.8.

2.3K 354 66
                                    

Previous Chapter:

(1) Akal sehatnya berkata, "Kau kebetulan sedang bersamanya dan kalian pernah ke toko buku bersama. Nggak aneh kalau dia mengajakmu keluar lagi. Apalagi kalian sama-sama suka buku. Jangan anggap yang lain~"

(2) Sedangkan imajinasinya histeris bersuara, "Itu kencan! Secara tak langsung dia mengajakmu kencan, Jin! Kau tahu dia punya ribuan orang untuk diajak pergi, kan? Lantas kenapa dia memilihmu yang baru beberapa hari ngobrol? Ini pasti kencan!" [chosen]

  

[...]

  

Tiga hari kemudian setelah percakapan panjang dan aneh Seokjin dengan Namjoon di dalam mobil, secara tiba-tiba kelakuan Namjoon padanya berubah sepenuhnya. Namjoon bukan lagi pria yang menurutnya susah dicapai. Melainkan orang yang ingin dicapai dan beberapa kali berinisiatif mengajaknya untuk pergi keluar bersama, seolah-olah 'memaksa' Seokjin untuk mengenal dirinya lebih jauh.

Jujur saja, Seokjin sebenarnya tidak pernah berharap banyak akan dapat respon sebegitu besar dari Namjoon. Disambut dengan senang hati saja dia sudah bahagia. Tapi, Namjoon membuat hubungan mereka jadi seperti teman yang sudah kenal lama. Padahal mereka baru satu minggu saling bertukar cerita. Bohong kalau Seokjin tidak merasa Namjoon jadi berbeda.

Apalagi saat makan malam waktu itu. Seokjin nyaris gila karena terus menerus mengingat cara Namjoon menatapnya saat bicara di meja makan dan di mobil. Tatapannya yang teduh, suaranya yang rendah namun lembut, dan juga gerakan-gerakan kecil tubuhnya yang membuat Namjoon terlihat berwibawa. Tak sembrono seperti yang selalu dia lihat ketika sedang bersama teman-temannya.

Kata Hoseok, itu cara seorang pria sedang memamerkan daya tariknya.

"Yah, memang cuma seorang Kim Seokjin saja yang bisa memanggil si sibuk Jung Hoseok untuk datang ke apartemennya, malam-malam begini, minta dibelikan makanan pula. Kau tidak dikasih makan sama Namjoon apa?" omel Hoseok sinis dengan kedua lengan menyilang erat di depan dadanya sementara setengah tubuhnya bersandar pada dinding. Tangan kirinya menggenggam plastik berisi cemilan malam yang dipesan Seokjin sebelum datang ke apartemennya.

Seokjin berdecih mencibir. "Kau sibuk apa dengan pakaian tidur, huh? Main solo? Kurangi, Seok. Nggak baik buat kesehatan," omel Seokjin tak mau kalah.

"Kau saja sana yang main solo. Aku punya pacarku untuk diajak bermain," balas Hoseok lebih tak mau kalah.

"Gila."

Seokjin kemudian berjalan menuju Hoseok dan menyambar plastik putih berisi tteokpokki pedas yang dibeli di tempat langganan Seokjin. Hoseok bersyukur tempat itu belum tutup meski sudah hampir menyentuh angka jam sepuluh malam. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana nasibnya yang harus pergi ke toko satunya lagi hanya untuk tteokpokki Seokjin. Jaraknya terlalu jauh dan Hoseok sudah tak kuat bawa mobil ke sana.

"Namjoon benar-benar tak membelikanmu makan malam, huh?" tanya Hoseok mengulangi pertanyaan yang tak terjawab sembari merebahkan diri di atas kasur Seokjin. Ujung kakinya bergerak menyingkirkan lembaran kertas berceceran di dekat kakinya agar tidak terpijak.

Dilihatnya Hoseok dengan tatapan sengit sembari tangan sibuk membuka plastik tipis penutup tteokpokki-nya. "Kenapa pula dia membelikanku makan malam lagi? Aku bukan kucing jalanan yang mengeong ketika lapar dan pergi ketika sudah kenyang."

Permisi? Bukannya sekarang kau sudah seperti kucing jalanan, Jin? Aku membawakanmu tteokpokki, lho.

Hoseok jadi malas meladeni teman ajaibnya ini. Tidak akan ada satupun orang yang bisa mengalahkan pikiran ajaib Kim Seokjin kecuali dirinya sendiri. Iya. Anggap saja begitu.

[END] Space.  |  NamjinWhere stories live. Discover now