10. Batu!

280 51 6
                                    

Sebelum cerita libur akhir tahun di Malang menjadi monoton, aku merengek pada Mama agar memperbolehkan kami pergi berwisata ke Batu.

Aku tak ingat banyak mengenai Malang, karena terakhir kali aku kesini saat SMP. Setiap pergi berlibur kemari aku pasti hanya mendatangi rumah keluarga. Mentok-mentok ke Jatim Park yang tidak pernah aku jelajahi secara leluasa.

Igo sendiri tak mendukung ketika aku meminta saran untuk berlibur. Dia malah menyarankan tempat-tempat untuk minum kopi, alias tempatnya biasa nongkrong sambil merokok.

Orang rumah tidak banyak yang tahu bahwa Igo merokok, kecuali aku, Lintang dan Papa. Pintarnya, dia selalu merokok hanya saat nongkrong atau diluar rumah.

Nenek akan menghabisi laki-laki itu pastinya jika ada bau rokok di area rumah.

-

Pagi-pagi sekali kami bersiap untuk pergi. Mobil sudah dipanasi, keperluan yang penting atau tidak penting juga sudah siap di bagasi.

"Go, nelepon siapa sih?" Aku bertanya pada Igo yang sibuk dengan ponselnya. "Sarapan dulu baru jalan."

"Ini nih neleponin Mahesa," Igo menjawab dengan fokus tetap pada telepon genggamnya. "Nggak di respon-respon."

Aku menyerit. "Ngapain emang?"

"Iyaaa, mereka janjinya jam delapan udah datang. Curiga belum pada bangun nih anak." Igo mencoba menelepon teman-temannya lagi. "Kamu makan duluan aja, Ras."

"LOH?! Teman-teman kamu ikut?!"

Igo mengerjap mendengar respon terkejutku. Dia menjauhkan ponselnya.

"Loh iya. Mereka belum pulang mudik jadi abang ajakin biar ramai. Abang belum bilang emang?"

Aku menggeleng dan menghentakan kakiku kesal. "Nggak ada Igooo! Nggak ada!"

Igo terkekeh, menggaruk belakang kepalanya kikuk. "Yaudah sori, biarin aja sih mereka ikut. Lagian kalian udah saling kenal juga." katanya lalu lanjut kembali pada ponselnya.

Aku ngambek. Gila, aku bahkan hanya tahu nama mereka saja. Acara liburanku akan awkward banget kalau begini ceritanya.

Aku mendatangi Lintang yang sedang bingung ingin mengenakan jaket jeans atau cukup pakai kaos. Dia mendilemakan itu sejak semalam.

"Tang, Igo bawa teman-temannya," kataku. "Malesin banget,"

"Hah? Iya. Gue lupa ngasih tau elo." Dia merespon dengan fokus masih melihat kaca. Ternyata sudah tahu duluan dengan berita dadakan ini. "Biarin aja, biar rame."

-

What a suprise, Lintang benar-benar terlihat akrab dengan teman-temannya Igo. Mereka pernah nongkrong bareng, katanya. Aku sungguh iri dengan jiwa sosial laki-laki yang mudah akrab.

Musik ColdPlay memenuhi mobil sejak kami meninggalkan rumah. Jika mereka tak saling berbicara maka aku tak akan tahu bahwa lagu yang terputar ini nama penyanyinya ColdPlay.

"Ras, mau ngemil ga?"

Angkasa memberikan sebungkus snack yang dengan senang hati aku terima—sebenarnya itu memang snack milikku.

"Dari Malang ke Batu 30 menitan Ras, take your time aja," Mahesa berujar sambil salah satu tangannya memegang setir dan tangan lainnya mengambil snack yang aku pegang. "Tidur aja."

Aku tak menyahut dan melirik spion. Lintang terlelap karena tadi malam begadang dengan Igo, tapi laki-laki yang mengajaknya tidur malam itu terlihat segar bahkan asik bercanda dengan ketiga temannya.

April: Rasa di Antara Kita[✔️]Where stories live. Discover now