2. Berusaha Meyakinkan

40 2 2
                                    

Rafael tidak berhenti menatapku sejak dia datang untuk menemaniku mengerjakan tugas di salah satu coffee shop yang berada didekat kampus. Sementara aku asik sibuk mengerjakan tugas karena deadline yang terus menghantui.

Dengan sabarnya, Rafael masih menemaniku setelah dua jam mengerjakan tugas tanpa diganggu olehnya. Sesekali dia pun mengerjakan somasi yang harus dia selesaikan. Namun, dia bukan orang yang bisa fokus mengerjakan pekerjaan di tempat yang ramai. Hal yang dia lakukan hanya menatapku tanpa mengganggu sama sekali.

"Finally!!!! Selesai juga huffttt!!" Ucapku menghela napas sembari melepaskan kacamataku dan memejamkan mata sejenak

"Jangan dilepas kacamatanya. Kamu pake kacamata keliatan sensual banget tau, La." Ucap Rafael dan sontak membuatku terkejut saat aku tengah sibuk menggerai dan merapikan rambutku.

"Dih! Suka-suka gue, ya, Rafael!!" Seruku

"Emang kamu ngerjain tugas apasi?" Selama dua jam Rafael menemaniku, baru sekarang dia menanyakan tugas yang aku kerjakan

"Dih kepo! Kalo gue ngasi tau juga bapak pengacara mah pasti gak akan tau. Udah deh pengacara mah pengacara aja, gak usah kepo sama pelajaran Psikologi!!

"Dih gak tau aja kalo aku expert dalam bidang apapun." Jawab Rafael sombong.

"Bodo ah!" Semakin hari kelakuan Rafael semakin mengesalkan. Tetapi sikapnya seperti itu lah yang justru membuatku rindu kepadanya. Dibalik sikapnya yang dingin apabila bertemu orang dan juga bersikap dingin di tempat ramai, ternyata dia adalah sosok yang senang bercanda, receh, ngeselin, dan sedikit romantis sepertinya.

"La--"

"Hmm..." Aku menjawab singkat karena asik melihat Anstagram sembari menyeruput caramel macchiato

"Nanti malam kamu ada kegiatan gak?"

"Kayanya sih gak ada, Mas."

"Jangan panggil Mas, panggil Rafael aja."

"Dih songong! Iya deh iyaa. Mentang-mentang bukan orang Indonesia jadi gak mau dipanggil mas. Hmmm..."

"Astaga gak gitu maksud aku." Rafael mengatakan dengan nada kesal sambil mengacak rambutnya

"Haha iya-iya aku bercanda doang ih." Ucapku mengolok

"Kalo mau manggil Mas juga gak papa, sih." Jelas Rafael sembari melemparkan senyum "Oh iya, nanti malam kita dinner yuk." Ajak Rafael dan aku pun menyetujuinya.

***

Rafael menghampiriku di depan sebuah restaurant dengan memakai baju kemeja berwarna biru dongker dan celana chino yang sangat cocok dengan tubuhnya yang tegap dan tinggi itu. Matanya yang bulat menatap kearahku tanpa meleset sekalipun.

Suasana malam di restaurant waktu itu sungguh sangat romantis. Cahaya yang hanya diterangi oleh lilin yang ada di meja serta iringan musik jazz membuatku merasakan kenyamanan sekaligus merasakan hal yang sangat romantis ditempat itu.

Sebelumnya aku belum pernah mengunjungi tempat yang romantis seperti ini bersama dengan lelaki. Yah, karena masalaluku mungkin sangat tidak menyenangkan, aku hanya dapat menikmati suasana romantis saat itu bersama Rafael.

"Laila, aku mau nanya deh sama kamu tentang hubungan kita." Tiba-tiba Rafael menatapku dengan tatapan serius.

"Lah, emang kenapa dengan hubungan kita? Serius amat sih Bapak Pengacara"

"Laila, ini aku serius. Jangan bercanda dulu. Kamu ngerasa gak sih kita tuh ngejalani hari-hari kita layaknya orang pacaran?"

"Hmm-- Gak tau deh. Iya kali ya?" Ada apa ini!! Mengapa tiba-tiba Rafael berbicara sangat serius dengan tatapan matanya yang sangat dalam kepadaku?

Better Without YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang