9. Arti Sebuah Tangisan

10.6K 1.5K 42
                                    

Mata gue rasanya berat sekali untuk sekadar dibuka. Setelah semalaman menangis, hari ini gue memutuskan untuk bolos sekolah. Tidak mungkin gue pergi sekolah dengan keadaan seperti ini. Lagi pula, gue belum siap menerima cacian dari murid-murid tentang rumor yang tengah beredar sekarang.

"Mau makan apa? Biar aku yang membelinya," ucap Hayam Wuruk.

"Kau mau membelinya ke luar?" tanya gue, Hayam Wuruk hanya mengangguk, "terserah kau saja, apapun yang kau belikan akan aku makan selama itu tidak pedas."

Hayam Wuruk keluar dari kosan, ia berjalan ke arah rumah makan Padang di dekat kosan gue. Tak lama setelahnya, ia pun kembali dengan sekantong plastik di tangannya.

"Dimakan ya, Ce. Aku khawatir kau sakit kalau tidak makan," katanya sembari menyiapkan rendang dan nasi yang ia beli tadi. Kondisi Hayam Wuruk saat ini sudah jauh lebih baik daripada sebelumnya. Ia sudah mulai dapat beraktivitas seperti biasa. Gue belum membuka ponsel gue sejak pulang sekolah kemarin. Gue belum siap menerima kabar lain, entah itu kabar baik atau buruk.

Hayam Wuruk hanya memperhatikan gue yang sedang makan, sampai akhirnya sebuah pertanyaan keluar dari mulutnya, "Sebenarnya kenapa kemarin kau menangis?"

Gue menimang-nimang dahulu sebelum bercerita padanya. Haruskah gue menceritakan tentang apa yang terjadi di sekolah, makam, dan taman kemarin?

Sepertinya gue gak perlu bercerita masalah di sekolah, cukup cerita tentang Bagas yang mengajak gue balikan aja.

Akhirnya gue menceritakan pada Hayam Wuruk tentang apa yang kemarin terjadi antara gue dan Bagas. Hayam Wuruk hanya menyimak tanpa memotong pembicaraan gue.

"Tapi, entahlah. Aku sendiri tak tahu mau menjawab apa," kata gue selesai bercerita.

"Kau masih ada perasaan padanya?"

Gue ragu, gue tidak yakin dengan perasaan gue saat ini. "Aku tak tahu, Hayam Wuruk."

"Kalau kau yakin bahwa kau masih mencintainya, coba beri ia kesempatan," jelas Hayam Wuruk.

Kenapa gue malah merasa kecewa mendengar ucapannya? Gue sendiri bahkan tidak yakin dengan perasaan gue saat ini. Lantas untuk apa gue menerimanya kembali jika masih ada keraguan yang tersimpan di hati gue terhadap Bagas?

Mungkin faktor utamanya bukan karena keraguan ini ....

"Hayam Wuruk, aku tidak tahu harus bagaimana. Perasaanku seperti sedang dipermainkan saat ini. Aku tak mau takdir mempermainkanku dengan orang yang sama lagi."

Hayam Wuruk merengkuh tubuh gue, membawa gue masuk ke dalam dekapannya. Kehadiran Hayam Wuruk saat ini cukup efektif untuk mengalihkan pikiran gue dari Bagas dan masalah yang ada. Gue dan Hayam Wuruk bersenda gurau, ia juga menceritakan banyak kisah tentang Majapahit dan hal itu membuat gue larut dalam ceritanya.

"Ce, kau tidak mau mengecek ponsel? Sedari tadi benda itu terus berbunyi," kata Hayam Wuruk saat kami hendak tidur. Gue pun mengambil ponsel dan mengeceknya. Betapa terkejutnya gue saat mendapati banyak notifikasi chat dari teman-teman gue.

LINE

Zelita:
Sumpah ya lo bikin khawatir banget Ce :((    (16)

nasywan:
ce angkat telepon dong. lu knp sih? sakit? jgn bikin khawatir gini. gue ke kosan lu ya?      (8)

Bagaskara Atmaja:
Kamu sakit?     (2)

Chat dari Bagas sama sekali tidak gue buka, toh gue juga tak ada niat untuk membalasnya. Hati gue kembali merasa bimbang. Gue sangat rindu Bagas, tapi gue juga tidak mau kembali padanya.

Another Time [MAJAPAHIT] (TELAH TERBIT)Where stories live. Discover now