[1] Siapa Dia?

88 44 99
                                    

🌿Niat hati ingin ini, tapi takdir berkata lain. Aku bisa apa selain menerima?🌿

================================

“Aduh, sial. Kenapa gue bisa telat bangun sih? Bikin repot aja,” geramku sambil melihat jam tangan yang bertengger manis pada pergelangan tangan kiriku

“Bisa-bisa gue di hukum nih kalau kaya gini,” gerutuku masih dengan menatap jam hitam yang melingkari tanganku, yang sialnya terlihat tengah mengejekku

Tak ingin membuang waktu lebih lama lagi, aku mempercepat langkahku agar bisa mencapai Sekolah sebelum gerbang utama di tutup. 5 menit lagi, dan aku tersenyum tipis karena telah melihat gerbang yang sedari tadi menjadi momok bagiku.

Semakin ku pacu langkahku agar tak sia-sia sudah berlari dari Rumah ke Sekolah. Akhirnya, lelah dan letih yang ku rasa sedari tadi membuahkan hasil. Aku tidak terlambat memasuki sekolah. Bunga-bunga bermekaran di dalam hatiku, tanpa bisa ku jaga bibirku menyunggingkan senyuman yang bisa membuat banyak orang terpesona.

Aneh memang, aku terlalu takut dengan yang namanya terlambat. Padahal hal itu kelihatannya tidak semenakutkan yang ku bayangkan.
Ku tepis pemikiran tidak penting itu dan segera melangkah menuju kelasku berada.

Di sepanjang jalan banyak murid-murid yang masih asyik mengobrol membicarakan berbagai hal yang bisa membuat hati mereka merasa bahagia. Di ujung koridor, aku melihat sosok adikku, Adit. Segera saja aku memanggilnya.

“Adit,” panggilku dengan suara yang lumayan keras

Adit langsung menoleh karena terkejut mendengar terikanku yang memanggil namanya.

“Eh, iya? Kenapa kak? Kok baru datang sih? Ada masalah?” tanya Adit secara beruntun sehingga membuat kepalaku sedikit pening

“Kebiasaan. Nanya itu satu-satu aja dong,” protesku dengan mata mendelik sebal ke arahnya

Sedangkan Adit hanya terkekeh pelan mendapati responku. Kenapa aku bisa mempunyai adik sepertinya, yang selalu suka mengganggu dan menjahili ku.

“Ya maaf, kak. Kakak tadi kenapa manggil?” tanya Adit lagi, di sertai dengan cengiran tak berdosa miliknya

“Nggak papa sih. Cuma reflek aja,” jawabku seadanya, karena itu memang kebenarannya

Ku lihat Adit mendengus sambil memutar kedua bola matanya. Aku yang melihat itu tidak bisa untuk menahan senyum geli karena melihat sifat aneh seorang Adit.

“Yaudah, kakak ngapain panggil aku tadi?” tanya Adit sambil bersidekap dada

“Nggak papa, kakak cuma mau bilang kalau nanti pulangnya bareng, yah. Soalnya, motor kakak mogok tadi,” jawabku sambil tersenyum canggung karena merasa tidak enak merepotkan Adit

Memang, selama ini aku tidak pernah merepotkan siapapun, karena aku akan merasa segan sendiri jika merepotkan orang lain. Walaupun, keluargaku sendiri. Jadi, selama ini aku mencoba sebisa mungkin agar tidak merepotkan siapapun.

Tetapi, untuk kali ini aku sungguh membutuhkan bantuannya, karena jika aku memutuskan untuk pulang sendiri dengan naik angkutan umum, maka akan lama sampai di rumah.

“Oh begitu. Boleh. Nanti, kakak tunggu aja di parkiran yah,” balas Adit sambil tersenyum tipis

“Oke deh, siap. Terima kasih yah,” ucapku sambil mengacungkan jempol tangan kananku sebagai tanda persetujuan bahwa nanti aku akan menunggunya di parkiran

“Sama-sama. Lagian, kakak kayak sama siapa aja sih. Pakai makasih segala. Aku kan adik kakak, kakak lupa, yah?” tanya Adit beruntun yang berhasil memancing lengkungan di bibirku

Disforia KehidupanWhere stories live. Discover now