"Pak!" Panggil seseorang dari belakang kami.
Kami serentak menoleh ke belakang, ada empat orang lelaki seumuran Ayah yang menghampiri kami.

"Bade ka lebet?" (Mau masuk?)
Tanya salah seorang, ia mengenakan kaus merah cerah dan jaket bomber hitam.

"Apa?" jawab kami.

"Mau masuk ke dalem?"
Sambung lelaki lain yang mengenakan kaus klub bola.

Ayah membalas,
"Oh... Iya, tapi–"

Dar! Dar! Dar-dar-dar-dar!
Bunyi tembakan khas pistol terdengar dari sisi lain bangunan, Aldi telah menginisiasi serangan.

"Itu Aldi, ayo masuk sekarang aja!"
pangkas Ayah.

"Pak! Ikuti kita aja hayu!"
Ajak Baron pada empat lelaki tadi. 

"Fokus sama sisi masing-masing ya, kiri ke kiri, kanan ke kanan,"
Pesanku membagi fokus serangan, Ayah dan Arfan bagian mengamankan sisi kiri bangunan, Baron dan aku sebaliknya.

Kami saling menatap.
"Sekarang!"
Ujar Ayah dengan suara pelan,
kami membalasnya dengan menganggukan kepala.

BRAK!
Aku dan Baron mendobrak kedua pintu masuk yang menyatu.

"Masuk, masuk!"
ujarnya.

Ayah dan Arfan segera masuk, keempat lelaki tadi menyerobot masuk tanpa menungguku dan Baron. Bangunan ini panjangnya sekitar 20 meter, dan pintu masuk utama membawa kami pada sebuah lorong. Terdapat dua pintu ke ruangan di sisi kiri dan kanan lorong, dan satu pintu kaca di ujung lorong.

"Cek ruangan-ruangan dulu, baru kita masuk ke ruangan ujung,"
ujar Ayah.
"Pak, cek dua ruangan yang di sana ya."
Pinta Ayah pada keempat lelaki, sambil menunjuk ke dua pintu ruangan di dekat ujung lorong.

Aku bersama Baron mendekati pintu ruangan di sisi kiri, seraya Ayah dan Arfan mendekati pintu kanan.
"Bar, gue buka lo yang masuk bisa kan?"
bisikku.

"Bisa-bisa."

"Tapi lo harus cepet. Kalau ada orang dan lo lambat, lo yang ditembak,"
ujarku.

"Siap Bar?"
Kataku sembari memegang gagang pintu di sisi kanan bangunan, sementara Ayah dan Arfan melakukan hal yang sama.

Gumprang!
Aku menoleh ke belakang, kaca pintu di ujung lorong pecah oleh sesuatu.

Ting.
Sebuah granat bulat berwarna hijau mendarat di dekat keempat lelaki yang berada di dekat ujung lorong.

"MINGGIR BAR!"
Aku bergegas masuk ke dalam ruangan, mendorong Baron yang baru melangkah masuk.

DUAR! Tak-tak-tak-tak-tak-tak!
Granat itu meledak, pecahan logam berterbangan ke seluruh lorong menghasilkan rentetan suara serupa petasan.

"Awas Ri!" ujar Baron.

Brug!
Pintu ruangan ini terlepas dan hampir menimpaku, engselnya hancur terkena serpihan granat. Sudah jelas jenis granat yang dilempar polisi adalah Fragmentasi, ledakannya tak seberapa namun di dalamnya terdapat butiran pelet yang akan berterbangan dengan kecepatan tinggi ke segala arah.

Jeritan orang terdengar dari ujung lorong.

(Suara langkah kaki)

Dar! Dar! Dar! 
Tiga kali tembakan berjeda terdengar, aku segera bangun dan menuju pintu.

Aku memunculkan sebelah kanan tubuhku beserta senapan AK dari pintu, seorang polisi sedang menodong lelaki berbaju klub bola yang terluka di ujung lorong. Ia menatapku, wajahnya berubah panik.

Era Yang MatiWhere stories live. Discover now