Bab 12 (Ketidaksengajaan)

14 2 0
                                    

Haruskah aku membunuhnya, Sayang? Tidak secepat itu. Aku ingin dia menderita lebih lama lagi.

***

Seminggu kemudian, keadaan kaki Dewi bukannya membaik, malah semakin parah. Gadis itu yang diprediksi akan bisa berjalan setelah seminggu meminum obat dengan rutin, justru terbaring lemah di atas ranjang. Tatapan matanya sering terlihat kosong. Seperti kehilangan semangat hidup.

Ucapan Darial tempo lalu, terngiang di pikirannya beberapa kali. Meski dia belum menjawab, dalam hati Dewi sudah bahagia luar biasa. Perasaannya tidak bertepuk sebelah tangan. Terbalas.

Suara ketukan pintu terdengar, disusul bunyi decitan. Dewi melihat Darial, Reano dan juga Velis masuk ke dalam kamar.

"Kalian tidak jadi pergi?"

Mereka bertiga terdiam, lalu menggeleng dalam waktu yang hampir bersamaan. Mereka mengambil tempat duduk di sebelah Dewi, di bagian ranjang yang masih kosong.

"Pergi aja sih nggak apa-apa. Nanti liburan kalian bakal sia-sia kalau cuma nemenin aku di kamar aja. Iya, kan, No?"

Reano menatap Dewi sebentar, lalu mengangguk tak semangat.

"Nggak apa-apa, nunggu kamu sembuh aja biar bisa pergi sama-sama." Darial menyahut, pemuda itu menatap kaki Dewi yang diperban. Miris. Hatinya serasa sakit.

"Udah minum obat, Wi? Aku ambilin dulu. Udah masuk waktunya, kan."

Velis bangkit dari duduknya, melangkah menuju meja yang tak jauh dari ranjang. Meraih kantong plastik yang berisi obat-obatan Dewi, tak lupa dengan segelas air putih.

"Nih, kamu minum dulu. Udah makan, kan?"

Dewi mengangguk sebagai jawaban. Sebelumnya tadi, Lily sudah datang untuk menyuapinya. Gadis itu membelikan bubur tadi. "Udah kok, Vel. Makasih, ya."

Melihat sikap Velis saat ini, sebenarnya Dewi merasa sedikit aneh. Gadis itu awalnya terlihat tidak menyukainya, dulu. Tapi sekarang, sikapnya sudah berubah manis. Bahkan, terkesan sangat baik kepada Dewi. Memang, tak ada yang perlu dipikirkan sebenarnya. Sikap orang bisa berubah kapan saja, kan?

"Kalian pergi aja. Nggak papa beneran. Kalau kalian tetap di sini, nanti aku yang marah. Lagi pula, kalian mau mengunjungi banyak tempat di Malioboro, kan? Nggak usah buang-buang waktu. Kalian siap-siap aja."

"Tapi, Dew--"

"Nggak ada tapi-tapian. Reano tahu tempat-tempat yang bagus di sana. Oke, kalian pergi sekarang."

Tak ada yang membantah lagi. Mereka dengan langkah terpaksa keluar dari kamar Dewi. Meninggalkan gadis itu sendiri.

***

"Ros, kamu beneran nggak mau ikut?"

Rosi menggeleng pelan. Wajah gadis itu terlihat sedikit pucat pasi. Jaket abu-abu kebesaran pun tak lepas dari tubuhnya sejak semalam. Selimut tebal juga tak tertinggal.

"Lily di mana? Dia ke mana?"

Velis menolehkan kepalanya ke kanan kiri, tak melihat keberadaan Lily saat ini. Ke mana gadis itu? Tak biasanya.

Di Balik Wisata Jogja (PROSES TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang