🌰Satu🌰

4.6K 221 126
                                    

"Gimana sih bikin suami betah di rumah, Mak?" tanya Inur pada ibunya yang bersandar lemah di tumpukan bantal. Sudah beberapa tahun belakangan tubuh renta itu sudah tidak bisa digerakkan lagi. Dokter bilang emaknya Inur terserang stroke.

Terulas sebingkai senyum miring dari bibir keriput itu. "Kenapa kamu tiba-tiba menanyakan itu, Nur?"

"Seingat Inur, Bapak sangat sayang sama Emak. Perhatian, siap antar jaga, lembut, dan betah di rumah. Sementara suami Inur malah tergoda janda di gang sebelah, sakit hati Inur ini, Mak," tutur Inur.

Senyum di bibir renta itu pupus. Mata keabu-abuan itu bahkan menatap lurus ke depan dengan sorot kosong.

"Mak, jawab dong," rengek Inur. "Inur malu dikatain sama tetangga, katanya Inur enggak pinter ngurus suami makanya suaminya tuh kawin lagi."

"Emak capek, Nur." Ibunya Inur memejamkan mata. "Emak tidur dulu, ya."

Inur memonyongkan bibirnya dengan muka ditekuk. "Emak selalu gitu, enggak mau apa bikin anaknya tuh bahagia." Wanita berambut panjang itu pun beranjak ke luar rumah. Meninggalkan ibunya yang sudah terpejam di ruang tengah.

Begitu Inur berlalu, netra renta itu perlahan membuka. Ia menatap pintu yang tidak ditutup rapat oleh Inur. Perlahan bulir cairan bening menetes di pelupuk keriput itu. "Emak enggak mau kamu mengikuti jejak Emakmu ini, Nur. Terikat janji dengan setan itu jauh lebih sulit dari ikatan janji dengan manusia."

🌰🍄🌰

"Iqbal hebat ya," ujar Ramli. "Yahut!"

"Hebat gimana?" tanya Iwan.

"Kamu sih kelamaan merantau, makanya enggak tau kabar terpanas di Telaga Langsat," timpal Amat. Disambut gelak tawa tiga orang lainnya, membuat Iwan melongo tidak mengerti alur pembicaraan teman-temannya ini.

"Ingat Siska?" tanya Rudi. "Itu loh mantanmu yang di dekat pasar."

"Terus?" Iwan mengernyit.

"Kawin sama Iqbal," tambah Rudi.

"Bukannya Iqbal sudah sama Inur?" Iwan menegakkan duduknya--tidak lagi bersandar pada tiang pos ronda.

"Nah itu," ujar Ramli sambil menggoyang-goyangkan telunjuknya ke arah Iwan.

"Itulah bagian terpanasnya," tambah Amat.

Iwan terbahak. Ia pun mengepulkan cincin-cincin asap ke udara sambil mengembalikan punggungnya ke tiang pos ronda. "Padahal Inur lebih cantik."

"Setuju!" seru Rudi. "Apalagi bodinya, aduhaaai ... gitar Spanyol!" Tangan pemuda itu mengelus bodi gitar di pangkuannya.

"Dasar mesum!" seru Ramli.

"Ngomong-ngomong, Inur butuh suami kedua enggak ya," gumam Iwan.

Sontak Amat meninju bahu Iwan. "Kamu minat, Wan?" Disambut gelak tawa yang lain.

"Emang siapa yang mau jadi suami keduaku?" Inur tiba-tiba berdiri di belakang Iwan. Karena memang rumah Inur tidak jauh dari pos ronda tempat empat anak muda itu bercengkrama.

Iwan pun tersentak, ia tidak menduga kedatangan Inur. Sementara tiga temannya justru terbahak melihat ekspresi terkejut Iwan.

"Iwan nih, Nur," tuding Amat. "Minat banget dia sama kamu."

Telaga KuyangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang