Seventh

3.7K 526 124
                                    

Alam heran saat menatap Dean yang begitu melihatnya langsung berasa dikejar setan. Bayangkan saja saat di lorong sekolah Dean asyik berjalan santai, namun begitu melihat Alam, lelaki itu langsung balik badan bubar jalan.

Lelaki berambut hitam legam itu yakin, sangat yakin kalau-kalau Dean menghindarinya sejak kejadian di kamar Deandra—yang mana ia tak sengaja mendengar curahan hati Dean pada Titi.

Sehari setelah kejadian itu, Dean mengambil Titi pagi-pagi sekali tanpa membangunkan dirinya. Lalu, Dean mengganti password apartemennya, tak pernah membukakan pintu jika itu Alam—Alam tahu Dean ada di tempatnya, tapi kemungkinan tak membuka pintu setelah mengintip di lubang kecil tiap pintu apartemen—tak mengantarkan Titi pula, seolah mengambil hak asuh Titi secara paksa.

Oke, hak asuh terdengar seperti Alam dan Dean adalah dua orang yang sehabis bercerai dan memutuskan dengan siapa si anak akan tinggal.

Kembali ke topik. Setelah mengambil Titi, Dean tak pernah mau berhadapan dengannya. Bahkan Dean sudah dua hari berturut-turut absen dari ekstrakulikuler yang keduanya ikuti.

Apa-apaan anak itu? pikirnya.

-

Tapi berbeda dengan sore ini, tepat hari keempat setelah menjauhnya Dean dari jangkauan Alam.

Tiba-tiba saja Dean memencet belnya dengan membabi buta, pun menggedor pintu apartemennya dengan agresif.

"Lo kenapa, Yan?"

Baru membuka pintu sudah ditampakkan pemandangan mata Dean yang dibanjiri air mata sambil menunjukkan kucing kecil lusuh di kedua telapak tangannya.

Di sana terdapat Titi, si kucing mungil yang meringkuk lemas dengan telinga dinginnya. Saat dicek oleh Alam, syukurlah sang kucing putih masih hidup walau ringkih.

"Titi, Al ...," lirihnya menatap wajah Alam dengan sedih.

Di saat seperti ini, otak Alam malah berpikir lain. Demi apa pun, pemandangan Dean merengek, menangis, mata berkaca-kacanya adalah hal yang sangat susah diabaikan, juga susah diatasinya. Biadab sekali Alam ini.

"Alam, Titi!" ulang Deandra lagi, merasa kesal karena Alam bukannya mengambil langkah cepat justru malah melamun memandangnya.

"Ah, iya!" Alam tersentak dari dalam pikiran terawangnya, "Kita ke dokter sekarang."

Pria tinggi itu sebelum masuk ke apartemennya untuk mengambil kunci motor dan jaket, ia menyempatkan diri untuk menghapus air mata Dean yang masih mengucur walau tak deras.

"Jangan nangis, Dean."

-

"Alam, gue takut Titi mati," cicit Dean saat keduanya di ruang tunggu—sedangkan Titi sedang diperiksakan oleh dokter-depan ruangan Titi diperiksa.

Sebenarnya untuk pemeriksaan hewan, pemilik tak apa menunggu di dalam sembari melihat pemeriksaan. Hanya saja Dean takut melihat Titi yang hanya terdiam pasrah saat diapa-apakan oleh sang dokter hewan. Ia takut teringat dengan kematian Renren yang kejang di depan matanya sendiri, di ruangan yang sama pula.

Sedikitnya kematian Renren masih menjadi mimpi buruk baginya.

"Titi bakal baik-baik aja," kata Alam. Pria itu juga memilih untuk menemani si pendek di sini, menenangkan lelaki bersurai kecokelatan ini. Selalu.

Cat LoversTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang