15 : Love is not over

507 98 56
                                    

Happy reading!

•••

Jihoon memandang cemas layar ponselnya yang tertera nomor ponsel Yoongi. Sudah lima kali dia mencoba menelpon Yoongi tapi nihil, tidak ada tanda-tanda akan diangkat. Dia mencoba sekali lagi, suara dari operator di sebrang sana membuatnya semakin cemas, padahal baru lima menit tadi nomor Yoongi masih aktif, tapi sekarang sudah tidak aktif. Sungguh Jihoon takut terjadi apa-apa dengan Eonninya.

Sekali lagi, dia melirik jam dinding yang bertengger rapih di tembok ruangan bercat putih itu. Sudah pukul sembilan malam, dan hujan semakin deras.

Sebenarnya Yoongi Eonni kemana?

Daniel bilang kalau dia baru saja menyelesaikan semuanya pada Yoongi. Tentang hubungan kepura-puraanya dengan Kakak Sepupu. Apakah Yoongi merasa bersalah pada Daniel? Yoongi kan selalu kepikiran kalau berbuat salah pada seseorang. Yoongi pernah pulang hampir tengah malam karena memikirkan tentang rasa bersalah pada temannya, dan mungkin sekarang Yoongi melakukan itu karena merasa bersalah pada Daniel.

Kalau iya, lalu Jihoon harus bagaimana?

Dia tidak tahu di mana Kakak Sepupunya berada. Terlebih lagi di luar sedang hujan lebat.

Jihoon berfikir, berakhir dengan mondar-mandir memikirkan apa yang harus ia lakukan, dia sangat khawatir tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa.

Tiba-tiba saja,

Satu nama terlintas dalam pikirannya.

Buru-buru dia langsung menekan nomor ponsel orang itu. Menelponnya dengan penuh rasa berharap seseorang di sana akan mengangkat ponselnya meski hubungannya dengan orang itu cukup berantakan karena cinta sepihak.

Mungkin Jihoon memang harus menelpon orang itu karena dia yang paling dibutuhkan Yoongi sekarang. Terlepas dari masalah yang melibatkan mereka berempat selama ini, Jihoon bersyukur setidaknya itu sudah selesai. Tidak ada yang perlu ditutup-tutupi lagi.

•••

Bukk!

Bukk!

Pukulan demi pukulan Jimin layangkan dengan cepat pada samsak tinju di hadapannya. Memukulnya tiada ampun seolah itu adalah manusia yang membuatnya marah. Jimin marah? Tapi dia tidak tahu pada siapa. Entahlah, dia hanya ingin melampiaskan emosi yang sedari tadi terus menumpuk. Tidak tahu apa alasan pemuda itu marah.

Surai grey-nya basah karena keringat yang membasahi hingga ke tubuh atletisnya. Tidak peduli celananya semakin basah karena hanya itu tempat air keringatnya berhenti, untung saja ia melepas kausnya, kalau tidak pasti kaus tipis itu sudah basah karena keringat.

Sedari tadi pemuda itu hanya memukul samsak tinjunya, tidak peduli pada sekitar. Terlalu fokus, fokus pada lamunan yang semakin merajalela di dalam pikirannya. Gemercik air hujan terasa semakin deras dipendengarannya, meskipun ruangan yang Jimin pakai sangat jauh dari luar tapi masih bisa terdengar walau samar-samar.

Acara memukul samsak tinjunya terpaksa berhenti akibat deringan yang disusul lagu kesukaannya berbunyi nyaring di ruang hampa yang hanya ada dirinya dan samsak tinju. Jimin berdecih, kemudian melepas sarung tinjunya seraya berjalan ke tempat ia meletakkan ponselnya.

Dia ingin memaki orang yang mengganggunya disaat seperti, tapi keningnya malah berkerut memandang ponsel yang sudah berada digenggamannya, tertera nama 'Jihoon' di sana.

Untuk apa dia meneleponku? Bukankah semua sudah selesai?

Dengan ragu Jimin mengangkatnya.

SCINTILLA ; MINYOONWhere stories live. Discover now