Part 1

128 18 15
                                    

Sebuah rumah berdebu dan kotor. Bahkan catnya yang berwarna cerah sekarang sudah luntur. Terlihat jelas, ruangan itu tak terawat. Entah siapa yang menghuni tempat ini. Yang jelas Suci ingin segera keluar. Dirinya terkurung di sana. Dia menyesal melarikan diri dari tiga wanita tersebut ke tempat seperti ini.

Sudah beberapa kali Suci berusaha membuka pintu kayu itu, tapi hasilnya tetap nihil. Pintu itu macet tak bisa terbuka.

"Tolong siapa pun, tolong bukain pintu ini!" teriak Suci frustasi.

Tidak ada sahutan apa pun. Malah terdengar sebuah kilat petir menyambar.

Suci tertegun kaget oleh petir tersebut. Awan sepertinya akan menurunkan hujan. Terlihat jelas langit berubah menjadi gelap. Suasana juga berubah menjadi dingin.

Tas yang digendong, Suci turunkan dari bahu. Ia mengobrak-abrik isi tas, mencari handphone. Dapat! Suci segera menghubungi kakak tirinya. Semoga dia bisa menolongnya.

"Hallo kak, tol-" ucapan terpotong begitu saja. Disebrang sana Amel-kakak tiri-langsung berbicara tanpa ingin mendengar ucapan Suci.

"Jangan ganggu gue!"

Tut tut..

Telepon terputus begitu saja. Suci tak putus asa. Ia menghubungi ayahnya, walaupun mustahil akan diangkat karna pekerjaan ayahnya yang sangat sibuk.

"Maaf nomor yang An-" Suci langsung mematikannya. Benar saja ayahnya tak mengangkat telepon-nya. Akh!

"Gue coba hubungi lussy," tiba-tiba dirinya terdiam menatap layar handphone. Semua chat dan telepon tak dibalas oleh Lussy. Apa lagi Suci sudah tidak melihatnya lagi minggu-minggu ini.

Sial! Bagaimana ini? Ia tak tahu harus menghubungi siapa lagi. Hanya mereka yang Suci kenal. Teman sekelas pun, Suci tak semua kenal, apa lagi menyimpan nomornya.

Suci terdiam sesaat. Ia mengingat suatu hal. "Alan. Ya, dia pernah ngasih nomornya ke gue. Tapi dia nulis dibuku yang mana?!"

Lembar demi lembar buku pelajarannya dibolak-balik. Sampai akhirnya, Suci menemukan sebuah deretan angka di belakang buku.

"Oke, semoga aja dia bisa bantu gue!"

Sepercik harapan, telepon berdering. Alan mengangkat teleponnya. Segera mungkin Suci mendekatkan handphone di telinga.

"Hallo Alan, ini gue Suci. Tolongin gue! Ucap Suci tanpa basa-basi.

"Tolongin apa?" tanya Alan di sebrang sana.

"Gue kekunci di sebuah ruangan. Tolong gue!" jawab Suci sedikit bergemetar.

"Lo share loc. Gue akan ke sana!"

"Oke. Cepet lo ke sini."

Panggilan terputus setelah Suci mengirim lokasinya sekarang. Hatinya terasa lega. Akhirnya, ada orang yang bisa menolong suci keluar dari ruangan ini.

Bruk..

Suatu benda terjatuh dari tempatnya. Suci tak bisa melihat jelas karna ruangan ini terlalu gelap ditambah langit yang mendung.

Kakinya melangkah tak terarah. Bulu kuduknya berdiri, merinding. Udara dingin menusuk sampai ke tulang. Seketika bau amis menyerbak di seluruh ruangan.

Suci menyalakan senter dihandphone-nya. Dirinya berhenti melangkah. Tepat di hadapannya, ia melihat jasad manusia yang terkujur kaku. Jasad yang sudah tidak utuh, dipenuhi belatung. Bahkan wajahnya sudah tak jelas. Suci menutup mata, tak kuasa melihatnya. kakinya gemetar ia terkejut, tak sanggup tuk berlari.

SuciTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang