Chapter 02

1.9K 283 75
                                    

Banner nyusul pt. 2
Happy Reading~

(Kalau ada typo harus kasih tahu, ya)

•••••••

Pagi-pagi sekali Altea sudah sibuk menggerutu selama bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Dasi hilang, kaus kaki hilang, buku matematika yang hampir lupa dimasukkan ke tas. Benar-benar seperti anak sekolah dasar.

Reila yang melihatnya hanya geleng-geleng kepala. Hal seperti itu sudah biasanya dilihatnya, bahkan lebih parah dari hari ini. Reila bersyukur karena Agra masih libur sekolah dan berada di rumah adiknya sekarang.

“Bun, ayo, berangkat!" Reila menoleh pada Altea yang sedang memakai sepatunya.

"Sarapan dulu!"

Altea menggeleng. "Kalau sarapan dulu nanti telat."

"Sandwich-nya kan bisa dimakan di mobil."

“Lagi nggak nafsu makan, Bun. Nanti aja di sekolah, ya."

Tatapan Reila menajam. Perasaan Altea mulai tidak enak. "Sarapan atau uang jajan kamu Bunda potong?"

Altea menghela napas. Tuhkan bener, pasti ancaman uang jajan lagi.  Batin Altea.

"Oke-oke, aku sarapan."

Reila tersenyum. "Nah, begitu dong. Ambil sandwich-nya, Bunda tunggu di mobil.”

Altea mengangguk dan bergegas mengambil sandwich di meja makan kemudian berlari keluar menyusul bundanya.

Sementara di rumah baru Tezza, pemuda ini mengurungkan niatnya untuk pergi ke rumah Altea begitu melihat mobil yang dimasuki Altea sudah pergi. Ia termenung sejenak sebelum akhirnya kembali masuk rumah. Ia akan menunggu sampai Altea pulang.

♉♉♉

Dengkusan dan helaan napas kesal dari Altea selalu saja terdengar sejak Tezza menapakkan lagi kakinya di rumah Altea. Pulang sekolah tadi Altea dikejutkan oleh Tezza yang sudah duduk di sofa yang berada di teras rumah dengan tujuan menunggu dirinya pulang.

Saat ditanya bagaimana bisa dia duduk di teras padahal gerbang masih terkunci, saya memanjat, katanya. Altea benar-benar tidak habis pikir.

Tezza menagih janji Altea untuk menemaninya menukar emas dengan uang. Meskipun Altea tidak janji, namun Pak Damar selaku ketua RT sudah memintanya untuk menemani Tezza. Mau tak mau Altea menyanggupinya. Mereka pergi ke bank, lalu setelahnya pergi ke rumah Pak Damar untuk membayar dan menerima sertifikat rumah.

Dan sekarang, mereka tengah berada di ruang tamu rumah Altea dengan buku-buku yang berserakan di meja dan di lantai. Sejak pulang dari rumah Pak Damar, Tezza terus saja mengganggu Altea dan mengatakan bahwa dia akan berhenti jika Altea membantunya belajar Bahasa Indonesia. Dengan terpaksa, garis bawahi, terpaksa Altea pun mengajarkan Tezza.

"Kamu-sekolah-dimana?"

Altea mengacungkan kedua jempolnya setiap kali Tezza berhasil mengeja dengan benar. Ternyata, membantu Tezza mempelajari Bahasa Indonesia tidak seburuk yang Altea bayangkan. Pemuda itu sangat pintar, ia mudah mengingat dan dengan cepat memahami penjelasan Altea. Tezza belajar dengan sangat baik.

"Kamu sekolah dimana?" ulang Tezza.

Altea terkekeh, "Udah benar kok."

"Aku bertanya," ucap Tezza masih sedikit terbata.

"Hah? Nanya sama gue?" Altea menunjuk dirinya. Tezza mengangguk.

"Gue sekolah di Andromeda High School," jawab Altea.

TAURUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang