7. Terlalu Sempurna

6 0 0
                                    

"Gue kesel banget sama pacar gue!!! Pengen banget bisa punya pacar kaya Rafael." Ucap Dina kesal.

Aku dan teman-temanku yang baru saja pulang dari kampus dan duduk di ruang tamu apartemen, terkejut mendengar Dina mengatakan hal itu setelah dia sibuk dengan ponselnya.

Aku tak tahu apa yang terjadi antara dia dengan pacarnya. Tapi yang pasti dia memang sedang tidak baik-baik saja dengan air matanya yang sudah mulai menetes begitu saja.

"Lo kenapa sih? Kok nangis?" Aku mencoba memberanikan diri untuk sekedar menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Walaupun jauh dari lubuk hatiku aku merasa tak punya hak menanyakan privasinya. Sementara temanku yang lain hanya mengulang pertanyaanku "Iya, kenapa sih?"

"Gue udah pacaran sama Dodi selama enam tahun, La. Dari SMA. Tapi kelakuan dia gak pernah berubah sampe sekarang." Jawab Dina kecewa

"Kelakuan dia kenapa emang?" Tanya April memastikan.

Dina menghela napas dan seakan menahan tangis dengan dada yang terasa sesak "Gue tu punya wa nya dia. Dan, dia ternyata selama ini ngobrol di chat sama temen kecil gue. Dia tanya-tanyain temen gue yang bahkan ke gue aja dia jarang perhatian." Air mata pun seketika mulai menetes di pipi Dina saat menjelaskan permasalahannya dengan Dodi.

"Bahkan sekarang dia marah-marah ke gue dan maki-maki gue." Sambungnya.

Aku memang tidak tahu apakah Dina membutuhkan saran atau hanya ingin di dengarkan. Rasanya ingin sekali menyarankan untuk meninggalkan laki-laki yang tidak menghargai wanita. Namun, aku pun rasanya tak berhak untuk menyarankan sesuatu di hidup seseorang jika tidak diminta.

Aku mencoba untuk mengungkapkan perasaanku dengan pelan "Coba lu diemin dia dulu. Mungkin memang kalian lagi sama-sama punya amarah jadi makanya hasilnya jadi kaya gini. Dan dia juga lagi kerja kan sekarang? Mungkin memang dia agak sensitif karna punya masalah juga sama kerjaannya." Jelasku mencoba menenangkan Dina

"Gak peduli dia kerja atau nggak, La. Dia emang selalu kaya gini kalo udah ketauan." Komentar Dina.

"Ya lo udah tau dia kaya gitu ya putusin lah." Ucap April cetus.

"Gak gampang, Pril. Lo pikir bisa apa dengan gampang putusin hubungan yang udah berjalan selama enam tahun? Susah! Mana keluarga juga udah tau." Ucap Dina sembari mengambil tisu dan menghapus air matanya.

Aku hanya terdiam melihat Dina dan April berdebat. Aku paham seseorang yang memang di butakan akan cinta tak akan bisa menerima saran untuk memutuskan pasangannya.

"Enak ya jadi lu, La. Hampir satu tahun pacaran gak ada berantem. Bahkan ngalahin gue yang pacaran selama enam tahun. Lu selingkuh pun malah Rafael yang minta maaf. Rafael itu memang laki-laki yang sempurna." Ucap Dina dengan tertawa sinis.

Di satu sisi aku merasa bahagia memiliki Rafael yang begitu tulus mencintaiku. Namun di sisi lain aku pun rasanya masih tak pantas di bandingkan dengan hubungan mereka. Seperti yang aku katakana sebelumnya, hubunganku dengan Rafael nyatanya sampai detik ini masih memiliki masalah.

"Ya gak gitu juga, Din. Gue sama Rafael juga punya masalah kok. Kita beda dan masih bimbang untuk berjuang atau nggak. Mana sekarang gak ada pergerakan juga dari Rafael." Jawabku yang seketika ingin menangis

"Justru masalah gue yang bener-bener berat. Kita saling cinta dan saling sayang tapi terhalang sama perbedaan. Mau ninggalin pun susah." Sambungku.

"Aduuuh! Ribet banget sih kalian. Udah ah gak usah bahas masalah pacar lagi deh kalo memang malah makin kepikiran. Untung ya gue jomblo. Jadi gak banyak pikiran." Ucap April dan menghentikan percakapan kami.

"Sekarang mending lo tenang aja, Din. Kaya tadi Laila bilang. Diemin aja dulu." Ucap Aurora

"Kayanya cuma hubungan lu doang ya yang gak ada masalah, Ra." Ucap April mengolok ke arah Aurora

"Ye sok tau lu. Justru gue selalu ada masalah. Tapi ya gue gak mau cerita lah. Privasi." Aurora memang selalu menutupi hubungannya rapat-rapat dengan Jonathan, pacarnya.

Namun sepertinya dia tidak memiliki masalah dengan Jonathan. Terlihat dari kedekatan dan postingan yang dia unggah di aplikasi Anstagram. Mungkin Aurora memang tak ingin hubungannya dibandingkan dengan Aku dan Dina.

***

Aku bersama Rafael sudah menghabiskan beberapa bulan bersama. Sontak aku ingin sekali memegang ponselnya dan melihat apa saja yang ada didalam ponsel milik Rafael.

Aku terkejut melihat respon Rafael. Aku berpikir Rafael tidak akan keberatan ketika aku memegang ponselnya. Tetapi, dia tidak mengizinkanku, bahkan raut wajahnya pun sangat keberatan sekali ketika melihatku memegang ponselnya.

Rasanya aneh. Tetapi aku tidak mempermasalahkan hal tersebut. Mungkin Rafael merasa tidak nyaman dan memiliki privasi dalam hidupnya. Aku dan Rafael pun memutuskan untuk berbincang lagi di sebuah café.

Better Without YouWhere stories live. Discover now