Part 1 - Awal Mula

1.7K 147 34
                                    

Kamila Zahratun Nisa.

Bagaimana kesan pertamamu setelah mendengar namaku? Seorang muslimah yang cantik, baik, sopan, santun, salihah? Aku akan bertepuk tangan dan tertawa sangat keras jika kamu beranggapan begitu. Mungkin, ya benar orang tuaku memberikan nama Kamila dengan harapan aku tumbuh menjadi wanita salihah, tetapi mereka telah meninggalkanku. Seorang gadis kecil sendirian di dunia ini 9 tahun lalu pada paman yang tak pernah menginginkan kehadiranku. Jadi, aku tak perlu hidup sesuai harapan mereka. Mereka tidak akan bisa melihatku, tidak juga bisa menegurku. Aku harus hidup bebas seperti mengalirnya alkohol di tenggorokanku.

“Whoooa … DJ! You’re the best! Kerasin lagi musiknya, kita joget sampai pagi.” 

Teriakan itu disambut meraih oleh orang-orang. Goyangan mereka bertambah gila di bawah lampu disko. Pesta hari jadi kelab selalu meriah dan tentu saja aku tidak boleh ketinggalan untuk bersenang-senang. 

HiBaby …” 

Salah seorang pria mendekat padaku saat aku sedang asyik sendiri menikmati musik.

 “Halo … apa kita pernah bertemu sebelumnya?”

“Tidak. Tapi, aku punya barang bagus untukmu. Kata temanmu kamu mencari benda yang bisa membuatmu senang, kan?”

“Apa itu?” Aku bertanya basa-basi. Pria itu mengeluarkan kantung bening berisi serbuk.

“Jika kamu mau, ayo bergabung denganku di sana.” 

Dia menunjuk segerombol temannya yang berada di sudut ruang. Aku langsung tertawa. 

“Haha, barang itu bisa membuatku senang? Kamu bercanda? Dari pada membuat diriku nge-fly dengan benda itu, lebih baik aku mabuk sampai teler supaya bisa joget sepuas hati. Sorry ya, kamu salah orang.”

Aku berusaha menjauh darinya dan kembali bergoyang. Namun, pria tadi menarik tangan dan meraih pinggangku. 

“Aku belikan vodka, jadi kamu bisa minum sepuasnya, tapi gabung bersamaku bagaimana?” 

Tersenyum remeh, aku mendorong dadanya. 

“Ha … kamu pikir bisa menyogokku dengan sebotol vodka? Sorry, hargaku tak semurah itu. Kalau kamu mau mendekatiku, pikirkan sesuatu yang lebih elegan, nanti akan kupertimbangkan mau bersamamu atau tidak,” ujarku kemudian mengedipkan sebelah mata. Setelahnya aku kembali pada kumpulan teman-temanku agar dia tak mendekatiku lagi.

“Siapa itu, Mil?”

“Gak tahu, orang iseng.”

“Ya udah kalau orang iseng, gak perlu dipikirin. Lebih baik minum dan kita seneng-seneng sampai pagi ya gak, Girls?”

“Yoi.”

Teman-teman dan aku lantas minum-minum dan berjoget bersama. Tak satu pun dari kami duduk meskipun sudah berjam-jam mengikuti irama musik dari DJ. Sampai suara kegaduhan dan suara tembakan di luar terdengar. Kelab ini disergap polisi karena pelaporan pesta narkoba. Aku yang tak sempat kabur berakhir di kantor polisi, lagi.

Oh, Paman Harraz pasti akan marah besar padaku. Kali ini hukuman apa yang akan dia berikan? Pasti lebih baik jika dia langsung mengusirku dari rumahnya dan aku bisa hidup sebebasnya. Namun, harapan dan ekspektasi biasanya tak sesuai dengan realitas bukan?

***

“Sepertinya kamu perlu dikirim ke pesantren, Kamila.”

“Hah?”

Aku tercengang dengan perkataan Paman Harraz. Sepertinya dia benar-benar gerah dengan tingkahku, sampai-sampai hari ini dia tak menggunakan nada tinggi, tetapi datar seakan tak tahu harus berbuat apa lagi untuk menghadapiku.

99 Surat CintaWhere stories live. Discover now