Alysha 5.1

28 3 0
                                    

Malam-malam kini berlalu tanpa ketenangan
Malam-malam kini berlalu penuh kecemasan
Kau datang tapi anehnya aku tidak pernah merasa senang

Maaf, Mama

Aku tidak salah tapi kurasa aku harus mengatakannya
Dan kumohon jangan pernah datang lagi ke mimpi Alysha
-A-

Aku menatap kosong kolam ikan yang satu persatu penghuninya mulai meninggal. Sejak kepergian Ayah, rumah perlahan kehilangan kehangatannya. Tawa tiap pagi perlahan berkurang frekuensinya. Mama pergi tiap subuh dan pulang saat petang. Ikan kesayangan ayah kehilangan selera makan, atmosfer rumah berubah total, dan halaman belakang rumah, yang masih menyisakan jejak kehidupan ayah, tetiba menjadi tempatku menghabiskan waktu.

Sudah dua tahun aku menjalani homeschooling. Sejak Ayah pergi, aku dilarang sekolah di luar. Aku sendiri tidak tahu kenapa, padahal sebelumnya semua baik-baik saja. Aku tidak diberi alasan.

"Kalau Mama bilang enggak ya berarti enggak, Ica," kata Mama di suatu malam saat aku kembali bertanya alasan mengapa aku dilarang sekolah di luar. Mama beranjak dari kursinya, meletakkan piring kotor untuk kucuci, lalu masuk ke kamar dalam diam.

Iya, sejak kepergian Ayah, sifat mama perlahan berubah mengeras. Tidak ada lagi diskusi setelah makan malam, tidak ada lagi duduk-duduk di beranda saat senja, dan aku tidak lagi punya tempat bercerita.

"Neng Ica, mbak pulang dulu ya." Sebuah suara membuatku tersadar dari lamunan. Itu Mbak Asih, dia datang setiap hari untuk membereskan rumah dan pulang saat semua dirasa telah pada tempatnya.

Aku berdiri dari kursi dan mengantarkan Mbak Asih sampai ke gerbang depan. "Makasih ya Mbak, hati-hati di jalan."

Mbak Asih melambaikan tangan sebelum mengayuh sepeda dan aku yang menutup gerbang rumah, kembali masuk dalam duniaku, melupakan semua warna di luar gerbang. Aku tidak berani keluar sebab mama melarang.

Minggu depan usiaku tepat 17 tahun. Aku tidak berani berharap lebih. Pesta, kado, bahkan ucapan selamat pun tidak berani aku bayangkan, sebab Mama pasti lupa, kurasa.

Dentang jam tua di ruang keluarga mengisi sunyi dalam rumah. Pukul enam sore, seharusnya Mama sudah pulang.

Aku menghangatkan makan malam yang telah dimasak Mbak Asih sebelumnya. Tidak lama setelahnya suara gerbang dibuka perlahan, itu pasti Mama.

Aku berlari kecil menyambutnya, membawakan tas kerja dan menanyakan hal-hal klise pada umumnya. "Mama capek? Makan malam udah aku angetin, setelah Mama mandi, aku tunggu di meja makan ya."

Mama tersenyum kecil, mengusap rambutku, dan berjalan ke kamarnya sementara aku kembali ke dapur.

Tidak banyak percakapan yang terjadi selama kita makan. Tidak juga setelahnya. Mama hanya memastikan bahwa aku bisa menangkap semua pelajaran lalu kembali masuk ke kamar yang sekaligus ruang kerjanya.

Mama bekerja di sebuah kantor notaris, jika kalian bertanya. Meskipun sering bekerja hingga larut malam, tapi bayarannya sepadan untuk hidup kami berdua, mengupah Mbak Asih, dan membayar biaya homeschoolingku. Jadi, meskipun beberapa kali sudah kuminta Mama untuk mencari pekerjaan lain, ia menolak.

***

Hari ini aku tepat berusia 17 tahun. Seperti yang sudah kuduga, Mama tidak ingat, apalagi Mbak Asih. Sejak kepergian Ayah, hari ulang tahun bukan lagi menjadi hari yang spesial. Ia sama seperti hari sebelum dan setelahnya, tidak perlu dirayakan.

AlyshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang