Begining and Day 1.

66.1K 7.8K 2.5K
                                    

"Ikhlas Bro! Doa jangan putus," kata Mark seraya menepuk pundak Haechan untuk memberi sedikit kekuatan pada kawannya itu.

Mark yang hari itu memang menemani Haechan untuk berziarah ke makam kakaknya, ikut merasa sedikit iba karena dia menyaksikan sendiri betapa menyedihkan kawannya itu. Sekarang Haechan belum memiliki keberanian untuk berkendara sendirian, dan ya- Haechan bahkan tidak mampu menahan segala sedih itu sendiri.

Haechan duduk di kursi penumpang, sedang Mark yang di kursi kemudi mulai menyalakan mesin mobilnya.

Isak tangis pelan terdengar oleh Mark sesaat sebelum ia melajukan mobilnya meninggalkan area pemakaman. Ia melirik sekilas pada kawanya yang menunduk menahan isakannya agar tidak terdengar.

"Chan?" Panggil Mark, namun tak terjawab.

Mark melepas seatbeltnya dan duduk menghadap ke arah kawannya, "Its hurt, right?"

"C'mon dude, Teh Icha juga bakal sedih liat lo terpuruk kayak gini?" Ucap Mark mencoba untuk membuka jalan pikiran sahabatnya.

Sejak mengetahui kematian kakaknya, tak ada sehari pun air mata yang absen membasahi pipi kawannya itu.

Haechan rapuh.

Haechan hancur.

"Ini salah gua Mark, ini salah gua," ucap Haechan yang akhirnya bersuara di sela tangisnya.

Mark yang kehilangan akal harus melakukan apa lagi untuk menenangkan sahabatnya memilih bungkam.

Selanjutnya yang menemani mereka hanyalah hening. Walau tidak sepenuhnya hening karena isak tangis Haechan sesekali terdengar sangat menyakitkan di dalam mobil itu.

Tak lama, Mark menatap kawannya yang mulai terlelap karena telalu lelah menangis mungkin, atau terlalu lelah menjalani kehidupannya, Mark tidak tahu.

Mark tidak langsung mengantarkan kawannya itu pulang. Ia mengajak Haechan untuk kembali berkumpul di warung Abah.

Ini sudah genap seminggu setelah insiden kecelakaan itu, sudah seminggu juga Haechan absen berkumpul bersama kawan-kawannya.

Mark turun dari mobil meninggalkan Haechan yang masih terlelap, ia membiarkan mobilnya dalam kondisi menyala agar Haechan tidak terganggu dalam tidurnya. Ia tidak sampai hati untuk membangunkan kawannya itu.

"Bah, kopi susu," pesan Mark pada Abah yang menjaga warung. Lalu beranjak duduk di samping Jeno dan Hendery yang sedang asik bermain PUBG di ponselnya masing-masing.

"Bawa mobil? Abis ngapelin anak orang yang mana lagi lo?" Tanya Hendery sesaat setelah melirik Mark.

"Haechan," ucap Mark singkat.

"Ari maneh homoan sama eta budak?" Tanya Nana yang baru datang dengan motor beat putih kesayangannya.

"Goblok," umpat Jeno yang ditujukan untuk Nana dengan spontan tanpa perlu memalingkan pandangan dari gamesnya. Lalu tawa tercipta di warung Abah sore itu.

Mark bertarung dengan pikirannya sendiri, ia memang salah satu yang paling akrab dengan Haechan dan juga kakaknya.

Ia mengatahui seberapa sayang Haechan pada kakaknya walau ia menunjukan dengan cara yang berbeda. Dan ia juga mengetahui tangis kakak kawannya itu setiap kali Haechan melakukan tindakan yang memang melewati batas.

Mark adalah salah satu orang kepercayaan Kakaknya Haechan. Tak sekali dua kali Mark menjadi pendengar cerita serta penawar tangis dari kakak kawannya sendiri.

Jika Haechan kehilangan, Mark pun juga kehilangan.

Mark saja merasakan sakit kehilangan yang teramat dalam, ia tidak bisa membayangkan seberapa sakit yang kawannya rasakan sesaat setelah mengehatui kematian kakaknya, apalagi kematian itu disebabkan oleh dirinya sendiri.

HIDUP. || END. [HAECHAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang