🌰Lima🌰

656 46 34
                                    

"Oh." Iwan segera bangkit, mengabaikan pandangan heran pak Ali.

"Mau ke mana?"

"Pulang," jawab Iwan sambil berjalan ke arah rumahnya.

"Ngapain?"

"Makan."

Pak Ali hanya bisa geleng-geleng melihat punggung keponakannya itu yang dengan cepat menghilang di balik rumah Dian. Pak Ali heran dengan selera makan Iwan yang tinggi, tapi tubuh pemuda itu tetap tampak kekurangan gizi.

Iwan mulai berpikiran buruk tentang Inur. Ia khawatir candaannya di pos ronda waktu itu justru membuat Inur salah paham atau memang ada yang salah dengan otaknya tentang wanita itu. 

"Tapi ... Inur boleh juga," gumam Iwan. Seberkas senyum terbentuk di sudut bibir pemuda itu.

Sesampainya di rumah, alih-alih makan seperti yang dikatakannya kepada pak Ali tadi, Iwan justru menerawangi langit-langit rumahnya yang mulai melapuk. Ia menikmati empuknya bantal lusuh yang tadinya berwarna merah muda dan kini sudah menjadi abu-abu, sambil berimajinasi tentang Inur. Si janda molek yang membuat otaknya terganggu.

🌰🌰🌰

Bias jingga dari mentari yang mulai lengser ke barat membuat bulir keringat di pelipis Iwan berkilauan. Pemuda itu menempatkan pantat kurusnya di atas rerumputan yang mulai menguning dengan kedua tangan menopang punggungnya dari tanah. Napas Iwan masih belum beraturan, tapi pikirannya jauh lebih tidak beraturan.

"Wan, kamu kenapa?" Heldi duduk di samping Iwan sembari menimang si kulit bundar.

"Entahlah," jawab Iwan. Retina kecokelatannya masih menerawang lurus ke depan.

"Permainanmu enggak seperti biasanya deh," lanjut Heldi.

Iwan masih menikmati deru oksigen dan karbondioksida yang berhembus di rongga pernapasannya.

"Mungkin ada masalah yang bisa kubantu?" tawar Heldi.

Kali ini seberkas senyum mengukir sudut bibir Iwan. "Bagaimana kalau permasalahan wanita?"

"Baiklah, apa itu?"

"Kamu yakin bisa membantuku?"

"Kuusahakan."

"Serius?"

"Tentu, Wan. Kita kan teman."

"Bagaimana dengan urusan wanitamu sendiri, apakah sudah beres?"

Heldi terbungkam, ia menatap lurus ke wajah sahabat kecilnya itu.

"Apakah bisa kamu selesaikan, Hel?" Kali ini Iwan menatap balik pada Heldi.

Sementara Heldi masih membeku oleh kalimat rekannya tersebut.

"Kalau enggak, bagaimana kamu bisa membantu permasalahanku. Sementara masalahmu saja enggak selesai." Iwan berdiri dan pergi begitu saja tanpa memedulikan Heldi yang masih termangu oleh kalimatnya.

"Ada yang salah dengan Iwan," batin Heldi.

Iwan melangkah mantap menuju sepeda yang tadi diparkirkannya tidak jauh dari lapangan. Ia berusaha bersikap sebiasa mungkin dari teman-temannya termasuk Heldi. Iwan tidak mungkin mengatakan apa yang sebenarnya mengganggunya sepanjang permainan tadi pada siapa pun.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 18, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Telaga KuyangWhere stories live. Discover now