tiga puluh lima; puncak

2.4K 453 68
                                    

Sudah sejak pagi anak-anak SMA Dharma Bakti sibuk mempersiapkan berbagai hal untuk menyambut acara puncak yang hadir hari ini.

Anak-anak yang sedari awal ditugaskan untuk tampil pada acara puncak sudah datang di sekolah sejak pagi. Sekarang ini mereka sedang bersiap di ruang ganti.

"Lo pake kayak gini damage lo bukan main, Rey. Anjir!" puji Yaya yang sekarang sedang berkunjung ke ruang ganti bersama Haje. "Gue tuh selalu suka tiap kali liat penampilan lo pas mau perform dance gini."

"Ya, lo belok? Udah ga suka sama Chandra lagi?!" sahut Haje.

"Ga gitu. Maksud gue tuh--"

"Astagfirullah, gue masih suka sama Janu, Ya."

"Ah, males lah mau muji kalo ujungnya begini." Yaya mengalihkan badan kearah lain. Pura-pura ngambek ceritanya.

"Lo udah liat Janu belum? Anjir dia keren woi pake almamater gitu," ungkap Haje.

Iya, anak-anak OSIS pada acara ini memakai almamater mereka. Haje sendiri mengakui bagaimana wibawanya seorang Janu. Sebagai sesama lelaki Haje minder untuk memujinya. Namun, Janu emang beneran keren.

"Gue belum ketemu sama dia," ucap Resya lemah.

"Lo kenapa sih sekarang kalo ada apa-apa jadi lemah lesu gini?! Males ah gara-gara cinta lo jadi lembek. Ga like gue!" kata Yaya.

"Ga usah sok ngomong gitu, Ya, lo kalo putus cinta kayak mayat hidup. Istilahnya, hidup segan mati tak mau."

"Kalo gue wajar alay gegara cinta gitu, kalo Resya tuh kayak ga cocok aja."

Pembicaraan ketiganya terinterupsi dengan kedatangan Janu juga Lia. Mereka berdua terlihat cocok jalan berdampingan dengan Lia yang memegang buku besar. Iya, cocok sebagai partner kerja, sekretaris dan ketua OSIS.

Tapi, memang keduanya akhir-akhir ini terlihat sering nempel kemana-mana. Tuntutan tugas nderr.

"Mereka berdua cocok ya?" ujar Haje yang seperti memanasi hati Resya.

"Lo mau mati sekarang, Je?!" kata Yaya memperingati. Takut saja kalau tiba-tiba Resya khilaf menonjok wajah Haje.

Haje hanya menyengir lebar dan membentuk peace dengan kedua tangannya. Dalam hati Resya sudah pasrah. Sepertinya Lia dan Janu memang cocok. Toh, lebih baik Lia ketimbang dirinya. Setidaknya, Lia tidak memanfaatkan Janu untuk ajang balas dendam.

"Mereka emang cocok kok. Kayaknya lebih mendingan Janu sama Lia daripada sama gue. Lia kan girlfriend material banget," kata Resya.

"Teross, gitu aja teross! Gini nih ciri-ciri orang yang suka nyari penyakit hati," kata Haje.

Janu dan Lia berjalan kearah anak-anak dance, mungkin akan memberi pengarahan. Resya hanya melihat saja tanpa berniat untuk mendekat.

"Semuanya udah siap?"

Seluruh anak yang ikut tampil, baik tim karawitan maupun tim dance mengangguk. Sudah sejak pagi persiapan mereka. Beruntungnya sekarang mereka sudah siap segalanya.

"Tim karawitan tampil pertama ya, setelah pembaca acara bacain susunan acara. Kalo buat tim dance, ntar kalian keluar selesai gue ngasih sambutan," jelas Janu. "Ada yang ingin ditanyakan?"

Ajun mengangkat tangannya dengan semangat. "Nanti dapet snack-nya jam berapa? Selesai kita tampil atau nunggu jam makan siang?" tanyanya yang langsung mendapat sorakan dari banyak orang. Memang, sejak awal anak itu tak bisa jauh dari yang namanya keanehan.

"Temen lo ternyata ada yang lebih parah dari Yaya, Rey," ungkap Haje disertai kekehan; merasa lucu saja dengan tingkah Ajun.

"Yang jelek-jelek kasih aja ke gue teros!"

mas ketos; end Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang