Bab 17 (Akhir - Velis PoV)

21 3 0
                                    

Aku terjebak di antara persahabatan dan cinta. Mana yang harus kuutamakan?

***

Kejadian kemarin pagi, meninggalkan luka tersendiri untukku. Tak kusangka Darial bisa setega itu. Ya, aku memang salah. Tapi tak harus sampai segitunya, kan? Aku tahu dia pun tak mencintaiku, tapi setidaknya bisa menghargai perasaanku, kan? Saat ini, aku tak butuh lagi balasan cintanya, tidak. Aku cukup paham kata-katanya. Dia menganggap cintaku sebagai obsesi semata. Ya secepat itu penilaiannya. Seorang Darial Angkasa menjadi cepat menyimpulkan hanya karena cinta. Bodoh. Logikanya entah pergi ke mana.

Aku kembali merapikan bajuku ke dalam koper, satu jam dari sekarang adalah jadwal penerbangan untuk pulang ke Jakarta. Ya, tidak ada yang bisa kulakukan lagi di sini. Karena kesalahan setitik, semuanya jadi hancur. Liburan di Jogja yang kupikir akan membuatku bahagia, malah sebaliknya. Rencana Tuhan memang penuh kejutan.

Pintu kamarku diketuk dua kali, tak perlu mempersilakan masuk, karena tahu siapa yang datang. Rosi menarik koper berwarna abu-abu miliknya dan menghampiriku. Dia tersenyum palsu, kutahu itu. Dia hanya berusaha terlihat tegar, agar bisa menguatkan diriku untuk saat ini.

"Masih banyak lagi, Vel? Mau kubantu?"

Aku ikut tersenyum palsu dan menggeleng sekali kepadanya. "Nggak perlu, Ros. Bentar lagi juga selesai, kok."

Aku segera memasukkan baju terakhir ke koper merah marunku. Lantas menutup resletingnya. Semua sudah siap. Aku akan kembali ke Kota Jakarta yang padat kendaraan lagi. Ya, memang seharusnya aku berada di sana saja. Tempat itu cocok untukku.

"Ayo kita pergi ke bandara, Ros. Aku udah siap."

Rosi terlihat mengangguk, dia lantas menggandeng tanganku keluar dari kamar. Aku hanya menurut, mengikuti ke mana langkahnya pergi. Tapi baru beberapa langkah, Rosi membelokkan kaki ke sebuah kamar. Lily. Untuk apa harus kemari dulu?

"Hai, Ly," sapa Rosi dengan senyum semringah. Lily terlihat sedang sibuk dengan ponselnya. Mendengar suara Rosi, gadis itu sedikit terlonjak kaget. Dia menatap kami lurus-lurus, setelah itu menyunggingkan sebuah senyum yang janggal, menurutku.

"Halo, kalian sudah mau kembali, hm?" tanyanya sambil beranjak dari ranjang, menghampiri aku dan Rosi yang berada di ambang pintu.

"Iya, aku dan Velis akan segera pulang ke Jakarta. Nggak mau sekalian ikut dengan kami, Ly? Semua udah berakhir."

Tak kusangka, Rosi akan berkata demikian. Kualihkan atensi ke Lily, ekspresi gadis itu masih sama. Senyuman janggal tak luntur dari wajahnya. Gingsulnya terlihat, tetapi bukannya memberi kesan manis, malah aneh menurutku. Ya, Lily cukup misterius.

"Semua belum berakhir, Ros. Dewi belum sembuh. Lagi pula, Darial sendiri yang memintaku tetap di sini."

"Kamu bisa menolaknya, Ly. Kamu tentu tidak lupa hal itu, kan?" sanggah Rosi kembali. Saat ini, aku hanya menjadi penonton untuk mereka berdua.

"Sayang sekali, aku tidak mau menolaknya. Aku masih mau di sini, Ros. Kamu dan Velis saja yang pulang ke Jakarta," jawab Lily dengan gampangnya. Gadis itu bersendekap tangan sembari menatap kami dengan senyumannya.

Rosi terlihat geram, aku mencoba meredakannya. Kugenggam tangannya erat-erat. "Udah, Ros. Kita pergi saja. Pesawat udah mau berangkat 45 menit lagi."

Di Balik Wisata Jogja (PROSES TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang