Chapter 9: An Assassination Plan

150 23 0
                                    

"Penasehat! Penasehat!!" panggil seorang pengawal kepada Farhan ketika Farhan sedang sibuk dengan pekerjaannya. Dia sedang menyiapkan bahan-bahan yang akan dirapatkan bersama dengan Raja nanti.

"Ada apa kali ini?" tanya Farhan pada Theo, pengawal yang bekerja di bawah arahannya.

"Anda tidak akan percaya dengan apa yang kudengar semalam," katanya dengan panik, tapi Farhan tidak begitu mengacuhkannya.

"Ra...Raja.... Ti...tidur bersama bu...budak murahan itu," kata Theo dan mata Farhan langsung memandang tajam ke arah Theo.

"Apa?!" tanya Farhan tidak percaya. Selama ini, Alexander yang dikenalnya tidak menyukai membawa perempuan asing masuk ke dalam istana untuk tidur dengan perempuan tersebut: apalagi seorang budak. Bahkan dari dulu ketika kerajaan lain berusaha untuk menawarkan putri mereka ke Alexander, Alexander pasti akan menolak.

"Aku serius, Yang Muila! Itu yang kudengar semalam," katanya dengan muka yang serius

"Aku bahkan mendengar kata-kata seperti ri...ri...ritual malam, tidak bisa tidur tanpamu! Raja bahkan sempat menggoda budak baru itu! Pe...penasehat! Tidakkah kamu mengkhawatirkan ini?" tanya Theo dan Farhan hanya diam.

"Penasehat!"

"Jangan teriak, Theo. Kamu ingin aku mengeluarkan lidahmu itu?" tanya Farhan dan memberi tatapan membunuh dan Theo langsung terdiam.

"Perhatikan terus gerak gerik mereka dan jangan pernah membuat hal bodoh," perintah Farhan kemudian keluar dari ruangan dan berjalan menuju ruang rapat.

Ketika sampai di ruangan, terlihat para petinggi sudah duduk mengelilingi meja panjang yang ada di tengah ruangan. Semuanya tampak sibuk dengan gulungan-gulungan kertas yang ada di depan mereka. Farhan menarik sebuah kursi kosong kemudian duduk di sana sampai tiba-tiba terdengar pintu terbuka. Dan di sana Alexander yang ditemani oleh Vesper memasuki ruangan. Semua orang yang berada di dalam ruangan itu langsung berdiri dari tempat duduk mereka dan segera membungkuk hormat pada sang Raja.

Alexander menempati tempat duduknya dan kemudian delapan orang, termasuk Penasehat dan dewan kerajaan yang ada di hadapannya pun duduk. Kemudian mereka mulai membicarakan hal-hal mengenai diplomasi kerajaan ataupun masalah yang menimpa kerajaan mereka sampai seorang dari keenam dewan membuka suara tentang hal yang penting.

"Yang Mulia."

"Ya?" tanya Alexander merespon seorang laki-laki tua yang berusia sekitar enam puluh tahun.

"Maafkan hamba kalau ini sedikit melenceng dari pembicaraan tadi, tapi tidakkah Yang Mulia berpikir untuk menikah?" tanya lelaki tersebut dan peserta rapat lainnya langsung memandang ke arah Raja. Bahkan Alexander sendiri sedikit kaget dengan pertanyaan tersebut.

"Usia Anda sudah tidak muda lagi, Yang Mulia. Anda sudah berumur 30 tahun," kata lelaki tua itu dan Alexander masih terdiam.

"Yang Mulia, selama ini Anda selalu menolak proposal pernikahan dari kerajaan lain. Kukira sudah saatnya Yang Mulia untuk mencari seorang wanita yang layak untuk menjadi pendamping Anda dan sebagai seorang Ratu kerajaan ini," katanya lagi.

Sejujurnya Alexander sendiri tidak pernah merasa terganggu dengan masalah itu. Alasannya tidak menikah sampai sekarang ini karena penyakit yang diidapnya. Dan sejujurnya dia mengetahui kalau sebagian besar proposal pernikahan itu hanyalah bentuk persembahan yang tidak manusiawi karena mereka memperlakukan putri mereka layaknya sebuah barang yang diperjualbelikan. Namun proposal pernikahan dalam dua tahun ini menurun drastis ketika beberapa kerajaan mendengar rumor kelakukan kejam Alexander kepada budak-budak baru yang dibelinya.

"Yang Mulia?" panggil lelaki tua itu yang membangunkan Alexander dari lamunannya.

"Yang Mulia, kukira ada benarnya juga dengan perkataannya," kata seorang lagi namun dia tampak lebih muda beberapa tahun dari lelaki tua tersebut.

Night Storyteller [COMPLETE][SHORTLIST WATTY'S 2021]Where stories live. Discover now