Alysha 2

54 4 0
                                    

Jika ini purnama terakhirku, izinkan aku untuk sesukaku
Memaksa dirimu yang bukan siapa-siapaku untuk duduk denganku
Menatap langit malam yang cerah tanpa awan
Hingga aku menutup mata
Hingga akhir dari usia
-A-

Seorang gadis berperawakan mungil tengah duduk memandang langit. Persis dengan rentetan kata dalam sajak yang baru saja ia baca di sebuah cerita. Namun sayangnya, dia sendirian. Sebenarnya dia tidak suka bagaimana tokoh 'aku' dalam cerita itu memaksa seseorang yang bukan siapa-siapanya untuk menghabiskan waktu dengannya.

Kisahnya klise. Alur yang sudah sering diceritakan di berbagai buku, namun tetap saja ia suka. Padahal ia sudah tahu persis bagaimana endingnya, tapi tetap saja ia baca.

Alysha Radinka. Duduk sendirian di tengah taman rumah sakit dengan infus yang masih setia berada di sisinya.

Alysha menghela napas. Menyayangkan takdirnya yang sedikit mirip dengan buku yang baru saja ia baca. Mereka sama-sama sakit. Namun bedanya, Alysha sudah dinyatakan sembuh dan 'bersih' sementara tokoh di bukunya harus kalah dari penyakit.

Alysha berdiri, selapis jaket tak cukup untuk menghalau dinginnya angin tengah malam.

Ia mendorong infus dengan perlahan, menatap bulan untuk terakhir kalinya, sebelum benar-benar masuk ke dalam gedung yang didominasi warna putih itu.

Besok ia akan pulang. Dan akan memulai kembali hidupnya yang sempat terjeda.

***

"Alyshaaa!" seru dua orang sahabatnya ketika melihat kedatangan dirinya.

Sebuah pelukan menyambut paginya di gerbang sekolah.

"Jangan di sini kenapa sih, malu diliatin tau," gerutu Alysha pada dua sahabatnya yang mungkin persediaan malunya sudah habis.

"Kita kan kangen," ucap Raras sembari mengikuti langkah Alysha ke kelas mereka.

"Jadi? Lo udah.." ucapan Sinta menggantung. Mengerti apa yang dimaksudkan, Alysha mengangguk.

"Gue clean," ucap Alysha dengan bangganya.

"Aaaa senangnyaaa," ujar Sinta dan Raras bersamaan.

Alysha vakum dari sekolahnya selama satu semester. Waktu yang lebih cepat dari perkiraan.

Itu artinya dia harus segera menuntaskan nilai di semester lalu. Dan tentunya bulan-bulan ini akan menjadi bulan yang sibuk baginya. Tapi Alysha tak terlalu memikirkan hal itu, sebab dia memiliki dua orang manusia yang tidak pergi bahkan disaat terburuknya.

"Eh, ada murid baru. Ganteeeng." Raras berucap dengan antusias.

"Iya, sumpah ganteng. Atlet lagi." Sinta menambahkan.

"Anjir, gue kepo," ucap Alysha sembari mencoba membayangkan.

"Eeeh itu dia, liat liat." Raras menunjuk seorang lelaki yang berjalan membelah lapangan. Dan benar kata sahabatnya, dia tampan.

Alysha tidak menanggapi apapun, hanya terdiam sembari matanya terus mengekori pria itu. Sosok itu tidak hanya tampan, namun juga berkarisma. Belum lagi cara ia melenggang, caranya menata rambut, atau sorot mata tajam dibalik bingkai kacamata hitam yang hanya fokus pada jalanan. Seolah tidak menyadari bahwa sebagian siswi memandangi sosoknya. Padahal aku sangat tahu, dia menyadari bahwa dirinya menjadi pusat perhatian, dia hanya... tidak peduli. Seolah tatapan tatapan kagum yang menghujani dirinya sudah biasa ia dapatkan.

AlyshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang