa keluar dari imigrasi."
Ah, gila bahkan pria ini bisa berbahasa Jepang dengan fasih juga pekik Nana dalam hati. Dengan malas ia mengambil paspor yang disimpan dalam tas yang terdapat pada kabin pesawat.
Nana membukanya dan betapa terkejut terpampang foto seorang pria. Nana langsung menutup paspornya dan mengembalikannya ke pria tersebut. Malu, bukan main dirinya benar-benar malu dengan sikap cerobohnya. Tadi karena ingin ke kamar mandi untuk mengeluarkan isi perutnya yang terasa mual. Nana dengan asal di saku jaketnya.
"Oh, maafkan aku." ucap Nana menahan mukanya yang memerah.
Pria itu tersenyum tipis. "Lain kali berhati-hatilah Nona Kim."
"Apa kau ingin minum sesuatu? Aku benar-benar minta maaf." Tawar Nana mencoba mengalihkan rasa malunya.
Manik mata pria itu menatap Nana dengan seringainya. "Lain kali saat kita bertemu lagi pastikan kau mengajakku berkencan." Tak lama pria itu menutup kembali partisi kursinya.
Nana kesal, ia dipermalukan. Dan juga ajakan gila untuk berkencan disaat yang tidak tepat.
Awas saja, lain kali jika bertemu ia yang akan memberinya pelajaran. Cih, percaya dirinya itu terlalu tinggi memangnya ia kira Korea itu negara kecil bagaimana bisa dirinya bertemu dengannya lagi? Nana tak mau ambil pusing ia memilih menyiapkan diri untuk mendarat.
YOU ARE READING
Dominate ✔️
FanfictionKim Nana tidak pernah mau berhubungan dengan lelaki lagi. Namun kenyataannya perjodohan adalah sebuah tradisi yang tidak bisa ia hindari. Keluarga Kim hanya punya satu cara membatalkannya yaitu dengan menjalankan perusahaan atau membuka perusahaan b...
