27. Strategi

1.8K 226 25
                                    

YOGA

"Kamu mau ke_mana memangnya, Yog?" Kevin bertanya sedih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu mau ke_mana memangnya, Yog?" Kevin bertanya sedih.

Gue pergi dari rumah, buat ngasih pelajaran aja sih buat bocah tua nakal. Toh, as long as Kevin masih mau temenan sama gue meski dia tahu gue gay, gue nggak kesel-kesel amat sama kelancangan mulut Andreas. Tapi dia harus sedikit diomelin Bunda supaya jera.

Setelah tahu gue gay, kalimat pertama yang diucapkan Kevin cukup membuat hati gue terluka. "Meski lo gay, belum tentu lo suka sama gue, kan? Gue sering lihat kok di Facebook. Just because we're gay, doesn't mean we're going to hit on you! Are you that good? Gitu. Gue kan gendut, jelek, clumsy, apa yang lo liat dari gue? Nggak ada. So, we still can be friend, ya kaaaan?"

Gue hanya bisa mengulum senyum kecut. Gue pikir, at least kalo dia tahu gue gay, akan lebih mudah memperlihatkan perasaan gue. Gue ingin Kevin menyadari pentingnya gue dalam hidupnya, lalu jatuh cinta, persis di film-film.

Apa susahnya jatuh cinta sama gue? Gue pasti akan membalas cintanya. Nggak banyak gay rendah hati kayak gue, yang meskipun ganteng tapi nggak banyak persyaratan. Contohnya, meski gue top, tapi untuk orang yang gue sayang, gue nggak keberatan bottoming. Gue nggak nyari yang mulus kayak Sehun, gue mah seadanya aja, nggak muluk-muluk. Kalau bisa sih yang pantatnya gemuk, bisa gue remas-remas selagi ngewe. Lubang pantatnya sempit, menjepit legit kontol gue. Kevin adalah pacar impian gue, bukan Christ yang sempurna, bukan Ken yang jijik saat tau gue gay.

Tapi Kevin Afriandus yang ceria, penuh canda tawa, gendut, lucu, agak ngondek, dan selalu bikin hari-hari gue berwarna.

Gue ingin cowok ini jadi punya gue.

Gue ingin bemesraan dengannya kapan pun gue mau, nyium bibirnya yang kecil kedesak lemak pipi, nyubit pipinya, mendekapnya dalam pelukan gue, mendengarkannya meneriakkan nama gue saat bercinta.

Kenapa lo nggak gay aja, Kev? Kenapa lo nggak sadar kalau lo tercipta buat gue?

"Kamu besok sekolah, kan?"

Gue mengangguk, memperhatikannya menghabiskan milkshake vanila ketiga dalam setengah jam ini.

Salahin aja hati gue yang lemah dengan air matanya. Seharusnya kalo gue kejem dikit dan nggak mendengar cerita Dian, gue nggak perlu merasa bersalah dan ngejar Kevin. Gue bisa bikin dia nelangsa sedikit lagi. Gue bisa membuatnya memohon supaya gue maafin dia dan demi itu dia rela melakukan apa aja yang gue minta.

Kalau saja gue bertahan, saat ini gue pasti lagi slam slam slam! Ngedobrak pantatnya.

"Memangnya kamu pergi sama siapa, sih? Pacar kamu?" Kevin mengaduk sisa milkshake dengan sedotan.

Gue ingin jadi sedotannya, Tuhan. Gue ingin terbenam dalam mulutnya.

"Bukan," jawab gue. "Temen gue yang kapan lalu itu. Yang ke sekolah. Inget?"

Kebetulan, saat gue come up with idea buat ninggalin rumah, Christ nelepon. Gue nggak peduli tangisan dan keluhannya, gue hanya butuh dia menyembunyikan gue aja sementara ini. Pengen aja gue ngerjain balik Andreas. Coba dia akan kayak mana kalau Bunda nangisin kepergian gue? Entah mengapa juga, gue ngajak Kevin ketemuan. Gue mau lihat reaksinya, setelah dia tahu gue gay, apa dia akan cemburu kalo gue punya cowok?

Yes. Gue baru tau, cinta bisa bikin gue memikirkan hal-hal konyol macam ini.

Mata Kevin membeliak, by the way. "Nah aku memang mau nanyain itu!" serunya sambil menjentikkan jari. "Itu mantan kamu kaaan?"

Kalau gue bilang iya, dia akan cemburu kan?

"Iya..." jawab gue, menunduk, memutar sedotan.

"Uuuuw, I know riiight?" katanya senang. Mukanya merona dan dia..., nggak keliatan cemburu.

Sial. Sial. Seribu kali sialan. Masa sih dia nggak ada cemburu-cemburunya sama sekali??? Apa kurangnya gue coba? Masa iya gue perlu gunain cara keras?

"Masalahnya...," manyun gue, mulai mengatur strategi. "Christ ini posesif."

"Really?" Kevin mengernyit. "Ew...! Well, tapi wajar sih. Lo kan ganteng, dia pasti nggak mau sampe lo jatuh ke_pelukan cowok lain!"

Gue langsung mendongak mendengar pendapat Kevin tentang gue. Dia bilang gue ganteng! It means, buat dia, gue good looking dong di matanya? Cowok_straight nggak akan bluntly muji cowok lain, meski itu sahabatnya, kan? Pastilah, dalam kondisi menghibur pun, nggak mungkin mereka menggunakan kata ganteng atau pujian lainnya.

Dada gue membusung karena harapan membumbung. Senyum gue merekah, Ii can't help it! Oh tunggu, misi mustahil ini belum selesai, Ethan Hunt! Jangan keburu senang dulu. Target belum masuk lingkar jebakan. Belum saatnya topeng ditanggalkan.

Gue pasang muka murung lagi.

"Kenapaaa?" Kevin mengelus punggung tangan gue. Oh my God! Tangannya dingin bekas pegang gelas milkshake, tapi hati gue hangat karena sentuhannya.

"Christ posesifnya mengerikan," bual gue, makin mengada-ada. "Kalau gue sama dia, dia nggak akan ngebiarin gue dekat dengan orang lain ...."

"Ya pastilah, Bitch!" ujarnya, ngondeknya keluar. "Kalau sama pacar itu wajar, keleuuus!"

"Tapi gue nggak dikasih hang out sama temen juga...," dengus gue.

"Maksudnya? Even sama gueeeh?" Dia menunjuk dadanya sendiri.

Gue mengangguk lesu.

"Terus? Kenapa lo mesti hubungin dia kalo gitu?"

"Gue nggak ada pilihan lain," kata gue, pura-pura terdesak.

"Kan lo bisa minta bantuan gue aja. Gue ada kok uang, lo bisa pake buat nginep di losmen beberapa hari!" protesnya ngegemesin.

Ya kalo lo mau tidur sama gue di losmen itu sih gue mau, Ndut. Tapi gue menggeleng. "Gue nggak mau lo terlibat masalah gue. To begin with, kan semua ini terjadi karena Bokap gue ngadu ke Nyokap lo. Kalo mereka tahu, mereka akan makin nggak suka lo bergaul sama gue."

Alis Kevin yang semula mengerut, turun. "Iya, sih...," katanya. "Tapi lo nggak akan balikan sama cowok lo itu, kan?"

Yes! Itu artinya dia mulai mikirin gue, kan? Dia nggak mau kehilangan gue. Dia nggak mau berhenti dekat-dekat gue kalau gue balikan sama Christ.

"Gue nggak mau stop temenan sama lo...," lanjut Kevin sebelum gue menjawab pertanyaan sebelumnya. "Lo bilang deh sama mantan lo itu kalo seiyanya lo balikan."

"Bilang apa?"

"Ya bilang dong kalo gue laki, nggak suka laki, gue straight, gitu."

"Emang lo pikir gue nggak laki?" Gue tersinggung, meski gue tahu maksud Kevin nggak gitu. Mukanya langsung tremor, persis kayak kalau dia dapat giliran lompat galah.

"Maksud gue nggak gitu, ih, sensi amaaat...," katanya panjang di akhir kalimat. "Maksud gue biar mantan lo nggak insecure gitu kalo tahu kita nggak bakalan ada apa-apa!"

Nggak bakalan ada apa-apa?

Shit.

Dia ini bukan cuma lucu, sih, tapi bloon juga. Mesti kayak mana lagi gue nyetirnya biar dia paham, sih?!

The Last Of The Famous PlayboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang