Bab 10 (Masalah Pelik)

14 2 0
                                    

Rencana terakhir. Kamu akan mencintaiku, dan dia yang mencintaimu akan kamu benci. Bukanlah hidup ini sangat menyenangkan, Darial Sayang?

***

Velis dan Rosi celingukan, mencari di mana posisi Darial duduk. Pemuda itu tadi mengirim WhatsApp ke grup mereka berempat. Meminta mereka segera datang ke kafe. Setelah mencari agak ke dalam, akhirnya mereka menemukan Darial yang sedang bertumpu tangan di atas meja. Pandangannya lurus ke depan, entah melihat apa. Velis dan Rosi segera menghampiri.

"Udah nunggu lama, Dar?"

"Enggak, kok. Barusan aja. Duduk dulu, Vel, Ros."

Velis dan Rosi menurut, kedua gadis itu duduk di sebelah kanan dan kiri Darial. Belum ada pembicaraan, hanya hening. Sampai ada satu orang waiters yang datang, sembari membawa buku menu di tangannya.

"Mau pesan apa, Mbak, Mas?"

"Jus melon satu," jawab Velis segera. Tenggorokan gadis itu terasa kering. Sejak di apotek tadi, sebenarnya dia sudah menahan haus.

"Jus lemon satu ya, Mbak." Rosi terdiam sebentar, lalu menolehkan kepalanya ke arah Darial. "Mau pesen apa, Dar?"

Darial terdiam, belum menjawab. Lima detik kemudian baru membuka suara untuk menjawab, "Kopi campur susu panas."

"Baiklah, saya ulang pesanannya, ya. Jus melon satu, jus lemon satu, kopi campur susu panas satu. Sudah itu aja, Mbak, Mas?"

"Iya, itu dulu aja, Mbak. Kami juga masih nunggu temen satu."

Waiters itu mengangguk paham, dengan sopan ia mengundurkan diri.

"Hai, maaf telat."

Lily datang dengan napas sedikit tidak beraturan. Rambut gadis itu juga terlihat berantakan, mungkin karena berjalan terburu-buru tadi. Gadis yang mempunyai gingsul di sebelah kanan itu menarik kursi di depan Darial, mengipasi wajah dengan tangan kanannya sendiri. Setelahnya, dia menatap ke arah Rosi, Darial dan Velis yang saat ini kompak menatapnya dengan intens. Ada yang salah?

"Kenapa kalian lihatin aku begitu? Ada yang salah?"

Rosi menggeleng, dia memajukan sedikit kepalanya ke arah Lily. Menatap gadis itu makin tajam. "Dari mana kamu? Kenapa baru datang? Dan tadi ke sini lari?"

Lily menegapkan posisi duduknya, menggigit bibir tipisnya sendiri. Gadis itu terlihat ragu saat ingin menjawab. Takut salah bicara.

"A-aku tadi ketemu sama seseorang dulu, Ros. Makanya telat. Dan iya, aku lari tadi. Takutnya kalian nunggu lama," jawab Lily dengan pelan. Nyaris seperti bisikan. Rosi yang mendengar hanya membulatkan bibirnya membentuk huruf O. Gadis itu menjauhkan kepalanya, dan terseyum lebar.

"Santai aja kali, Ly. Kan aku cuma nanya, haha."

Sebenarnya, tidak ada hal yang lucu. Hanya Rosi yang tertawa, tiga temannya yang lain hanya diam saja. Aneh.

"Jadi, apa yang pengin kamu bicarain sama kami, Dar?"

Velis bertanya dengan pasti, gadis itu menyangga dagu dengan tangan kiri. Menunggu jawaban Darial. Yang ditanya belum kunjung menjawab, pemuda itu malah membuang napas dengan cukup keras. Membuat ketiga sahabatnya mengernyitkan dari.

"Ada apa, Dar?"

Lily juga mengulang pertanyaan Velis tadi. Dia juga ingin segera tahu apa yang akan diberitahukan Darial kepada mereka. Penasaran, lebih tepatnya.

"Kamu nggak jawab dalam satu menit, kami pulang aja deh, Dar. Buang-buang waktu aja," ucap Rosi dengan kesal. Gadis itu tidak mau menunggu lebih lama lagi.

"Sebelumnya, aku mau cerita soal seseorang yang mengikuti aku beberapa bulan yang lalu. Entah ini perasaan aku aja atau bagaimana, sampai di Jogja aku juga masih merasa diikuti." Darial berhenti sejenak dari penjelasannya.

"Dan aku ngerasa, kecelakaan yang menimpa Dewi kemarin bukan murni tabrak lari. Itu disengaja. Dan dilakukan sama orang yang sama, yang mengikuti aku setiap harinya."

Semua terdiam setelah mendengar penjelasan Darial. Entah kenapa pemuda itu baru mengatakan hal seperti ini sekarang. Padahal, kejadiannya sudah cukup lama. Dan, tabrak lari yang direncanakan? Apakah memang seperti itu?

"Kamu udah ada bukti?" tanya Lily pada akhirnya.

Darial menggeleng lemah. "Belum."

"Kalau belum ada bukti, itu namanya tuduhan, Dar. Kecelakaan Dewi kemarin menurutku juga murni tabrak lari. Kan memang sering terjadi yang begitu, orang menyeberang dengan keadaan nggak fokus, dan mobil yang melaju kencang tanpa hati-hati. Kurasa, kamu sedikit berlebihan jika menghubungkan kecelakaan Dewi dengan orang yang mengikuti kamu selama ini."

Velis menyampaikan pendapatnya dengan panjang lebar, setelahnya gadis itu beranjak dari tempat duduk. Mengambil tas selempangnya yang ada di atas meja. "Aku pulang dulu. Tiba-tiba, badan aku nggak enaka."

Lily, Rosi, dan Darial hanya menatap gadis itu dengan sedikit aneh. Kenapa dia jadi sensitif sekali?

"Yaudah, Dar. Omongan Velis juga nggak sepenuhnya salah, kan. Kita harus cari bukti dulu sebelum menduga-duga. Dan kayaknya, Velis itu cemburu berat sama Dewi, jadi tolong jaga sedikit perasaaan dia ya. Jangan ngomongin cewek lain pas ada Velis. Kamu bisa?" tanya Rosi dengan pasti, dia tahu perasaan Velis terhadap Darial. Sudah sejak lama. Rosi tak ingin sahabatnya itu sakit lebih banyak lagi.

"Oke, maaf."

Setelah Darial mengatakan hal tersebut, keheningan kembali datang. Mereka terlarut dalam pikiran masing-masing. Entah sampai kapan mereka duduk dan diam dalam kafe. Yang pasti, sampai seorang manager menemui mereka. Mengajak bicara sebentar, dan akhirnya mereka bertiga keluar dari kafe. Pulang. Ya, badan mereka butuh istirahat saat ini. Masalah ini bukan hal yang sepele.

***

Hai, Gaes. Gimana nih menurut kalian bab 10-nya? Krisar ya. Insyaallah aku upnya nggak bakal lama-lama, hehe.

Di Balik Wisata Jogja (PROSES TERBIT)Where stories live. Discover now