.6.

2.4K 375 70
                                    

(WARNING: chapter ini alurnya maju mundur. tapi, sebenernya nggak jadi masalah sih hehe. semoga kalian nggak bingung^^)

  ___________________________________________________

Previous Chapter:

"Di flatku. Kau harus mengambilnya malam ini. Banyak produk yang nyaris tak bisa dimakan lagi karena terlalu lama di kulkas. Jangan khawatir. Aku akan mengantarmu pulang."

"Kudengar kau anggota baru di kelas satu diskusi buku. Aku langsung keluar kelas begitu mendengarnya, tapi aku tak melihatmu di kelas. Kau dimana, Jin? Aku ingin bicara sekalian mengajakmu makan malam. Biar kuhampiri kau sekarang." [chosen]

  

[...]

  

Jae Hwan bukan salah satu social butterfly yang suka menjalin hubungan baru dengan orang-orang asing. Tapi, setidaknya dia punya satu dua teman yang tersebar di setiap kelas ketika masih sekolah menengah atas dulu. Nggak heran, sih, mengingat dia dulu jadi salah satu anggota sepak bola sekolah, jadi dia bisa kenal siswa kelas sebelah.

Anehnya, Seokjin itu dulu bukan siapa-siapa. Dia tidak tergabung ke suatu klub apapun. Dia juga tidak dekat dengan anggota klub sepak bola di kelasnya, Kim Mingyu. Mejeng di lapangan sepak bola juga baru sekali. Tapi, satu kali itu membuat dirinya kenal dengan Jae Hwan yang entah kenapa datang menghampirinya dan menyodorkan tangan untuk dijabat. Minta berkenalan dengan senyum merekah lebar.

"Aku Kim Jae Hwan dari kelas 1-3. Boleh kenalan?"

Gitu katanya.

Seokjin sebenarnya curiga didekati tiba-tiba seperti itu. Dia takut dijadikan bahan taruhan oleh anak-anak iseng yang penasaran bagaimana rasanya berteman dengan 'orang aneh' sepertinya; tidak punya teman dan sendirian. Pun dia tidak berharap banyak saat membalas jabatan tangan Jae Hwan sembari menjawab pertanyaannya dengan nada dingin.

"Kim Seokjin, kelas 1-1."

Jae Hwan serta merta membulatkan matanya dengan ekspresi terkejut luar biasa dan berseru tiba-tiba. "Kelas 1-1?! Kupikir kau anak 1-4. Kau kenal Kim Dong Hwa? Kalian mirip sekali. Aku hampir salah memanggil namamu saat di lorong tadi siang."

Alis Seokjin sontak mengernyit tak suka dan langsung menepis jabatan tangannya dengan kasar. "Apa maksudmu? Kau datang cuma mau memastikan? Kau pikir itu sopan?"

Jae Hwan tidak mengerti kenapa Seokjin tiba-tiba marah dan membentaknya. Dia bahkan tak kuasa mencegah kepergian Seokjin yang meninggalkannya dengan kaki menghentak marah. Jae Hwan sama sekali tidak tahu dimana letak kesalahannya. Dia sampai tidak bisa tidur memikirkannya.

Jae Hwan memutuskan untuk tidak mendekati Seokjin dan melupakan perkenalan singkat mereka kemarin. Tapi, ternyata pertemuannya seperti sudah dirancang oleh takdir. Mereka berdua kembali bertemu di kelas tempat Seokjin belajar karena Jae Hwan punya teman dekat di sana. Tapi, Seokjin bersikap seolah mereka tidak pernah bicara dan mengabaikannya beberapa saat.

"Berhenti mengangguku. Tolong." Suara Seokjin terdengar lemah, merengek untuk dijauhi sembari menyodorkan kembali susu kotak yang baru beberapa detik Jae Hwan berikan untuknya.

Jae Hwan melirik susu kotaknya dan mendorongnya lagi ke Seokjin. "Dengarkan aku dulu. Kau salah paham. Lihat aku, Jin."

Seokjin itu keras hati. Dia tak pernah mau mendengarkan kata orang kalau hatinya sudah menetapkan sesuatu. Bukannya melihat ke Jae Hwan, dia malah menatap ke luar jendela. Bersikap menjengkelkan seolah-olah tidak ada orang di depannya.

[END] Space.  |  NamjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang